20. Perubahan DNA

Start from the beginning
                                    

Lima menit berlalu dengan lambat hingga akhirnya ada tanda-tanda baik, tubuh Faenish semakin tenang hingga tidak gemetaran sama sekali.

Tangis Ryn kembali pecah. "Oh syukurlah." Tanpa memedulikan keadaan Faenish yang kotor, Ryn langsung memeluknya.

"Kita masih belum tahu pasti Ryn, efek sampingnya bisa datang kapan saja."

***

Pemulihan Faenish tidak berlangsung lama, dalam beberapa hari ia sudah bisa beraktivitas dengan normal. Namun Drina masih khawatir. Hampir setiap hari, Drina memantau keadaan Faenish.

Bukan hanya Drina, Sarashalom juga ikut panik dengan kondisi Faenish yang beberapa kali terlihat sakit. Alhasil, sekarang Faenish diharuskan untuk beristirahat lebih banyak, olahraga rutin di pagi hari, serta mengurangi waktu membaca buku yang katanya sudah terlalu berlebihan.

Jadwal Faenish pun berubah. Setiap pagi ia harus bangun lebih awal untuk lari berkeliling lahan perkebunan. Ia tidak sendiri. Dengan alasan kesehatan, Evert juga mengajukan diri untuk ikut berolaraga. Bahkan Jovan pun merengek minta ikut bergabung. Maka di sinilah mereka sekarang, berlari menembus udara dingin saat matahari masih mengintip di balik perbukitan.

"Ayo kita balapan," ajak Jovan yang dengan bersemangat berlari mengelilingi tempat Faenish duduk.

"Faenish masih lelah," ujar Evert.

"Kalau begitu kita berdua saja Kak Evert. Kak Faenish bisa menunggu di sini sementara kita berlomba sampai pohon itu."

"Bagaimana kalau sampai di batu itu?"

"Astaga, itu bahkan tidak sampai lima meter jauhnya."

"Untuk apa jauh-jauh jika dengan jarak sependek itu kau tidak bisa mengejarku?" Evert menggoda Jovan lengkap dengan senyuman lebar.

Faenish tak yakin ekspresi bahagia di wajah Evert saat ini hanya dibuat-buat, pemuda itu terlihat begitu menikmati kebersamaannya dengan Jovan. Melihat Evert sekarang, Faenish seperti melihat sosok yang berbeda, Evert yang dikenalnya adalah pemuda pelit ekspresi. Bahkan ketika pemuda itu memainkan peran sebagai pemuda baik-baik yang amnesia di depan semua orang, Evert tidak pernah terlihat lebih hidup dari ini.

Memandangi mereka menjadi kesenangan sendiri bagi Faenish. Jika saja ia tidak mengenal kedua pemuda di depannya, ia pasti akan mengira Evert dan Jovan adalah kakak-adik yang sedang bermain. Kemiripan di wajah mereka begitu kentara dan atmosfir yang tercipta di antara mereka begitu kuat. Tingkah keduanya selalu bisa membuat Faenish menikmati kegiatan lari pagi mereka, walaupun ia sebenarnya tidak terlalu suka berlari, terutama saat udara begitu dingin.

Setiap hari ada saja yang dilakukan Jovan dan kali ini ia menuntut mereka mengambil rute yang lain dari biasanya. "Ini hari libur bagaimana kalau kita sedikit menjelajah," usul Jovan. "Aku ingin mendaki bukit itu."

"Kurasa aku tidak akan sanggup." Faenish memandang ngeri bukit yang ditunjuk Jovan. Jika di tanah yang datar saja Faenish sudah kewalahan, ia tidak berani membayangkan bagaimana ia bisa mendaki tempat tinggi itu.

"Ayolah, kumohon." Jovan mulai merengek-rengek dengan tampang memelas hingga Faenish akhirnya merasa tidak tega.

"Baiklah, baiklah, tetapi kita jalan pelan-pelan."

Detik itu juga Jovan melompat tinggi dan berseru nyaring untuk mengekspresikan kebahagiaannya. Tak cukup begitu, ia juga berlari berputar-putar, kemudian dengan penuh semangat berlari mendahului Evert dan Faenish di jalan setapak yang mendaki ke bukit. Walaupun jalan mulai menanjak, Jovan tidak henti-hentinya berlari ke sana kemari untuk melihat sejenis tanaman, mengejar serangga yang terbang melintas atau mengamati segala sesuatu yang menarik perhatiannya.

ATTACHEDWhere stories live. Discover now