Hi

9K 125 4
                                    

Terhitung sudah empat bulan lebih Nara melakukan hubungan tidak wajar ini, hubungan saling menguntungkan. Katanya.

Keduanya baik-baik saja, baik Jino maupun Nara. Kemanapun bersama bahkan mereka tinggal di apartment yang sama, hadiah dari Jino karena katanya akan lebih mudah mengawasi Nara kalau mereka tinggal di atap yang sama. Nara sempat menolak dengan banyak alasan, terutama orang tuanya yang sudah pasti menolak.

Ajaib, karena rupanya Jino sendiri yang meminta izin dan sialnya kedua orang tua Nara menurut saja, malah mengatakan, "jagain Nara baik-baik ya nak Jino, ibu sama bapak percaya kamu orang baik."

Persetan, Jino pandai sekali mengambil hati orang tuanya.

Kedekatan mereka mulai memudar sejak dua minggu belakangan ini, tidak ada lagi sarapan pagi bersama, tidak ada berangkat sekolah bersama, tidak ada cuddle setiap mereka sedang berduaan, tidak ada lagi kalimat-kalimat manis yang biasa Jino ucapkan selama empat bulan lalu, tidak ada lagi sex. Nara kehilangan, entah kenapa tapi dia merindukan Jino yang dulu.

Jika ditanya soal kenapa Jino bisa seberubah itu, maka jawabannya adalah Kareen, anak pindahan dari Rusia dikelas sebelah mereka. Semenjak kedatangan Kareen dua minggu yang lalu dan desas desus soal kecantikannya yang seperti dewi itu, banyak laki-laki yang langsung jatuh cinta padanya. Jino adalah salah satunya.

Jino memang tidak mengatakannya secara langsung, tapi dia tau Jino menyukai Kareen. Terbukti, alasan Jino tidak lagi sarapan dan pergi ke sekolah bersamanya adalah demi menjemput Kareen, tidak ada lagi cuddle atau sex adalah karena Jino yang selalu pulang larut malam. Nara tau, Jino pasti lebih suka bersama Kareen dibandingkan dirinya. Mereka serasi, keduanya sepadan, sama-sama dari orang yang berada. Tinggal menunggu waktu saja, Jino akan benar-benar membuangnya dan hidupnya kembali seperti neraka.

"Hei, mikirin apa?"

Nara tersentak dari lamunannya, menoleh mendapati Naresh duduk disebelahnya dengan senyuman lebar yang manis.

Naresh adalah teman barunya, orang yang cukup dekat dengannya selama dua minggu ini. Ketua kelas yang setau Nara cukup acuh dengan sekitar, namun rupanya Nara salah setelah mengenalnya.

"Eh- nggak kok."

Laki-laki itu tersenyum, "kok nggak dimakan?" tanyanya setelah melirik kearah nampan Nara yang masih tersisa banyak.

"Nggak laper."

"Masa iya? Makan gih biar gemuk."

"Nggak deh, nanti aku nambah jelek lagi kalau gemuk."

"Kata siapa kamu jelek?" Naresh menatap mata Nara intens, tersenyum memperhatikan Nara yang sedikit kikuk, "kamu tuh cantik tau."

Ini yang ia benci dari Naresh, dia sangat lembut pandai memuji dan sialnya jantung Nara selalu berdetak tidak karuan setiap kali Naresh melakukan itu padanya. Bahkan sekarang ia yakin kalau pipinya sudah semerah tomat.

"Gemes banget, jadi pengen gigit," katanya sambil mencubit pipi Nara yang sedikit gembil.

"Ih, apaan sih Na," keluhnya mengusap-usap pipinya sendiri, padahal Nara hanya mencoba untuk menyembunyikan rasa malunya didepan Naresh.

"Makan yang banyak ya sayang, biar cepet gemuk. Abis ini kita jalan-jalan di taman, oke?"

***

Naresh itu anak yang cukup menyenangkan, entah disadari atau tidak laki-laki itu yang selalu membuatnya tertawa dua minggu belakangan ini, mengingat Jino jarang sekali berada didekatnya, laki-laki itu menghilang seperti ditelan bumi. Bahkan laki-laki itu jarang ikut kelas. Mentang-mentang anak pemilik sekolahan.

Possessive | Lee JenoWhere stories live. Discover now