Self reward - 27 Desember 2019

Start from the beginning
                                    

Dan terkadang sedikit membuatku iri. Bagaimana rasanya punya kakak atau adik? Aku memang bukan anak broken home atau semacamnya, kasih sayang dan perhatian dari kedua orang tuaku sudah cukup, tapi membayangkan punya saudara sekandung seperti mereka sepertinya akan jauh lebih menyenangkan.

"Omong-omong, udah jam sepuluh nih. Waktunya deeptalk."

Sontak kepalaku melirik jam beker yang terletak di nakas. Benar saja, jam menunjukkan pukul sepuluh lewat lima menit.

"Oke. Karena sekarang kita lagi nginep dirumah Renjana. Jadi silahkan Jana duluan yang bicara. Setuju, gak?"

Nayya selaku moderator ala-ala menyampaikan saran. Yang diangguki oleh Nisha, Kayla, Puspa dan Adhia.

Aku duduk menekuk lutut seraya mendongakkan kepala, tengah berpikir harus menyampaikan hal apa. Karena jujur keseharianku sebulanan ini terasa lancar-lancar saja.

"Aku gak ada masalah sih, sebulanan ini. Paling stress ngerjain matematika, fisika, sama kimia waktu ulangan kemarin."

"Aku ada info soal Radipta, sih, sebenernya." Nayya menyaut. "Gak papa, nih? Ngomongin cowok?"

Kayla mengangguk. "Ya gak papa, lagian Renjana juga bingung mau bahas apa lagi."

"Ini mungkin bakal bikin kamu sakit hati. Tapi menurutku kamu harus tau." Nayya yang duduk tepat di depanku pun memajukan tubuhnya mendekat. "Kamu tau rumah yang pagernya warna biru langit di deket rumahku, kan? Nah, itu rumah mantannya Radipta. Kemarin aku liat mereka boncengan terus pergi entah kemana."

"Radipta punya mantan? Satu sekolah sama kita?" beo Adhia.

Nayya mengangguk. "Mantan satu-satunya. Kayaknya cinlok karena tetanggaan."

Aku dan Kayla saling berpandangan, seakan berdiskusi lewat telepati.

"Rambut ceweknya sebahu bukan?"

Nayya melotot padaku. "Gila. Kamu cenayang?"

Senyum kecut terbit di bibirku. "Waktu itu aku sama Kayla juga ngeliat mereka pulang bareng pas olimpiade sebulan lalu."

Nayya mengangguk. "Namanya Alin. Aku gak terlalu deket sama dia, sih. Kita sering main bertiga pas kecil doang, tapi emang dia sama Radipta akrab sampe sekarang."

Si Gadis, ternyata namanya Alin. Namanya cantik, seperti wujudnya.

"Cantik, sih, emang..." ujarku lirih. "Keliatan cocok juga."

"Apa, sih, Jan? Kamu juga cantik kali." tegur Puspa. "Jangan insecure gitu, deh. Emangnya Radipta secakep Cha Eun Woo sampe kamu ngerasa gak cocok?" sinisnya habis-habisan. Puspa tampaknya akan mejadi haters kedua Radipta, setelah Nayya tentunya.

"Aku setuju sama Puspa, tapi setuju juga sama kamu, Jana. Radipta emang ngeselin, tapi Alin itu sempurna."

Nayya adalah tipikal orang yang jarang sekali memuji orang lain. Jadi kalau ia sudah bicara seperti ini, artinya orang yang dibicarakan memang sesuai dengan omongannya.

"Tapi itu mungkin karena aku gak terlalu deket sama Alin, jadi gak tau sifat jelek yang dia punya gimana. Semua orang pasti punya sisi buruk, kan."

"Setuju." Nisha angkat bicara. "Lagian udah jadi mantan, kan? Harusnya sih udah gak ada apa-apa."

Jentikan jari dari tangan Nayya terdengar. "Nah itu masalahnya. Mereka udah jarang main berdua setelah putus, tapi kemarin entah kenapa mulai deket lagi."

"Tapi bisa jadi, gak sih, kalo Radipta nyuekin orang-orang yang suka sama dia tuh gara-gara dia belum bisa move on dari mantannya?" celetuk Adhia tiba-tiba yang membuat kami semua terkejut.

Satu Cerita Untuk KamuWhere stories live. Discover now