2 - Tamu Misterius

173 53 2
                                    

BUTUH seminggu bagi Niv membiasakan diri dengan ritme kehidupan Newsbay. Sebagai kota megapolitan, Newsbay nyaris tak menyisakan kesunyian walau hanya semenit. Klakson mobil, sirine ambulans dan pemadam kebakaran, hingga teriakan demonstran menjadi lagu pengantar tidur Niv selama sewindu terakhir.

Maka wajar tubuhnya 'terkejut' kala Ruenne senyap sebelum tengah malam. Sesekali, Niv mendengar mobil melintas, kadang diselingi langkah kaki. Semestinya situasi seperti ini memudahkan gadis itu tidur, bukan membuatnya semakin terjaga berjam-jam...

...sampai pukul tiga pagi.

Diceknya ponsel untuk kesekian kali. Setelah pesan terakhir dari Donna, belum ada kabar lanjutan tentang tamu misterius yang membuat ibunya super siaga. Dari kalangan mana tamu itu berasal? Pejabat? Perdana menteri? Petinggi perkumpulan rahasia? Niv ragu dia akan terlelap sebelum bisa memecahkannya.

Mendadak, sesuatu menggelitik tenggorokan dan membuat Niv terbatuk. Kala tangannya meraba nakas, dia baru menyadari tak ada gelas berisi air putih yang biasanya disiapkan sebelum tidur. Botol airnya juga kosong. Niv tak punya pilihan selain turun ke lantai dasar dan mengambil segelas air.

Itu pun berarti dia harus melewati lantai dua yang ditempati sang tamu.

Lima menit. Niv butuh waktu paling cepat lima menit untuk turun, menyiapkan air minum, lalu naik ke kamar. Penerangan remang bukan masalah, dia sudah terbiasa melewati gang-gang sempit di Newsbay di malam hari.

Sebelum batuknya bertambah parah, Niv melangkah cepat membuka pintu, menuruni anak tangga dua-dua dan memfokuskan tatapannya sampai menangkap pintu yang mengarah ke dapur.

Niv kini meraba-raba rak atas untuk mengambil gelas. Perlahan, dia menyeret kaki ke dispenser; menekan tombol air hangat. Namun karena terburu-buru menarik gelas, Niv malah menjatuhkannya dan membuat isinya tumpah.

"Jangan sekarang," umpatnya setengah berbisik. Alih-alih mengambil gelas, Niv bergeming dalam posisi jongkok kala mendengar suara pintu terbuka. Bukan dari kamar Donna; sang ibu bukan tipe orang yang mudah bangun gara-gara mendengar gelas jatuh.

Niv mebelalak. Tamu itu?

Gemetar, Niv berupaya meraih gelas, tetapi lantai licin malah menggelincirkan tubuhnya. Otaknya mendadak memutuskan berhenti berfungsi saat menyadari langkah kaki dari anak tangga mendekat. Niv tak pernah membayangkan skenario seburuk ini untuk menyambut tamu.

Langkah itu berhenti dan Niv dapat menebak sosok ini tengah mengamatinya dengan tatapan menghakimi.

"Dua menitku terbuang sia-sia hanya untuk melihat kekacauan ini?"

Bisakah lantai ini menarikku ke dasar bumi, pikirnya. Namun, suara dalam dari sosok itu seketika menyingkirkan rasa malu. Niv pernah mendengarnya di suatu atau barangkali sejumlah tempat. Kedua tangannya perlahan menopang tubuh atas; mencoba menggali ingatannya. Nama-nama muncul dan tenggelam dalam memori; berupaya menyesuaikan dengan suara itu.

"Butuh bantuan?" Kini, terdengar sekilas kekhawatiran pada suara tersebut.

"No, I'm good." Niv mencuri pandang dari balik pundak. Di bawah redupnya lampu dapur, sosok itu, seorang pria, berdiri dengan tatapan malas. Rambutnya mencuat ke berbagai arah. Hanya lewat satu kali pindai, Niv mengenali figur tersebut; memicu keterkejutan baru yang membekukan tubuhnya sekali lagi.

Alder?

*

12 jam sebelumnya.

"Beritanya semakin menggila, Alder. Aku sampai pusing mantau setiap headline baru." Ben memijiti kening, lalu kembali mengamati tablet-nya. "Foto-fotomu dengan Sol—"

I Never Signed Up for ThisWhere stories live. Discover now