24

417 84 20
                                    

Happy reading❤️❤️



•••••

Satya berhasil pergi ke rooftop rumah sakit. Tubuhnya terasa sangat letih setelah berlari juga beradu mulut dengan kedua orang tuanya. Sejujurnya di sini sangat gelap. Tapi Satya sudah tidak memedulikan ketakutannya dengan gelap.

Sakit.

Sakit fisik dan batin, itu yang Satya rasakan sejak kemarin. Dokter Rudi membawa kabar di waktu yang tidak tepat, di waktu tubuh dan hatinya belum bisa menerima sebuah fakta. Tapi lebih cepat, lebih baik bukan?

"Ini kebenarannya, Satya. Kamu tidak bisa menyangkal bukti di depan kamu ini. Teman Saya sudah melakukan tes ulang bahkan sampai lima kali. Hasilnya sama. 99,98 persen sempel 1 dan 2 berhubungan secara biologis..."

Satya masih tidak bisa menerima kenyataan pahit ini. Mungkin butuh waktu yang lama untuk menyembuhkan lukanya ini.

Lelah, satu kata yang terus terngiang di kepala Satya. Ia benar-benar ingin memejamkannya matanya sekarang juga. Matanya terasa begitu perih karena terlalu banyak menangis juga terasa sangat berat sekarang.

Malam begitu gelap seperti biasa. Satya tadi mengambil tempat duduk yang paling dekat dengan pembatas. Angin sepoi-sepoi malam hari membuat kantuknya makin menjadi. Tangannya, jangan lupa tangan Satya yang robek karena ia menarik paksa selang infusnya. Kini perihnya baru terasa. Satya biarkan tangannya itu tanpa di balut apa pun, padahal hal itu bisa menyebabkan infeksi, darah segarnya juga belum berhenti mengalir.

Saat kepala Satya sudah oleng ke samping, tiba-tiba seseorang datang memberikan sandaran untuk dirinya.

"Selamat malam ganteng..."

Suara manis itu terdengar membuat Satya tersenyum kecil. Matanya tidak kuat lagi untuk terus terjaga.

"Wen..."

Wendy tersenyum karena Satya mengenali suaranya. Wendy meraih tangan Satya yang penuh dengan darah. "Gue obatin ya... biar nggak infeksi..."

Wendy dengan telaten membersihkan darah yang ada di tangan Satya dengan alkohol. Ia membawa kotak P3K sebelum pergi ke atas karena ingat tangan Satya terluka.

Setelah tangan Satya bersih, Wendy pun memberikan obat merah lalu membalut luka itu dengan kain kasa. Tersenyum saat luka itu tertutup dengan rapih.

"Lo kenapa, sat? Ada yang sakit?" Tidak ada jawaban dari Satya, remaja itu sudah tertidur pulas. Bahu Wendy jadi terasa lebih berat

Gadis itu lalu memutuskan untuk memindahkan kepala Satya ke padanya. Agar Satya lebih nyaman juga. Wendy memainkan surai hitam itu.

"Wen, ayo masuk aja. Dingin." Kata Azka. Remaja itu sudah ada di rooftop bersama Wendy sejak tadi. "Satya biar Kaisar yang gendong."

"Duluan aja, kak. Wendy masih mau di sini. Lagian Wendy pake jaket juga." Jelas Wendy, mata gadis itu mencoba meyakinkan kakaknya.

Azka mengangguk. Ia lalu melepaskan hoodie-nya untuk menyelimuti Satya. Menyisakan kaos ablong putih. "Just 15 minutes."

"Thirty."

"Okay, I'll pick you up thirty minutes from now. If something happens, just call me, okay?"

Wendy mengangguk. Azka mengacak rambut adiknya sebelum pergi. Ia mengajak Kaisar untuk ikut turun juga. Mau apa juga Kaisar di sini? Jadi nyamuk?

"Emang nanti nggak masuk angin?" Kekhawatiran itu Kaisar tunjukkan pada Wendy.

"Enggak. Udah kita turun aja... Cemburu ya lo?"

"I...iyalah."

"Udah bukan punya lo." Ucap Azka dengan wajah meledek.

HITAM PUTIH WARNAWARNI [END]Where stories live. Discover now