1 - Tiga Puluh

640 80 14
                                    

FOR him, I'm gonna learn how to climb a tree.

Lip cream yang sedang Niv oleskan pada bibir atas nyaris mencoreng pipi gara-gara membaca cuplikan pesan dari Esther. Gadis itu tak kuasa menahan tawa, lalu menyambar ponsel untuk mengetikkan balasan.

[Niv] Ini judul fanfic baru yang kamu ceritain kemarin?

[Esther] Ih, bukan, ini kalimat pembukanya. 

[Niv] Setinggi apa, sih, Alder sampai pengen kamu panjat gitu.

[Esther] Hampir sepantar kamu. 1,74 meter.

Niv berdecak, lalu merapikan polesan lip cream merah tua yang menyaput penuh bibirnya. Setelah itu, dia mematut diri di hadapan cermin; memgamati tubuhnya yang terbalut dalam black collar midi dress. Sementara sheer stocking menutupi kedua kakinya yang jenjang. Selepas memasangkan ankle boots dan mengencangkan kunciran rambut, Niv mengambil mantel beige dan handbag kesayangannya.

Di bawah anak tangga, seorang perempuan paruh baya menunggunya sambil berkacak pinggang. Berbeda dari Niv, sosok itu mengenakan pakaian dengan warna yang lebih menyala: merah cabai dan emas yang diredam cokelat dari rambut panjangnya yang tergelung. Namun, penampilannya jauh dari kata norak. Elegan, begitu yang tersirat dalam benak Niv.

"Kita mau dinner buat ulang tahunmu, tapi kamu malah kayak mau ke pemakaman."

"Ma, sebagian besar dress pestaku masih di apartemen Esther. Dia kirim weekend nanti." Niv mengaitkan lengannya pada Donna, sang ibu. "Yuk pergi. Aku penasaran sama restoran yang Mama bilang beef wellington-nya enak selangit."

"Oke, kita pergi pakai mobilmu."

Di luar rumah, langit malam telah menaungi Ruanne dengan taburan bintang yang jarang Niv lihat di kota besar. Kapan kali terakhir dia mengamati pemandangan tersebut dengan mata telanjang? Ingatannya bahkan tak menyimpan memori tersebut.

"Niv, reservasi kita tinggal setengah jam lagi. Melamunnya ditunda dulu." Donna melongok dari kursi pengemudi. "Teman-temanmu bukannya mau video call? Kabari mereka supaya kita bisa dinner bareng."

Niv dengan cepat masuk mobil dan menempati kursi di samping Donna. Aku sama Mama on the way restoran, siap-siap, ya. Sedetik kemudian, pesan tersebut dikirimnya kepada Esther dan Fleur, kedua sahabatnya di Newsbay.

Dilepasnya napas panjang. Tiga puluh. Sekitar 18 jam lalu, Niv resmi memasuki usia kepala tiga. Berbeda dari yang diharapkannya saat berusia 17 tahun, Niv belum menikah, apalagi punya dua anak. Kini, dia berstatus sebagai mantan jurnalis majalah hiburan yang nekat pulang ke kampung halaman demi menemani sang ibu untuk meneruskan bisnis kecil.

Setidaknya, itu yang Niv perlihatkan di permukaan.

Di dalam sana, di dasar hatinya, ada pilu yang belum bisa Niv bagikan kepada siapa pun, termasuk sahabat-sahabatnya maupun ibunya. Rahasia itu, barangkali, akan dia bawa sampai ke liang lahat nanti.

*

Sejak kecil, Niv terbiasa dengan kehidupan Ruenne yang tenang; jauh dari hiruk pikuk kota besar seperti Newsbay. Hampir setiap rumah yang dia susuri memiliki halaman luas dan pepohonan rindang. Menjelang musim panas, dia menghabiskan waktu di pantai yang terletak sekitar lima kilometer dari tempat tinggalnya.

Namun, pandemi telah mengubah Ruenne menjadi kota kecil modern. Sepanjang perjalanan, Niv mendapati sejumlah kedai, butik, hingga minimarket yang tadinya harus mereka jangkau ke kota terdekat seperti Fallsbridge. Mobil-mobil yang lalu lalang pun semakin bertambah jumlahnya.

I Never Signed Up for ThisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang