38.Eksekusi

Mulai dari awal
                                    

"Nggak kelihatan ya?" tanya  Geo sada Naira sedang kesusahan meninggikan badannya agar bisa membaca apa yang sedang Mery kerjakan.

Naira menggeleng cepat.

"Bilang dong. Sini pindah tempat." Perkataan Geo lansung dituruti. Naira beranjak hendak jalan untuk pindah tempat.

"Kok tumben pakai rok gitu?" tanya Geo baru sadar saat Naira berjalan ke sampingnya. Naira hari ini memakai rok megar selutut dengan di padu kemeja kancing crop berwarna putih.

"Kenapa? jelek ya?" tanya Naira memberikan tatapan maut.

"Cantik." Geo tersenyum membuat Naira tersipu malu.

Sementara Mery mendengar semua itu, ia mengetik sambil pura-pura muntah.

"Buset dah lu berdua kalau mau mesra-mesraan jangan disini napa. Ayok kerjain dulu tugasnya!" sambung mery kesal.

Naira dan Geo hanya tertawa kecuali lalu kembali mengerjakan tugas acara.

"Permisi," Setengah kepala Kavi muncul membuat mereka bertiga yang tadinya fokus menatap layar laptop jadi menghadap ke pintu, melihat sumber suara.

"Masuk Kak," ucap Geo ramah.

"Maaf gue telat tadi macet."

"Macet? Bukannya tadi kita lihat Kavi ke parkiran ya Nai?"bisik Mery ke telinga Naira dengan tatapan curiga. Naira tidak merespon walaupun ia juga merasa aneh.

***

Sekitar 2 jam mereka berempat mengerjakan tugas di sekre. Kini jam menunjukkan pukul 18.10. Suasana di lantai 4 sangat sepi dan senyap. Ruang sekre sebelah juga tidak ada suara yang menandakan tidak ada kehidupan disana. Mungkin mereka semua sudah pulang, atau sedang sholat magrib sekalian pulangnya malam malam.

Geo sedang bersiap untuk pergi, ia baru ingat ada janji dengan Mark di parkiran. Ia tampak sibuk mencari sesuatu di sekitar.

"Cari apa Kak?" tanya Mery yang sedari tadi melihat Geo celingak-celinguk mencari sesuatu.

"Hp."

"Waduh dimana ya,"sambung Geo menggurutu. Geo memang jarang sekali membuka hp di kampus, paling-paling  Hp-nya digunakan sesekali saja untuk WhatsApp orang. Sebab dari itu  Geo baru tersadar ponselnya tidak ada.

"Coba terakhir taruhnya dimana?" tanya Naira sambil ikut mencari ponsel Geo.

"Lupa."

Geo menghela nafas sejenak, Kemudian melirik jam lagi.

"Bisa telat gue." Geo bergumam dalam hati. Ia memutuskan untuk pergi tanpa menemukan ponselnya.

"Gue pergi dulu ya. Mau ketemu teman," ujar Geo berpamitan sambil menggendong ranselnya.

"Terus hp lu gimana?" tanya Mery.

"Ntar gue cari paling ketinggalan di kelas." Geo sudah berada di depan pintu dan sedang memakai sepatu.

"Nanti balik kesini lagi nggak?"

"Balik lagi kok. Jangan kangen ya," balas Geo menengok ke belakang dengan nada super lembut.

"Anjir kok ngomong ke elu sama ke gue nadanya beda si Nai? Kalian sudah jadian ya?" tanya Mery berbisik kepada Naira.

"Enggak usah bikin gosip deh Mer."

Beberapa menit kemudian, Ponsel Mery mendapat notifikasi dari Geo. Dengan sigap ia membukanya.

[Hp gue sudah ketemu, tolong ke parkiran gedung B Mer. Ada sesuatu yang harus di ambil nih]

"Eh Kak Geo suruh gue ke parkiran lagi, katanya ada yang harus gue ambil." Mery bersuara tidak merasa ada keanehan dari chat itu.

"Lah terus gue gimana?" tanya Naira kecewa.

"Kan ada Kak Kavi."

Naira reflek melirik ke arah Kavi yang memasang wajah datar. Memang sedari mereka di sekre Kavi tidak berbuat macam-macam namun tetap saja jika harus berduaan dengannya ia tidak mau.

"Mer gue ikut ya." Naira masih membujuk Mery yang sudah bersiap untuk pergi.

"Nggak usah Ra, itu tugasnya bentar lagi selesai," jawab Mery di depan pintu, memakai sendal sekre yang memang ada di sana untuk anggota BEM berwudhu atau sekedar ke kamar mandi.

"Tapi Mer..."

"Lu takut? Tenang kan ada Kak Kavi. Lagian gue bentar doangan kok," potong Mery memegang kedua bahu Naira.

"Sudah ya gue pergi dulu bye, jagain Naira ya Kak Kavi. Dia emang penakut."  Mery melambaikan tangan kepada Naira serta Kavi yang duduk di dalam sekre. Naira hanya bisa menatap punggung Mery yang lama kelamaan hilang. Koridor sekre sangat sepi, tidak ada orang sama sekali.

***

Semenjak kepergian Mery, Naira pindah tempat duduk di pinggir pintu sedangkan Kavi duduk di sebrang Naira sambil menyender tembok. Mery atau Geo tidak kunjung datang padahal sudah sekitar sepuluh menit berlalu. Naira masih was-was melirik ke arah Kavi berkala takut ia bertingkah aneh-aneh lagi.

"Sudah belum ngecek nya?" Kavi mulai bersuara. Suaranya yang menggema di ruang sekre itu membuat bulu kuduk Naira merinding.

Naira mengangguk pelan tanpa menengok ke arah Kavi.

"Coba sini gue lihat," kata Kavi berdiri dan hendak mendekati Naira.

"Nggak usah kesini!" Teriakan Naira membuat Kavi otomatis duduk kembali. Naira maju beberapa langkah, lalu mengulurkan tangannya untuk memberikan  laptop. Namun saat Kavi mengambil laptop itu dan meletakkannya di lantai tiba-tiba Kavi menarik lengan Naira dengan sangat keras sehingga membuat Naira terjatuh di pelukannya.  Naira mencoba berdiri tapi Kavi menahannya. Kemudian Kavi menyelipkan rambut Naira di belakang telingannya.

"Lu mau ngapain!" seru Naira sambil melebarkan mata

"Sepi ni, kita main yuk," bisik Kavi tepat di telinga Naira.

"Pergi!" teriak Naira dengan wajah memerah.

"Sttt jangan galak-galak." Tangan kanan Kavi merangkul Naira.

Naira menarik tangannya hingga merah. Ia tidak peduli dengan lengannya yang merasakan nyeri yang penting dirinya bisa lepas dari Kavi.

"Nggak usah ngelawan kaya gitu Ra," ucap Kavi dengan datar.

DAG!

Naira akhirnya terlepas dari Kavi dan jatuh berbaring sebab Kavi tiba-tiba melepaskan pegangannya dan Naira menarik badannya kuat. Ia merasakan sisi kanan badannya sakit tapi itu tidak membuat Naira diam saja. Ia memaksakkan diri, menyeret kakinya untuk meraih knop pintu. Tapi sialnya pintu itu seperti terkunci dari luar.

"Kamu ngak bisa kemana-mana Naira," ucap Kavi tersenyum bengis.

Positif!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang