Part 6 •Deva?•

Mulai dari awal
                                        

Dengan ketakutan, Rahul memecahkan gelas didekatnya. Paro sangat terkejut, ia hendak menenangkan Rahul, tetapi kakinya harus tertusuk pecahan kaca itu.

"AAAA....Sakit sekali." rintihan Paro membuat Rahul menatapnya.

"Apa kau terluka? Aku ini bagaimana aku tak bisa menjaganya dengan baik." ucap Rahul dengan meremas rambutnya kasar.

"Tidak, ini bukan salahmu. Ini salahku, aku tak melihat ada pecahan kaca." dengan cepat Paro memeluk Rahul, yang sudah ada didepannya.

"Maaf, aku tak bisa menjagamu, aku ini sangat payah dan tidak berguna." ejek Rahul pada dirinya sendiri.

"Kau tak salah, disini tak ada cahaya karena itu aku tak melihatnya." Paro berbohong tentang itu, ia sengaja menginjak pecahan gelas itu agar Rahul mau menyalahkan lampu kamarnya.

"Aku tak suka cahaya, aku benci itu." ucap Rahul ketakutan, Paro sudah menduga hal ini.

"Aku tahu itu, makanya kau tak salah. Aku yang salah, seharusnya aku melihat benda kecil yang tajam itu, walaupun ditempat gelap." Paro bisa melihat rasa bersalah pada wajah Rahul.

"Sudahlah tak masalah, aku bisa mengobatinya kembali, kau tak perlu menyalakan lampu." Paro kembali membuat rasa bersalah pada diri Rahul, didalam hati yang paling dalam; ia merasa sangat tak tega. Tetapi Alia dan Neha sudah menyuruhnya melakukan ini dari beberapa hari yang lalu, mungkin hal ini bisa membantu. Walaupun ia tak yakin, tetapi juga tak ada salahnya mencoba.

"K-kau bi-bisa menyalahkan lampunya." kata kata Rahul membuat Paro terkejut, sekaligus bahagia. Hingga hingga Paro menangis bahagia.

"Kenapa kau menangis, apa aku membuat kesalahan? Maafkan aku, tapi tolong jangan menangis." mohon Rahul dengan mengatupkan kedua tangannya.

"Aku menangis, karena kebahagiaan Rahul." Paro langsung memeluk Rahul.

"Rahul, kau harus berjanji padaku; kau akan menyalakan lampu setelah ini."

"Aku akan menyalakan lampu, setelah mendapat restu." jawab Rahul pelan.

Setelah mendengar itu, Paro mengirim pesan pada Pooja untuk kekamar Rahul.

"Ada apa, Paro?" tanya khawatir Pooja, yang datang dengan seorang pria—Rohit, dan dibelakang mereka juga diikuti putra-putrinya.

"Rahul, kau ingat mereka siapa?" tanya Paro pada Rahul.

"Tidak, apa mereka akan membunuhmu?" Pooja terdiam mendengar kalimat putranya ini, ia tak menyangka bahwa Rahul akan melupakan dirinya.

"Nak, aku ibumu." dengan tangisannya, Pooja menghampiri Rahul.

"Apa itu benar, Roohi?" tanya Rahul, dengan cepat Paro mengangguk.

"Maa, apa kau merestui hubungan kami?!" pertanyaan itu muncul kembali, setelah beberapa tahun lamanya Pooja tak mendengar itu.

"Iya nak, aku merestuinya. Aku merestui hubungan itu nak. Maafkan ibumu ini, yang dulu tak merestuinya." Rahul terdiam dengan menatap ibunya, dan ia langsung memeluk Pooja. Wanita paruh baya itu tak bisa berkata apapun. Pelukan yang selama ini ia rindukan, akhirnya kembali.

"Rahul kau ingat dengan janjimu tadi?" tanya Paro.

"Janji?"

"Menyalakan lampu." semua terkejut dengan kata-kata Paro, terutama Pooja. Kebahagiaannya hari ini tak terhingga; disisi ini Rahul mau memeluknya dan disisi lain, Rahul membuat semua orang terkejut dengan mau menyalahkan lampu kamarnya yang sudah bertahun tahun mati.

"Tapi aku takut Roohi, aku takut." ucap Rahul menghampiri Paro, dan memeluknya erat.

"Kami ada disini nak." ucap Rohit.

"Nyalakan lampunya Meher," perintah Pooja pada putri bungsunya.

"Iya, maa."

Detik selanjutnya, lampu yang sudah 2 tahun tak menyala untuk pertama kalinya menyalah. Dan di detik yang sama, teriakan Rahul menggema.

"AAARGH....." teriak Rahul.

"Rahul tenanglah, aku disini." Paro mencoba menenangkan Rahul, ia membawa Rahul keatas tempat tidurnya.

"MATIKAN LAMPUNYA CEPAT." teriak Rahul, Rohit yang tak tega menatap putranya itu, mulai mendekat kearah saklar lampu.

"Tidak paa, jika kau matikan Rahul tak akan pernah sembuh." cegah Paro.

"Tapi kasian Rahul, Paro." Rohit tak tega melihat keadaan Rahul.

"Cepat atau lambat, hal ini harus dilakukan paa." pekik Alia yang baru datang.

"Tapi kakak, kak Rahul sangat ketakutan, apa kau tega?" tanya Vikram—adik laki-laki Alia.

"Tega atau tidak, hal ini harus dilakukan Vikram." Alia merasa bahagia melihat perkembangan Dev, tetapi kebahagiaan itu bertambah saat pulang.

"Kak apa kau baik-baik saja?" tanya Alia yang mendekat pada Rahul.

"SIAPA KAU?! APA KAU INGIN MEMBUNUH ROOHI?!" pertanyaan Rahul itu membuat Alia terkejut.

"Tidak, aku adikmu. Aku, kau, dan kak Roohi sering mengejar layang-layang bersama, apa kau ingat?" Alia mengingatkan Rahul pada masa lalunya.

Rahul terdiam dengan keringat yang mengucur deras, ia mencoba mengingatnya dan satu adegan mengejar layang layang teringat dipikirannya. Rahul yang mengingat hal itu langsung memeluk Alia.

"Aku ingat."

Tangis bahagia Pooja kembali muncul, pemandangan yang sangat indah dimatanya dan Rohit.

"Semoga tidak ada mata jahat yang mendekati mereka." ucap Pooja, ia ingin pemandangan ini selalu ada.

45 menit tak terasa, Pooja dan yang lain ada didekat Rahul. Setelah bertahun tahun, untuk pertama kalinya mereka bisa sedekat dan selama ini bersama Rahul.

"Nak ini sudah waktunya makan, apa kau mau aku suapi?" tawar Pooja dengan ragu.

"Aku mau, tetapi mama harus menyuapi Alia dan Roohi juga."

"Tentu," hari yang sangat membahagiakan bagi Pooja, melebihi hari besar lainnya. Ia ingin sekali menghentikan waktu saat ini, ia tak henti hentinya menangis bahagia. Tak hanya Pooja, para pelayan yang melihat itu juga ikut terharu.


##

Happy Birthday 🎉
Pacar aku tersayang 😭

Happy Birthday 🎉Pacar aku tersayang 😭

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aditya Roy Kapur
°ARK°

(16/11/1985)

##

Air terjunnya itu beneran, aku ambil di google tapi lupa namanya. Dan di foto itu, keliatan beda ya sama yang dilagu-nya, padahal sama loh tempatnya 🤧

Maafkan jika gak jelas😭

Semoga kalian suka 😊

Jangan lupa Vote dan Komentar 😊

Jangan lupa baca Confusing Love 🌼

##

16/11/22

MERE PYAAR KA RANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang