Diam.
Di saat baru lulus sekolah, aku penuh semangat menghadapi lembaran baru menuju kehidupan yang lebih dewasa, saat itu juga aku sangat tertarik mencoba bekerja paruh waktu seperti teman- temanku yang lain sembari menunggu pengumuman penerimaan mahasiswa baru di kampus pilihan.
Banyak lowongan pekerjaan yang aku dapat dari teman- temanku, beruntungnya ada salah satu tawaran lowongan pekerjaan dari ibu ku, yaitu di tempat tante ku bekerja, tempat itu adalah salah satu fitness center ternama di jakarta.
Dengan penuh semangat yang menggebu-gebu, dengan sebegitu noraknya aku merasa masuk kedunia baru yang membuat ku sangat penasaran.
Tapi tentu tidak semudah itu, sebagai seorang introvert aku mulai overthinking, dan banyak pikiran negatif menguasaiku, mulai cemas bagaimana rasanya pertama kali interview, takut tidak lolos, takut tidak bisa bicara saat di tanya, dan lain lain, tapi motivasi ku adalah ibu ku, orang yang paling aku sayangi, aku ingin membuatnya bangga.
Aku mulai mempersiapkan diri, perasaan yang aneh antara begitu bersemangat dan cemas secara bersamaan, penasaran dan takut disaat yang sama . Aku membaca semua profil tentang perusahaan tersebut, membaca semua tata cara interview, mempersiapkan diri begitu detailnya dari hal kecil seperti cara duduk, menatap, berbicara dengan pewawancara pun ku cari tahu, aku mendobrak zona nyaman ku yang pendiam dan mengubahnya menjadi karakter yang banyak bicara dan pintar menjelaskan, ku latih terus semalaman hingga aku lupa waktu bergadang semalaman.
Iyaa, tentu saja semua ku lakukan agar tidak mengecewakan ibu ku, aku ingin membuktikan kalau aku ini bisa, kalau dirumah aku pendiam itu bukan lah hal yang menghambat diri ku, bukan berarti aku selalu pendiam di segala situasi.
Aku lupa waktu sudah pukul 3 pagi dan aku harus interview jam 8 nanti, aku masih sibuk di depan kaca berbicara sendiri seolah sedang wawancara, aku tidak mau melewatkan kesempatan ini, jadi aku memilih untuk tidak tidur agar sampai waktu interview tiba, nanggung ku pikir.
Jam 7 pagi aku sudah selesai bersiap diri dengan map coklat di tangan, dengan kemeja rapih yang di setrika oleh ibu ku, senyuman ibu ku jadi penyemangat.
Pertama kali interview membuat jantung ku berdegup kencang terus menerus, aku mencoba tenang saat mulai menaiki bis menuju lokasi yang luamayan jauh, sambil terus melatih berbicara, menyiapkan jawaban yang tepat untuk wawancara nanti.
sesampainya di sana hanya ada beberapa orang, jantung ku semakin tidak karuan, bagaimanapun aku mempersiapkan diri aku tetap tidak bisa mengelak kalau aku begitu gugup, lalu aku menenangkan diri dengan mengingat ibu ku.
Aku pergi ke kamar kecil, membasuh muka dan tangan menatap kaca lalu dengan teguh berkata
"Aku pasti bisa, ibu ku pasti akan senang dan bangga saat aku diterima"
Setelah beberapa test tertulis aku mulai tenang, dan akhirnya sesi wawancara pun tiba, aku mulai tenang, penuh semangat, merasa siap, lalu wawancara pun dimulai dengan kata
"Silahkan, perkenalkan diri kamu"
Aku merasa mantap dan siap serta mudah saat wawancara, dengan penuh semangat, dengan begitu lancar aku menjawab, aku benar benar mendobrak semua zona nyaman introvert ku, dengan begitu yakin aku bercerita, bertatapan bertanya jawab, bahkan mungkin agak berlebihan saat ku sadari, ini prestasi yang hebat bagi diriku, lalu aku keluar dengan penuh keyakinan, aku pun merasa lega seperti kehilang beban di pundak sementara, jantungku mulai tenang saat ku minum segelas air.
Aku tidak menyangka hasil persiapan matangku tidak sia-sia, aku benar-benar bisa melewati ini semua, iya aku yang tidak banyak bicara ini, yang seringkali di pandang sebelah mata, dan di sangka lemah hanya karena diam, dengan bangga dan bersyukurnya aku bisa melewati ini semua.
Saat pulang aku tidak menceritakan apapun kepada ibu ku, aku memang tidak mudah bercerita biarpun ke ibuku sekalipun, aku hanya bilang interviewnya lancar seminggu lagi akan diumumkan, dengan penuh semangat aku menunggu jawaban dan kabar dari tante ku agar bisa tahu hasilnya lebih cepat, aku tidak sabar memberitahukan ke ibu ku nanti, ibu ku pasti bangga.
Tapi...belum sampai seminggu, tepatnya 5 hari kemudian aku dapat kabar kalau aku tidak lolos.
Aku tidak sedih, aku hanya diam, iyaa diam mencoba mengalihkan rasa sedihku dengan menulis, membaca dan lain-lain.
Semua yang ku lakukan apa kah sia-sia? Saat itu aku belum sadar kalau itu bukanlah akhirnya segalanya, aku sedikit merenung, tapi mulai meyakinkan diri setidaknya aku sudah tau bagaimana rasanya wawancara dan aku yang introvert ini ternyata bisa melewati itu semua dengan baik, setidaknya aku lebih percaya diri sekarang, aku yakin aku akan lolos jika ada yang selanjutnya, lalu ibu ku datang, ah akhirnya ibu akan menyemangatiku...
" Mau jadi apa kamu?!!
"Liat kan gak bisa apa-apa kamu, cuman diam aja kali kamu pas ditanya iyaa?!!"
Hati ku bergetar, tubuhku bergetar hebat, mataku berkaca-kaca, seperti tertusuk dan rasanya tajam, aku hanya terdiam, tak kusangka itu yang keluar dari mulutnya.
"Kamu bukanya mempersiapkan diri yang bener, kamu liat sana saudara-saudara kamu, hidupnya gak mampu tapi bisa kerja, makanya hidup tuh mikir pake otak!!!"
"Tapi aku sudah berusaha, bu"
"Goblok!! Kamunya aja yang gabisa, ditanya diam aja kaya gitu mana bisa diterima"
Aku tak bisa menjawab, tubuh ku bergetar hebat, mulutku bergetar tidak jelas.
Apakah diam itu salah? Kenapa diamku yang disalahkan, percayalah bu aku tidak diam di sana, aku begitu bersemangat dan banyak biacara di sana sambil terus mengingat dirimu, tapi kenapa? Apakah tidak terlalu banyak bicara itu adalah hal yang buruk, apakah itu adalah hal yang bahkan ibu ku sendiri harus membenciku? Apakah ibuku tidak suka punya anak seperti ku? Apakah saat aku menjadi pendiam di beberapa situasi itu artinya aku tidak bisa bicara? Apakah diam itu lemah?
Apakah diam itu kutukan?! Apakah diam ku mengganggu orang lain? apakah diam ku menyakiti orang lain?!! Apakah diam ku menyakiti ibu ku?!!!
Kepercayaan diriku runtuh seketika, mungkin jika orang lain yang berbicara aku masih tetap tegar, tapi jika orang itu ibuku, iya ibu ku, satu-satunya orang yang seharusnya paling mengerti diriku sejak kecil adalah orang yang menyerangku bagaikan orang lain.
"Semenjak itu aku tidak menyukai diriku sendiri, aku tidak punya alasan untuk menyukai diriku yang bahkan ibu ku sendiri membencinya"
"Introvert"
