11. Kepergok

1.7K 340 26
                                    

Kedatangan Opung ke Jakarta tentu saja disambut antusias oleh dua adik perempuan Erina, Viona dan Vayana yang berbanding terbalik dengan Erina. Gadis yang hampir di pukul dengan tongkat Opungnya itu terlihat panik bahkan memilih untuk tidak ikut sarapan karena terus berlindung di balik punggung Papanya.

"Gak capek berdiri kamu? Duduk sana di sebelah Buna," ucap Papa. Erina yang masih setia memegang kedua bahu Papanya menggeleng sambil sesekali mencuri pandang ke arah Opung.

"Benar kau tak mau resign?" tanya Opung setelah hampir setengah jam tidak mengajak Erina bicara.

"Gak mau, Opung. Lagian aku juga gak apa-apa," jawab Erina. Perjuangannya untuk menjadi pramugari bukan hal yang mudah dan tentu dia tidak akan melepaskan profesinya begitu saja.

"Aku juga udah ngomong sama Erina, Pa, kalau memang dia gak mau resign, segera urus pernikahannya dengan Arsa," ucap Papa.

"Yang kemarin seriusan Pa? Beneran? Gak bisa tahun depan aja nikahnya?" Erina mencecar Papanya dengan pertanyaan.

"Bisa, kalau kamu resign dari pekerjaan kamu," jawab Papa dengan santai.

"Pa--"

"Gak ada negosiasi. Itu keputusan yang tepat. Kamu gak resign, tapi segera menikah dengan Arsa."

"Untung di Arsa dong, Pa. Udah dapat spek cewek cantik paripurna, bisa buka segel surga duniawi juga," ujar Erina dengan polos.

"Erina!" Buna melotot memberi peringatan sambil melirik kedua adik kembar Erina yang masih makan dengan lahap.

"Tapi kalau gituan pas pertama kali canggung gak sih, Pa?"

Mendengar pertanyaan itu, Papa langsung tersedak.

"Enggak ya? Buktinya anak Papa setengah lusin. Kalau Aku mau anaknya selusin bisa kan? Ya kalau bibitnya Arsa lebih bagus dari Papa sih," ujar Erina lagi.

"Mau anak kau lima lusin juga tak masalah, bibit nya Arsa pasti bagus. Yang diragukan itu bibit dari kau, Erina."

"Kok malah aku, Opung? Opung meragukan bibit dari Papa dan Buna?"

"Papa dan Buna kau bagus, tapi kau yang tak bagus."

"Berarti karena ada bibit Opung yang gak bagus nurun ke aku," ucap Erina tanpa beban.

"Kau bilang apa?" Opung mengacungkan tongkatnya sedangkan Erina langsung bersembunyi di balik punggung Papanya. Buna yang melihat itu hanya bisa menghela napas, memang susah kalau 3 generasi Nasution sudah berkumpul.

"Papa, tolong," rengek Erina pada Papanya.

"Tapi Erina, sekali lagi kau dapat insiden dalam pekerjaan kau, saat itu juga aku kirim surat resign, dan jangan membangkang," peringat Opung penuh ancaman.

"Iya Opung, iyaa. Tongkat ajaibnya bisa diturunkan gak Opung?" jawab Erina dengan pasrah. Opung menghentakkan tongkatnya ke lantai lalu berdehem pelan. Erina menghela napas lega kemudian menegakkan tubuhnya.

"Setelah ini kau temani aku ke rumah Iren, jangan coba-coba bilang sama dia atau maskapai kau ku hancurkan," ucap Opung.

"Oke Opung."

Sorry, Ren. Gue harus melindungi diri kali ini.

Perasaan Erina mendadak tidak enak, dia hanya berharap Iren tidak melakukan hal yang aneh-aneh. Masalahnya selama ini jika Opung melakukan kunjungan dadakan ke Jakarta, ada saja hal yang menguji mental terjadi.

🧨

"Opung gak mau aku aja yang nyetir?" tanya Erina saat mereka sudah berada di carport. Erina agak ngeri, usia Opung tidak muda lagi akan tetapi masih ingin mengendarai jeep.

The Nasution'sWhere stories live. Discover now