2. Dunia yang berbeda

93.4K 8.2K 72
                                    

Di salah satu ruangan yang ada di rumah sakit ternama di kota K, terlihat seorang gadis yang terbaring lemah di atas brankar. Gadis yang tadinya terkulai lemas mulai menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Mata yang tadinya tertutup mulai terbuka secara perlahan.

Matanya menatap heran ke sekeliling. Dengan gerakan pelan, dia mulai mengubah posisi tidurnya menjadi duduk.

"Aku selamat?" gumamnya sambil menatap ke sekeliling dengan raut wajah heran dan tak percaya.

Di tengah-tengah kebingunganya, pintu yang tadinya tertutup mulai terbuka dan menampilakan sosok lelaki tampan dengan raut wajah sedih. Raut wajah lelaki tadi berubah saat melihat sosok Fia.

"Siapa dia?" batin Fia dengan raut wajah heran.

"Liska?!" kejut lelaki tadi dengan raut wajah antusias, dengan langkah cepat dia mulai berlari ke arah Fia. Tanpa mengatakan apa pun, lelaki tadi memeluk sosok Fia dengan erat.

"Lu dari mana aja?! Kenapa baru bangun bege!" ucap lelaki tadi dengan raut wajah kebahagiaan yang tak bisa di bendung lagi.

"S-sesek" ucap Fia dengan susah payah.

"Eh? Sorry-sorry, gak sengaja gue" ucapnya dengan raut wajah bersalah, saat melihat Fia menghirup udara banyak-banyak.

"Lu gak apa-apa 'kan Lis? Iya 'kan?" tanyanya dengan raut wajah cemas.

"I'm oke" balas Fia sambil menatap lawan bicara dengan lamat.

Merasa di tatap seperti tadi membuat sang lelaki heran dan salah tingkah.

"Lu kenapa dah? Jangan natap gue kayak gitu, naksir baru tau rasa lu" ucapnya dengan raut wajah menahan malu.

"Siapa?" tanya Fia tanpa mengalihkan pandangannya.

"Apa-apa tadi? Lu tanya apa tadi? Gue gak dengar" ucap sang lelaki dengan raut wajah tak percaya, tak percaya dengan pertanyaan dari Fia.

"Lu siapa?" tanya Fia dengan raut wajah malas.

"Bercanda lu gak lucu, masa lupa sama gue?" ucap lelaki tadi dengan senyum di paksakan.

"Gue serius" balas Fia dengan datar.

Mendengar perkataan Fia barusan membuat raut panik menghiasi wajah lelaki tadi. Dengan gerakan sedikit tergesa, lelaki tadi memencet bel yang ada di samping brankar Fia.

Tak membutuhkan waktu lama, seorang dokter dan dua orang suster memasuki ruangan.

"Periksa dia" ucap lelaki tadi dengan datar, tapi sorot matanya menyiratkan kecemasan.

"Baik" balas sang dokter dan mulai memeriksa kondisi Fia.

"Selamat sore nona Liska, bagaimana kondisi anda? Apa yang anda rasakan sekarang?" tanya salah satu dokter dengan ramah sambil memeriksa denyut nadi Fia.

"Liska? Siapa Liska?" tanya Fia dengan raut wajah heran.

"Lu Liska!" teriak lelaki tadi dengan raut wajah jengkel.

"Gue Liska? Sejak kapan?" tanya Fia dengan raut wajah tak percaya dan bingung. Bingung akan posisinya saat ini.

"Ini di mana? Kenapa gue bisa di sini? Di mana keluarga gue dan Disa?" batin Fia sambil menatap ke sekelilingnya untuk mencari keberadaan keluarganya atau Disa. Tapi nihil, orang yang dia cari tak ada di sini.

"Tak mungkin mereka gak nungguin gue, apalagi si cengeng Disa" batin Fia lagi dengan raut wajah masih sama.

Fia sibuk dengan pemikirannya sendiri, hingga tak memedulikan sosok dokter yang memeriksa tubuhnya.

Beberapa menit kemudian pemeriksaan Fia sudah selesai.

"Bagaimana dok? Teman saya tak apa-apa 'kan?!" tanya lelaki tadi dengan raut wajah sedikit panik.

"Nona Liska mengalami amnesia, akibat dari benturan saat terjatuh dari anak tangga. Untuk seberapa banyak memori yang dia lupakan kita belum bisa pastikan, tapi kemungkinan sekitar 45-80% memori yang pasien lupakan. Dan itu bisa amnesia jangka pendek atau jangka panjang" ucap sang dokter menjelaskan kondisi Fia.

"What?! Amnesia?!" kata seorang gadis di ambang pintu ruang inap Fia.

"Benar" balas sang dokter sambil menatap ke sumber suara.

"Bohong lu dok! Mana ada lumba-lumba gue amnesia" ucap gadis tadi dengan raut wajah tak percaya.

"Liska! Lu masih inget gue 'kan? Kita bestie dari zaman aip, masa lu lupa?!" ucap gadis tadi dengan nada suara heboh.

"Berisik, suara lu ganggu" ucap Fia sambil mengusap telinganya dengan raut wajah tak suka.

Mendengar perkataan Fia barusan membuat raut wajah gadis tadi langsung syok dan tak percaya.

"Dia bener lupa ingatan Rang!" kata gadis tadi sambil menatap ke arah lelaki yang tak jauh darinya.

"Emang lupa ingatan bego!" balas Rangga dengan raut wajah kesal.

"Mohon untuk menjaga ketenangan dan jangan memaksakan pasien untuk mengingat. Jika tidak, itu akan memengaruhi kondisi pasien" tegur sang dokter sambil menatap Yara dengan raut wajah ramah.

"Baik dok, maaf" ucap Yara dengan raut wajah malu.

"Baik, saya permisi" ucap sang dokter dan mulai berjalan keluar dari ruang inap Fia, di ikuti kedua suster di belakangnya .

"Lis, beneran gak inget gue? Gue Yara, temen baik lu" ucap Yara dengan raut wajah sedih, karena di lupakan sahabatnya.

"Enggak" balas Fia yang masih heran dengan situasinya.

"Baiklah, ayo berkenalan satu kali lagi. Gue Yara Antawijaya temen sekaligus sahabat lu, dia Rangga Pangestu teman nemu di kelas dan nama lu Liska Pramunia. Cewek baik hati dan murah senyum tapi kadang malu-maluin" ucap Yara memulai permbicaraan.

"Liska Pramunia?" gumam Fia dengan raut wajah tak percaya.

"Sebentar, bukankah itu nama tokoh figuran yang ada di buku aneh itu?" batin Fia dengan raut wajah heran. Matanya menatap ke sekeliling dengan raut wajah heran dan terhenti di sebuah cermin kecil yang tak jauh darinya. Di cermin itu menampilkan wajah lain yang tak dia kenali.

"Boleh minta tolong ambilkan cermin?" tanya Fia sambil menatap ke arah cermin tadi dengan lamat.

"Woke" balas Yara dan dengan gerakan santai dia mengambil cermin yang tak jauh darinya. Dengan raut wajah heran Yara menyerahkan cermin tadi dan di terima oleh Fia dengan ragu.

Fia menatap pantulan di cermin tadi dengan raut wajah kosong.

"Ini bukan wajah gue" batin Fia sambil menatap tak percaya ke arah wajah yang terpantul di dalam cermin.

"Lu kenapa Lis?" tanya Yara dengan raut wajah heran.

"Bisa keluar sebentar? Saya ingin istirahat, kepala saya tiba-tiba sakit" ucap Fia dengan formal dan tangan menyentuh dahinya yang tiba-tiba berdenyut nyeri.

"Lu gak apa-apa? Mau gue panggilin dokter lagi?" tanya Rangga dengan raut wajah cemas.

"Tidak perlu, saya hanya ingin istirahat" balas Fia dengan mata tertutup tenang.

"Oke, istirahat yang tenang. Gue sama Yara ada di luar kalau lu butuh sesuatu" ucap Rangga pengertian dan mulai menarik tangan Yara keluar dari dalam ruang inap Fia.

"Tapi-" ucap Yara terpotong oleh perkataan Rangga.

"Jangan batu, dia butuh istirahat" ucap Rangga sambil menatap tajam Yara.

"Oke" balas Yara dengan lesu dan mengikuti langkah Rangga tanpa protes.

Fia kembali membuka matanya. Dengan raut wajah tak percaya dia menatap ke arah pantulan bayangan di dalam cermin.

"Ini gak masuk akal" ucap Fia dengan mata menatap ke arah depan dengan sorot mata tak percaya.

"Mustahil bisa berpindah jiwa dan masuk ke dunia novel?" monolog Fia dengan raut wajah rumit.

Dunia Novel (Sudah DiTerbitkan) Where stories live. Discover now