Chapter 1 : Kill The Leader

Mulai dari awal
                                    

Axton terkejut bukan main begitu melihat ketua kelompok The Greatest tengah berjalan dikelilingi anak buahnya ke sebuah tempat VVIP. Axton langsung buru-buru menarik Owen. "Owen, bos ada di sini! Ayo cepat kita pergi!"

"Lalu kenapa?" tanya Owen masih di bawah pengaruh alkohol dan menenggak minumannya lagi.

"Astaga, transaksi kita kemarin! Uangnya hilang entah ke mana—" ucapan Axton tidak selesai lantaran kerah belakang bajunya langsung diseret untuk berbalik yang pelakunya tak lain adalah Wilbert –asisten Ansell–. Sementara Alfred menarik kerah Owen dan menghadapkannya pada Anver.

"Ampun Tuan! Ampuni aku!" ucap Owen seperti anak kecil.

Anver mengerutkan dahi, sementara Ansell memutar kedua bola matanya dan berucap, "Si berengsek ini mabuk."

Wilbert menangguk setuju. "Tidak ada gunanya berbicara dengan orang mabuk, Tuan."

Anver melirik Axton yang menunduk dalam lantaran takut dan dapat menduga bahwa bos kembarnya akan berbicara dengannya. Anver menatap tenang Axton dan berucap, "Berikan uang itu bagaimana pun caranya dalam dua hari."

Ansell tersenyum. "Even if you have to sell your fucking Lamborghini. No less, no more."

Anver menarik jas Axton. "Understand?"

Axton menangguk mengerti. "Yes Sir."

***

"Tuan, hal ini bertentangan dengan rules The Greatest. Jika Double G mengetahui maka kita—"

"Diam Lion!" bentak pria yang sibuk menghisap cerutu itu membanting benda di tangannya. "Aku pun sedang pusing sekarang! Mereka tidak akan tahu, lagipula kita adalah cabang terbesar The Greatest, mereka tidak akan terlalu memikirkan masalah sepele seperti ini."

Sang asisten hanya bisa menangguk meski ia tahu bahwa terbunuhnya istri seorang Godfather bukanlah perkara sepele, menjunjung tinggi martabat keluarga adalah hal utama dalam kode etik The Greatest. Namun, jika terjadi pengkhianatan pun keluarga adalah pihak pertama yang dihabisi.

"Apa kita minta bantuan Owen, Tuan? Owen pasti bisa mengatur siasat busuk—"

"Apa yang kau harapkan dari pemabuk tolol itu? Dia hanya berguna karena aset-aset orang tuanya saja," potong pria itu menuang wiski dan menenggaknya. "Jika bukan karena perintah Double G pun aku tidak akan menjalin hubungan dengan si bodoh itu."

Tidak lama kemudian, suara ketukan terdengar yang dibalas perizinan oleh sang ketua. Nieva masuk ke ruangan tanpa lupa menunduk. "Tuan, Nona datang menghadap."

"Katakan padanya—" ucapan sang bos tertahan karena bertepatan saat itu pula putri tirinya memasuki ruangan dengan pakaian seksi berwarna merah menyala, menampilkan hampir seluruh tubuhnya membawa nampan yang di atasnya terdapat teh hangat.

"Past is past," ucapnya seraya membungkuk hormat. "I know you're tired and sad. I come to entertain you."

"Kau benar," ucapnya tersenyum. "Kalian kunci pintunya, jangan biarkan siapa pun masuk."

Nieva dan Lion pun menunduk patuh. Nieva menatap tajam sang bos dan Lora sebelum pergi dari sana. Nieva mengunci pintu dari luar, sementara Lion meliriknya tidak suka, bagaimana pun juga Nieva lebih dipercaya dibanding Lion dan para bawahan mereka pun lebih menyukai Nieva yang cerdas ketimbang bos penggila seks itu.

"Ada yang ingin kubicarakan denganmu."

"Bicaralah," ucap Lion seadanya.

"Tidak di sini," melihat lawan bicaranya mengerutkan dahi, Nieva berucap lagi, "Tentang Owen." Nieva tahu bahwa menjalin hubungan dengan kelompok Owen adalah tanggung jawab Lion. Nieva menuntun berjalan di depan hingga sampai ke ruang bawah tanah mansion.

"Kau tahu, kau tidaklah pantas untuk menjadi orang kepercayaan tuan. Kau hanya perempuan tidak berguna yang aku bahkan heran mengapa mereka membebaskanmu dari penjara." Nieva diam saja menatap Lion tanpa ekspresi. "Aku tahu kau menghasut nona untuk mengkhianati, Tuan, bukan? Semua orang harusnya melihat itu, kau adalah pengkhianat sesungguhnya!"

Nieva mengerutkan dahinya. "Dari mana kau tahu?"

Lion tertawa sarkas karena tebakannya benar. "Aku tahu itu! Kau ingin menguasai kelompok La Muerte dari awal!" Melihat Nieva kembali memasang ekspresi datar, Lion menyentuh dagu gadis itu, terhipnotis akan kecantikannya. "Jika kau mau aku diam, buka pakaianmu sekarang."

Nieva tersenyum miring. "You first."

Lion membuka dasi dan satu per satu pakaiannya ke lantai hingga menyisakan celananya dan mencium leher Nieva. Namun gadis itu tidak merasakan sensasi apa pun di tubuhnya, tidak menikmati. Nieva menyentuh bagian sensitif Lion dan tangannya yang lain mengambil pistol.

Dor!

"Kau—"

Nieva mencium bibir Lion sekilas. "Did you forget what brings me to the jail?" Melihat Lion tidak bisa menjawab dan memegang bagian tubuhnya yang tertembak. "Yes, I kill my raper," ucapnya seiring mendorong tubuh Lion ke lantai, lalu menodongkan pistol dan kembali melayangkan timah panasnya berkali-kali.

Nieva merapikan rambut panjangnya dengan jemari berlumuran darah, lalu segera keluar dari ruangan tersebut. Suara tembakan Nieva layaknya terompet perang dan membuat sebagian orang-orang kepercayaan Nieva membunuh orang-orang kepercayaan bosnya. Ia segera berlari ke kamar sang bos, di mana banyak orang-orang kepercayaan pria itu berusaha mendobrak pintu yang terkunci.

"Nieva, pemberontakan terjadi, kita harus segera menyelamatkan bos. Cepat buka pintunya!"

Nieva yang tidak punya banyak waktu untuk menyelamatkan Lora langsung melayangkan timah panas dan memukuli orang-orang tersebut secepat yang ia bisa, dibantu oleh orang-orangnya. Namun, seseorang berhasil menembaknya di bahu kanan, membuatnya tumbang dan lumpuh seketika, diikuti tembakan selanjutnya yang syukurnya masih mengenai tangan. Ia langsung memindahkan pistol ke tangan kiri, menembak balik pelaku berkali-kali.

"Argh!" ringis Nieva terluka di telapak tangan kirinya lantaran ia tidak terlalu fasih menggunakan tangan kirinya, apalagi menembak. Ia segera menyimpan pistol di pinggangnya dan membuka pintu secepat yang ia bisa meski bergetar disertai rasa sakit luar biasa akibat peluru di tangannya.

Setelah pintu terbuka, Nieva langsung mengambil kembali pistolnya dan mengarahkan pada Lora yang dibidik dari jarak jauh oleh Daniel –Ayah tiri Lora–. "Tuan—"

"Tangkap si jalang itu, Nieva!"

Nieva pun mengangguk dan perlahan mendekati Lora yang menahan emosi dan air mata terus berucuran di mata sembabnya. "Nona, tenang."

"Aku ingin membunuhnya dengan tanganku sendiri, Nieva!" bisik Lora dengan napas memburu penuh emosi.

Nieva tersenyum miring mendengar hal itu. "Kunci pintunya," bisiknya dan mengarahkan pistol pada Daniel. Sementara Lora mengunci pintu.

"Apa yang kau lakukan, Nieva?!" bentak Daniel murka. "Pengkhianat!"

"Aku setia, Tuan. Pada anakmu," ucapnya mencium punggung tangan Lora yang tersenyum miring dengan mata sembabnya.

"Bajingan!" umpat Daniel disertai menarik pelatuk pada pistolnya yang terarah pada Nieva.

Dor!

"Nieva!" jerit Lora.

Nieva menertawakan pistol Daniel yang kosong cukup keras. Ya, Nieva yang bertanggung jawab mengisi peluru pistol bosnya.

"Bajingan tidak tahu diuntung! Aku yang membebaskanmu dari penjara—"

"Dan memerkosaku saat aku baru saja sampai di sini, Tuan. Did you forget?" desisnya tajam dan melotot marah.








#To be Continue...





131022 -Stylly Rybell-
Instagram : maulida_cy

Queen in SuitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang