Three

57.2K 2.6K 17
                                    

Author POV

Sepulang dari pertemuan Damar dan Vino tadi, wajah Damar tak mampu menampik rasa kesal dan amarah. Itu tercetak jelas kala Damar menarik paksa tangan Naya agar keluar dari restoran itu dan segera pergi untuk kembali ke kantor.

"Pak, bapak kenapa sih mukanya asem gitu?" Tanya Naya berani, tanpa mementingkan wajah kesal Damar yang mungkin akan langsung memecatnya karena berani bertanya tak sopan seperti itu pada bosnya.

"Diam kamu. Lebih baik sekarang kamu buatkan saya minum. Saya haus." Perintah Damar tanpa menatap Naya dan langsung membuka laptopnya.

"Iya Pak."

Yaelah udah merintah, pake emosi lagi. Sabar nay...

Naya berjalan pelan menuju pantry dan segera mencari sebotol sirup yang menurutnya mungkin saja emosi Danar akan meredup setelah meminum sirup buatannya.

"Jadi sebenernya gue itu sekretaris atau pembantu dia sih? Kenapa jadi gue disuruh bikin minuman begini?" Gerutu Naya sambil menuangkan beberapa buah es batu ke dalam gelas.

"Aduh Neng udah mamang aja yang bikin buat Pak Damar." Ucap salah seorang OB yang biasa melayani dan membuatkan minuman untuk Damar.

"Gausah Pak. Biar saya aja. Pak Damar lagi ngambek, nanti bapak kena semprot." Sahut Naya sambil cekikikan membayangkan wajah bersungut-sungut Damar tadi.

"Bapak emang suka marah-marah neng, tapi jarang kok." Jelas Pak Udin.

"Oh iyakah? Tapi baru hari pertama saya kerja, dia udah marah-marah gak jelas." Gerutu Naya lagi.

Setelah mengaduk sirup buatannya, Naya segera mengambil nampan dan membawa segelas sirup tadi menuju ruangan Damar.

Beberapa karyawan dari divisi yang dilewatinya saat keluar pantry tampak menatapnya bingung dan ada juga yang menatapnya nyinyir karena dengan mudah sekali ia menjadi seorang sekretaris bos besar mereka.

Naya mengetuk pelan pintu ruangan Damar. Saat masuk, Damar masih berkutat dengan laptopnya dan sesekali mengacak rambutnya frustasi.

BYURRRR...

Karena kesulitan berjalan dengan heels yang cukup tinggi, tak sengaja Naya menumpahkan sirup kental yang mengenai jas hitam milik Damar.

"Yaampun Pak. Maafin saya Pak. Saya gak sengaja Pak. Tadi saya kepeleset Pak. Heels saya..." Cerocos Naya tak berhenti dan langsung dihentikan oleh tatapan elang Damar yang memandang Naya kesal.

"Danaya, apa bisa sekali saja kamu tidak berbuat onar? Ini hari pertama kamu bekerja tapi kamu sudah membuat saya terus-terusan emosi." Kata Damar dengen menggertakkan giginya.

Naya hanya mampu menunduk dan meremas ujung kemejanya. Ia takut Damar akan memecatnya. Padahal baru hari ini ia resmi bekerja.

"Sudah, kembali sana ke tempat kamu." Damar meninggalkan Naya yang masih terpaku.

Apa Damar memaafkannya? Apa Damar tak akan memecatnya? Apa Damar manusia berkepribadian ganda? Pertanyaan barusan terus terngiang di benak Naya.

Naya akhirnya keluar dari ruangan Damar dan dusuk kembali di mejanya sambil melanjutkan pekerjaannya.

**

Hujan deras mengguyur Jakarta. Naya terus menggerutu sepanjang perjalanannya menuju lobi kantor. Ia kesal karna dengan teganya Damar membalaskan dendamnya dengan memberi Naya setumpuk pekerjaan yang menyebabkannya harus pulang telat seperti ini. Bahkan Fira sudah pulang lebih awal sehingga ia tak punya teman pulang dan harus pulang sendiri.

Naya memandang lesu hujan disertai gemuruh yang hampir membuat jamtungnya seakan mau copot. Ini bahkan sudah pukul 8 malam. Mana mungkin ada angkot jam segini? Paling-paling juga taksi. Itupun jika Naya ingin merogoh uang sakunya karna itu berarti uang yang disisihkan untuk ongkos bekerja harus berkurang 3 kali lipat.

"Yaampun nasib anak sholeh kok begini amat ya." Naya mengerucutkan bibirnya sambil berharap hujan akan segera reda.

Dengankeberaniannya yang hanya bermodal tas untuk menutupi kepalanya, ia nekat berjalan keluar dengan niat ingin mencari angkot atau bus yang lewat.

TINNN TINNN....

"Danaya!" Seru seseorang dari dalam mobil. Ia membuka kaca mobilnya dan betapa terkejutnya Naya melihat wajah super tampan bosnya yang ada dalam mobil tersebut. Oh Naya lupa itu mobil Damar. Padahal tadi siang mereka pergi bersama.

"Kamu belum pulang?"

"Belum Pak. Masih nyari bus atau taksi."

"Jam segini ga akan ada. Udah naik ke mobil saya aja. Saya antar."

"Tapi Pak..."

"Saya ga suka penolakan. Naik. Ini perintah." Naya masih tak percaya dengan sikap Damar yang seperti bunglon. Cepat berubah. Namun dari sisi lain Damar memang orang baik. Hanya sikap dinginnya saja yang mmgkin orang lain yang tak mengenalnya akan beranggapan Damar orang yang sombong dan tak berhati.

"Baik, Pak."

--------------------------------------------

Danaya and The BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang