20. Perubahan DNA

8K 1.1K 52
                                    

Di luar gudang, Evert tidak bisa melakukan banyak hal dengan wujudnya saat ini. Ia bukan arwah dalam film-film yang bisa mempengaruhi seseorang dengan meniup atau menggerakkan sesuatu. Ia tidak bisa menyentuh apa pun, seakan ia tidak berada di sini. Ditambah lagi, ia memiliki batas gerak sejauh lima meter dari Faenish.

Saat pagi menjelang, sosok Rael muncul. Pemuda itu melemparkan beberapa bahan ramuan di gudang sebelum berlalu pergi dengan cepat. Tak sampai satu menit kemudian, sosok Jovan terlihat dengan membawa tongkat-tongkat kayu dan peralatan latihan.

"HANTU." Jovan berseru histeris dan berlari dengan panik begitu membuka pintu gudang.

Evert memutuskan untuk memeriksa ke dalam gudang. Ia pun mendapati tubuh Faenish sedang terbaring dalam posisi tidak normal. Badan gadis itu kejang-kejang, sementara kesadarannya sudah hilang.

"Astaga." Kali terdengar seruan Ryn yang mengintip ragu-ragu dari pintu.

Sosok Drina yang berdiri di belakang Ryn segera melangkah masuk dan berjongkok di samping Faenish. Ia mengeluarkan sebuah ramuan dari kotak P3KD yang kemudian disodorkannya ke mulut Faenish.

"Kenapa dia begini?" Ryn ikut berjongkok di samping Faenish. "Ayo kita pindahkan ke—"

"Jangan sekarang Ryn," bentak Drina frustrasi. "Kita bahkan tidak tahu Faenish masih bisa bertahan atau tidak."

"KAU TIDAK BOLEH BERKATA BEGITU. DIA AKAN SELAMAT," teriak Ryn. Air mata yang sudah turun di pipinya sejak melihat keadaan Faenish semakin mengucur deras. Dengan suara yang lebih menyerupai bisikan, Ryn mengulang-ulang kalimat: "Faenish akan selamat, dia akan selamat, dia akan selamat...."

Drina membuang muka, ia sendiri berusaha keras menahan emosinya.

Satu menit berlalu sejak Faenish meminum ramuan R213, tetapi tidak ada perubahan yang terjadi. Dua menit, tiga menit ... Faenish tetap saja kejang-kejang.

"Kita tidak punya pilihan lain," suara Drina terdengar parau.

"Jangan berani-beraninya kau menyerah, kita harus menyelamatkan Faenish!"

Tanpa menggubris perkataan Ryn, Drina meraih sebuah botol lain dalam kotak ramuannya. Ramuan kali ini berwarna cokelat kehitaman dan menggumpal menjijikan.

"Ramuan Tahi Kucing? Kau sudah membuatnya?" seru Ryn.

"Semoga aku tidak melakukan kesalahan dengan membuatnya." Drina sama sekali tidak mengalihkan pandangan dari Faenish. Ia masih bimbang, apakah memberikan ramuan ini adalah pilihan yang terbaik atau justru akan memperburuk keadaan.

"Apa kita punya pilihan lain?" tuntut Ryn. "Lakukan saja apa pun yang bisa kau lakukan, cepat berikan itu kepada Faenish."

Drina berpikir sebentar.

"DRINA," teriak Ryn.

"Maafkan aku Faenish," bisik Drina pelan saat membuka sumbat botol di tangannya. Bau menyengat yang lebih tajam dari tahi kucing segar memenuhi udara. Ryn langsung muntah di tempat. Meski begitu, Drina tetap menyodorkan ramuan itu agar bisa ditelan Faenish.

"Kumohon berhasilah. Kumohon berhasillah. Kumohon berhasillah...." Ryn mengulang-ulang kalimat itu selayaknya mantra. Suaranya pun terdengar aneh karena ia setengah menutup hidung.

Kejang-kejang di tubuh Faenish semakin parah.

Drina dan Ryn mematung di tempat mereka, tak sanggup melakukan apa pun selain berharap sesuatu yang lebih buruk tidak terjadi.

"Faenish tidak boleh mati karena keracunan tahi-tahian," Ryn terisak hebat. "Setidaknya kalau dia harus mati, kita harus memberikan sesuatu yang lebih layak."

ATTACHEDWhere stories live. Discover now