🌺 6 | Day One

1 0 0
                                    

Nyaris satu sekolah tidak ingin berurusan dengan Bastian Elard, lain halnya dengan Layena. Satu alis Bastian terangkat melihat Layena menahannya untuk tidak pergi dengan merentangkan tangan. Gadis berambut panjang kecoklatan itu tidak berhenti berusaha menyuruh Bastian belajar, meski ia sudah mendeklarasi tidak mau melakukannya.

"Hayu kita belajar." ajak Yena bersemangat, maksudnya berpura-pura semangat, karena hari ini sekolah cukup melelahkan. Di samping Yena, Cantya bersembunyi di balik tubuh gadis itu.

Bastian tersenyum miring, "okeh, kita ke apartement."

Yena menggelengkan kepala membantah, sebab setelah kejadian waktu itu, berdua di apartement cukup berbahaya. Kebetulan, Yena meminta satu ruangan yang akan di jadikan tempat mereka belajar. Dengan mudah, mendapat akses tersebut, Yena di beri kunci satu ruangan kosong, bekas ekstrakulikuler yang sudah non aktif di sekolah. Susah payah ia membersihkan satu ruangan itu agar Bastian nyaman belajar.

Alhasil mereka bertiga berakhir di ruangan itu. Berdiri diambang pintu seraya melihat ruangan yang beberapa kursi tidak terpakai dirapatkan pada dinding. Tersisa 2 meja belajar dan papan tulis kecil di tengah ruangan.

"Selamat datang di tutor Layena." ujar gadis itu gembira.

Bastian berdiri sambil memasukan kedua jemarinya kedalam saku celana. Meneliti keadaan sekitar, sedangkan Cantya nyengir kuda membayangkan Bastian dan Layena melakukan drama romantis di ruangan itu. Pasti akan berlanjut ke adegan selanjutnya.

"Okeh, kalo begitu aku pulang dulu ya, Na!"

"Eh!" Layena menarik hoodie Cantya. "Sekalian kamu juga ikut. Aku ga akan bisa temenin kamu sampai ujian masuk universitas."

"Tapi Yen, aku ada kegiatan tenis meja."

"Jadwal tenis haru senin, sekarang hari rabu."

"Berkuda?"

"Hari jumat."

"Les?"

"Selasa dan kamis."

"Lompat tali."

Layena menghela nafas lelah, "kamu ga ikutan lompat tali, Cantya." balasnya acuh, semua argumennya di patahkan. Sekarang tidak ada alasan lagi Cantya akan kabur. Disayangkan, Layena hafal jadwal Cantya seluruhnya. Di satu sisi, Bastian tengah menahan tawa, tetapi lelaki itu bersyukur Layena memiliki teman yang baik.

🌺🌺🌺

"Bastian, aku lagi menjelaskan! Dibuka salinan buku catatannya."

"Em." jawab lelaki itu seadaanya. Bastian pun hanya membuka lembaran pertama, sedangkan jiwanya tidak di sana. Layena sampai mengelus dada untuk menguatkan mental.

Yena kembali menjelaskan sesederhana mungkin dan tidak lupa mempraktikkannya di papan tulis. Sekarang ia mengerti penderitaan para guru, mengajar adalah pekerjaan yang membutuhkan ektra kesabaran. Tidak mudah membuat seseorang menerapkan materi di otak mereka.

"Ya udah, nih ada 2 soal. Coba kerjain. Aku kasih waktu 10 menit."

Cantya dan Bastian mengerjakan di buka mereka masing-masing. Melihat ekspresi dan gerakan tangan mereka yang lancar, ia yakin temannya itu telah paham apa yang Yena jelaskan.

Di tengah-tengah rasa senang Yena, Deon muncul. Ekspresi wajah Deon seperti tidak baik. Dia terus memerhatikan Bastian tanpa berkedip. Yena tidak mengerti mengapa Deon sangat membenci Bastian. Padahal jika secara benar, Yena yang harusnya memiliki rasa benci itu karena Bastian membuat Yena kerepotan. Ia sudah kesulitan tentang hidupnya, Deon kini menyulitkannya juga.

"Aku sudah selesai." ungkap Cantya seraya mengibar-ngibarkan lembaran kertas jawaban seperti bendera.

Layena teralih, tersenyum melihat Cantya. Mendekat untuk memeriksa. Meski masih kurang, Cantya telah masuk permulaan yang bagus. "Bagus, tapi lebih mudah kalo ini dibagi langsung."

Cantya memerhatikan dengan serius hingga dahinya mengerut. Sesekali ia menganggukan kepala karena pernyataan Yena ada benarnya. "Oiya benar. Makasih."

Layena tersenyum sebagai jawaban. Makasih adalah pujian yang mulia baginya. Semakin banyak yang berterima kasih, semakin ia berpikir bahwa dirinya dibutuhkan.

Teralih pada Bastian yang masih menulis, "kamu sudah selesai? Ada yang sulit?"

Bastian melirik sejenak kemudian kembali pada kertasnya. Sikap lelaki itu membuat Layena penasaran, maka ia mengintip sudah sampai mana mengerjakan soal tersebut.

Terbelalak mata Layena, Bastian tidak mengerjakan soal terserbut, justru menggambar di sana. Gambar dinosaurus yang ganas dengan api yang di coret-coret tinta hitam.

"Bastian kenapa ga di kerjain?" tanya Yena dengan nada sabar, ia prihatin. Saking kesalnya, ingin sekali mengamuk dengan membalikkan meja di hadapannya. "Ada yang ga ngerti?"

Bastian menaik turunkan bahunya tidak peduli. Tidak tampak terusik dengan tatapan dan sikap kecewa Yena.

"Masa ga ngerti? Padahal Yena menjelaskan dengan mu-----" Cepat-cepat Cantya mendekap mulutnya saat mata tajam Bastian menusuk. Aura hitam Bastian mendirikan bulu kuduknya. Menakutkan.

Yena meniup poninya frustasi. Dia bingung cara membuat Bastian mau belajar. Sudah menjelaskan dengan benar. Seperti tong kosong. Masuk lewat telinga kanan dan keluar lagi di telinga kiri. Disisi lain, Deon semakin menumpuk kesalnya di atas kepala dan mengutuk Bastian itu!

🌺🌺🌺

Selasa, 23 Agustus 2022
.
.
.
.

Welcome SpringTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang