4 - Gadis Jerapah

124 43 1
                                    

"DUDUK di belakang lagi, Gadis Jerapah?"

Saat kali pertama mendengar ledekan itu, Gadis Jerapah dalam suara cempreng remaja tanggung, Niv terpaku di tempat. Sementara sang pelaku, Alder, terrtawa lepas bersama teman-temannya, menunggu reaksi dari umpan yang mereka lempar. Lidah Niv yang terlalu kelu pun tak menghasilkan respons yang diharapkan untuk menutup mulut mereka.

Selama berminggu-minggu, Niv membiarkan Alder menjadikannya bulan-bulanan. Teman dekatnya saat itu, Bri, sesekali melawan dan memicu keributan yang menyeret keduanya ke ruang guru. Walau Bri tak keberatan menjalani detensi, Niv merasa bersalah karena membiarkan temannya terlibat masalah yang semestinya dia hadapi.

Di sisi lain, Niv penasaran mengapa, di usia 14 tahun, tubuhnya memutuskan tumbuh kelewat cepat. Pada pemeriksaan rutin bersama Donna, puncak kepalanya sudah melewati angka 1,6 meter. Dokter juga mengatakan kondisi kesehatannya baik-baik saja.

"Barangkali faktor genetik," ujar sang dokter sambil mengecek hasil tes. "Apa ayahnya punya fisik yang tinggi tegap?"

Tak ada tanggapan dari Donna. Sang ibu lantas mengajaknya makan di restoran cepat saji favorit mereka. Bertahun-tahun kemudian Niv menyadari Donna selalu mengubah topik pembicaraan saat ada yang menyinggung kata ayah. Lalu, mengutip salah satu meme populer, dia terlalu takut untuk menanyakan keberadaan sosok yang absen sejak dia kecil.

"Apa aku perlu bicara dengan ibu Alder supaya dia berhenti mengejekmu?" Donna menawarkan ide selepas sarapan. "Rose bilang anaknya sampai ditegur gara-gara bela kamu terus di kelas."

Niv mengedik. "Kenyataannya aku murid paling jangkung di kelas, Ma. Malah mungkin di sekolah. Alder juga enggak main fisik sama aku."

"Tapi bukan berarti kamu pasrah menerimanya. Kalau dibiarkan, sikap Alder bakal menjadi pembenaran di mata anak lain buat melakukan perundungan, bahkan ke tingkat yang lebih parah."

"Terus gimana? Gimana caranya aku harus balas tanpa memperkeruh keadaan?"

Sang ibu mengalihkan tatapan dari bak cucian piring. "Is he lack of something?"

Menurut Donna, Alder barangkali melontarkan ledekan tersebut karena dia punya kekurangan yang justru dimiliki Niv. Tinggi badan. Kalau berdiri berdampingan, kepala Alder sepantar dengan telinga Niv. Di sisi lain, Donna melarang putrinya membalas Alder dengan hal-hal berbau fisik.

"Saat mengolok-olok fisik seseorang, secara tak langsung kamu menyakiti harga dirinya juga," Donna menambahkan. "Jadi jangan, jangan membalas dengan cara yang sama. Berikan sesuatu yang bisa membuat mereka intropeksi dan menjadi pribadi lebih baik."

"Meski balasannya tetap menyakitkan?"

"Akan selalu ada harga yang harus dibayar, Sayang."

Maka, satu bulan berikutnya Niv habiskan untuk mengamati Alder. Dia juga meminta Bri menahan diri melakukan hal-hal impulsif kala Alder beraksi. Hingga di akhir semester, saat nilai ujian menjadi pembicaraan hangat di antara guru dan murid, Niv mendapatkan ilham dan menunggu momen tepat untuk melancarkan serangan.

Hari itu tiba di hari terakhir sekolah sebelum musim panas.

"Hei, Gadis Jerapah," suara cempreng itu menggema di lorong kala Niv mengambil sisa barang di loker, "how's the weather up there?"

Niv menutup pintu loker dengan bantingan keras yang mengejutkan murid-murid di sekitarnya. Dia berbalik ke belakang; beradu pandang dengan Alder. Seringai itu—Niv memastikan hari ini akan menjadi kali terakhir sosok itu berani menunjukkannya.

"The weather?" Niv setenang mungkin menoleh ke kanan dan kiri. "Too bad, the temperature is going low real fast.

"Just like your grades this semester, Alder."

I Never Signed Up for ThisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang