3 - Reuni

135 49 7
                                    

TERJAGA satu jam setelah berhasil terlelap adalah hal terakhir yang ingin Alder alami selepas melewati perjalanan panjang.

Bunyi benda jatuh bukanlah apa-apa dibandingkan pekikan penggemar atau teriakan para fotografer yang memaksanya berpose. Meski begitu, Alder tetap terganggu. Tubuhnya, seperti pikirannya, memerlukan sedikit waktu untuk beradaptasi sembari mencerna rangkaian peristiwa yang terjadi begitu cepat dalam 12 jam terakhir.

Maka saat menemukan seorang perempuan terbaring menyamping dengan gelas dan genangan air di lantai di dapur, Alder menyesali keputusannya keluar kamar. Apalagi Ben memintanya menunggu sampai besok untuk mendiskusikan kesepakatan dengan Donna.

"No, I'm good," sahut gadis itu saat Alder menawarkan bantuan. Tak ingin menyita waktu, pria itu memutuskan kembali ke lantai dua. Akan tetapi, kakinya tertahan kala dia menangkap lirikan singkat dari sosok di hadapannya.

Mereka bergeming sampai gadis itu berdiri dan menyambar gelas kosong. Dengan langkah terhuyung, dia berjalan ke pintu di samping rak untuk mengambil cleaning map dan mulai membersihkan lantai dapur.

"Maaf kalau aku membangunkanmu. Silakan kembali ke kamar, biar aku yang bereskan semuanya," kata sang gadis sambil memunggunginya.

"Memang harusnya kamu yang membersihkan kekacauan ini. Aku hanya turun untuk mengecek."

Respons Alder rupanya memancing reaksi sang lawan bicara. Gadis itu menoleh lagi padanya, kali ini penuh penghakiman. Dia tampak ingin mengatakan sesuatu sebelum menggeleng dan meneruskan mengepel.

Alder sadar dia sebaiknya naik ke kamar. Berinteraski terlalu lama dengan orang asing berpotensi mengancam posisinya yang sedang tak menguntungkan. Diseretnya kaki menuju anak tangga sebelum dia berubah pikiran.

Belum sampai ke puncak tangga, Alder berhenti. Suara gadis itu familier, di mana dia pernah mendengarnya? Apa mereka sempat bertemu, mungkin di fan meet atau sesi wawancara? Kakinya meniti anak tangga lambat-lambat sementara memorinya bergerak cepat mencari identitas gadis itu dalam ingatannya. Namun hingga sampai di kamar, Alder tak menemukan informasi tersebut dan memutuskan mengabaikannya.

*

"Rise and shine, Alder. Satu jam lagi masuk waktu makan siang."

Suara Ben yang diikuti limpahan cahaya dari jendela mengejutkan Alder yang belum rela melepas selimut. Memasuki musim gugur, udara dingin semakin cepat menggigiti tubuh. Alder menyangka cuacanya tak akan jauh berbeda dari Newsland. Sayangnya, dia lupa Ruenne dikelilingi area pegunungan dengan populasi penduduk yang, walau sudah bertambah sejak kali terakhir dia mampir, tak sepadat di kota besar.

"Donna berbaik hati meluangkan waktu setelah makan siang demi kamu. Bangun, bagun!" Kini, Ben menarik paksa selimutnya hingga lepas dari rengkuhan Alder. Kadang publisisnya lebih rewel dibandingkan mendiang ibunya. "Kalau pengin cepat pindah ke paviliun, sebaiknya kamu bersihkan tubuh dan temui kami di ruang makan."

"Oke, beri aku tiga puluh menit."

Sepeninggal Ben, Alder memaksa dirinya masuk ke kamar mandi. Pecikan air hangat dari shower menyentaknya beberapa kali sebelum otot-otot tubuhnya merasa rileks. Sepuluh menit berselang, Alder bergegas keluar untuk mengambil sweatshirt dan celana jeans di tumpukan teratas koper, lalu cepat-cepat mengenakannya.

Saat menuruni tangga, Alder diam-diam berharap gadis yang ditemuinya semalam ada di ruang makan. Barangkali melihat wajahnya di bawah pencahayaan yang lebih baik membantunya mengingat sesuatu. Namun, lagi-lagi Alder menelan kekecewaan, sebab hanya ada Ben dan Donna yang menempati kursi-kursi di ruangan tersebut.

"Bagaimana tidurmu semalam?" tanya Donna sembari menyajikan sepotong lasagna untuknya. "Semoga nyaman walau kami buru-buru menyiapkan kamarnya."

"Bukan salah Anda juga, Nyonya. Kami yang mendadak ke sini." Ben menyahut. "Jadi, bisa kita bahas kesepakatannya? Apa ada poin-poin yang ingin Anda tanyakan?"

I Never Signed Up for ThisWhere stories live. Discover now