Tanpa meminta izin, Gio langsung duduk.
"Akhirnya ketemu di sini, Afi," kata Gio sambil memasang senyum khas yang sudah lama sekali tidak Afi lihat. "Maaf kalau gue tiba-tiba datang. Baru kali ini ada waktu."
"Gio? Gimana caranya lo tahu kalau gue ada di sini?" Afi masih tidak percaya.
"Kebetulan gue lewat kafe sini, deket rumah lo, kan? Dibantu Pia juga tadi, tuh, di depan pintu." Gio menoleh ke arah Pia dan teman-teman yang mengintip dari pintu.
Cepat-cepat Pia menarik teman-temannya menjauh dari kafe saat ketahuan, memberikan Afi dan Gio waktu berdua.
"Gimana kabar lo, Afi? Baik?"
Afi mengangguk. "Lo sendiri? Sekarang udah jarang aktif di medsos ya. Bahkan Rofira nggak pernah posting apa pun tentang lo," katanya sambil menyenggol sedikit cewek yang sekarang menjadi lebih berwibawa itu.
Gio tersenyum sambil manggut-manggut. "Iya soalnya gue mau hubungan gue sama Ofi full private aja sampai hari H."
Refleks Afi mengerjapkan mata. "Masih sampai sekarang?" Dia keceplosan bertanya.
Alis Gio naik. "Ya." Dia pun tersadar, seketika memperbaiki posisi duduk. "Afi, tujuan gue ketemu lo di sini sebenernya sekalian mau kasih ini." Tangannya terulur ke saku untuk mengeluarkan sebuah undangan dan meletakkannya di atas meja.
Dua buah nama yang dijadikan satu terpampang jelas di bagian depan undangan tersebut.
GIOFI.
Afi memaksakan senyum.
"Kalau lo berhasil belajar suka sama Rofira Gi, kasih gue tanda untuk berhenti berharap lo bakal balik," ucapnya di hari pengumuman peringkat dulu tepatnya di bulan Desember tahun 2021.
"Gu-gue turut seneng Gi." Afi memaksa dirinya berkata, meskipun matanya tidak bisa bohong karena kecewa. "Lo ... berhasil?"
"Ya, awalnya memang berat, gue sering berantem sama Ofi, sampai dia sering sakit-sakitan, tapi sekarang udah, Alhamdulillah aman. Ofi udah nggak cemburuan lagi, udah bisa kasih gue ruang." Gio tersenyum lagi. "Makasih Afi, berkat saran lo, ternyata gue bisa temuin Ofi yang sebenarnya. Gue bisa bantu Ofi keluar dari keras kepala, egois, dan yang maunya harus sempurna. Dia lebih bahagia sekarang."
"Iya, kelihatan dari setiap postingan-nya di medsos." Afi meneguk saliva, masih meratapi undangan Gio dalam-dalam. Tidak bohong, ada sesuatu yang menusuk di dadanya sekarang. Afi mencoba mengatur napas sebelum akhirnya melanjutkan topik.
"Lo ... keren banget ya, Gi. Nggak pernah muncul, sekali muncul malah kasih undangan, gesit banget," puji Afi dengan sedikit sindiran berkedok candaan.
Gio tertawa kecil. "Jangan bilang lo nungguin gue, Afi?" tanyanya, dibaluti nada bercanda yang sama.
Ada yang berubah. Gio sekarang memanggil Rofira dengan panggilan Ofi, sementara Gio tetap menyebut "Afi" secara lengkap, bukan lagi "Fi".
Masih dengan balas bercanda, Afi memaksakan tawa, "Enggak kali Gi. Buat apa? Lama banget loh kalau hampir tujuh nungguin lo. Nihil juga ternyata." Luka kering yang sudah lama terpendam akhirnya terbuka kembali. Gio berhasil membuat Afi berharap dan putus asa dalam satu waktu. Kemunculannya malah jadi merusak prinsip bahwa harapan itu tak lagi ada, menjadi ada, lalu dibanting keras jatuh ke tanah.
Gio manggut-manggut. "Syukurlah, takut aja kalau lo cap gue sebagai orang yang banyak omong kosongnya doang."
Dalam hati Afi menjerit, Memang!
"Udah, itu aja yang mau gue sampaikan Afi. Gue masih ada urusan lain. Datang ya ke acara nanti." Gio berdiri. "Terima kasih banyak atas semuanya. Gue harap, lo lebih bahagia." Pria itu pun beranjak pergi dan meninggalkan kafe tanpa menoleh.
YOU ARE READING
GIOFI (TERBIT)
Teen FictionSyafika dituntut untuk menjadi seperti kakaknya yang sukses di dunia kerja. Dia harus meraih nilai sempurna, peringkat satu setiap semester, dan mempertahankan beasiswa. Tentu saja dia merasa tertekan. Sisi monster dalam dirinya ingin mengamuk, teta...
● EPILOG ●
Start from the beginning
