2. Kutukan

15.7K 1.6K 32
                                    

Bau antiseptik tercium jelas. Faenish langsung bisa menebak di mana dirinya berada, bahkan sebelum ia membuka mata. Namun Faenish sendiri tak paham bagaimana ia bisa berakhir di ruang perawatan rumah sakit.

Gambaran Nenek Magda yang sekarat tiba-tiba muncul di kepalanya, sontak Faenish membuka mata.

Belum sempat Faenish melakukan apa pun, ia kembali membeku di tempat. Pandangannya tertuju pada sosok berjubah yang berdiri beberapa meter di dekat kakinya.

Sosok itu adalah sosok yang sama dengan yang dilihat Faenish di perpustakaan bersama Nenek Magda.

Ini buruk. Pikir Faenish.

Faenish mencoba untuk bangkit berdiri, tetapi nyeri di punggung tak memungkinkan niatnya. Ditambah lagi beberapa anggota tubuh bagian kiri Faenish dibalut perban dan terasa sakit.

Ini benar-benar buruk. Sekali lagi pikiran Faenish meneriakkan kegelisahannya.

"Kau sudah siuman?" Suara Sarashalom terdengar bersamaan dengan bunyi pintu dibuka.

Faenish menatap panik ke arah pintu, berharap seseorang akan mencegah ibunya untuk masuk. Entah apa yang akan dilakukan sosok di depan Faenish terhadap Sarashalom jika wanita itu melihatnya.

Namun harapan Faenish sekali lagi tidak menjadi kenyataan. Sarashalom melangkah masuk ke kamar perawatan dan menutup pintu di belakangnya.

Pandangan Faenish langsung mengarah ke arah sosok misterius berjubah hitam. Anehnya, sosok itu tampak tidak peduli dengan kedatangan Sarashalom. Ia justru diam bergeming.

"Ada apa?" Sarashalom berjalan mendekat seraya menatap khawatir ke arah Faenish. "Kau sedang menatap apa?"

Faenish melihat ke arah ibunya dan kembali ke arah sosok berjubah. Sosok itu jelas masih di depan Faenish, mustahil jika Sarashalom tidak bisa melihat sosok yang cukup mencolok tersebut.

Hanya saja, mempertimbangkan status sang sosok berjubah yang adalah Kaum Berbakat, tidak menutup kemungkinan kalau sosok tersebut menggunakan sejenis segel agar tidak terlihat oleh orang lain.

"Er—tidak. Aku baik-baik saja Ma." Faenish memaksa diri berbicara dan berusaha keras mengabaikan keberadaan sosok misterius di depannya.

"Apanya yang baik-baik saja," protes Sarashalom. "Kau terbaring di rumah sakit dengan luka bakar serta memar di berbagai tempat."

Faenish tidak membantah. Ia sama sekali tidak tahu apa yang terjadi setelah kesadarannya hilang. Ia bahkan masih takjub dengan fakta bahwa ia masih hidup.

"Bagaimana Nenek Magda?" tanya Faenish.

Sarashalom menggeleng lemah, raut mukanya semakin terlihat sedih. Tanpa mendengar jawaban pun, Faenish sudah mengerti.

Nenek Magda tidak selamat.

Sarashalom memeluk Faenish dan mengusap kepalanya. "Mama hampir saja kehilanganmu juga."

Badan Sarashalom bergetar dan Faenish bisa merasakan air mata ibunya menetes di puncak kepala. Tanpa bisa ditahan lagi, Faenish juga ikut menangis.

"Mama benar-benar takut ... api sudah membesar saat kami tiba ... ayahmu bahkan hampir tak bisa masuk ke perpustakaan ... Kalau saja kau tidak menelpon ke rumah malam itu, kami akan terlambat menyelamatkanmu." Suara Sarashalom semakin tak jelas diselingi isakan.

Selama sesaat, Faenish melupakan keberadaan sosok berjubah yang kemungkinan besar adalah orang yang paling bertanggung jawab dengan kematian Nenek Magda. Namun mengingat ia mungkin korban selanjutnya, Faenish buru-buru melepaskan pelukan Sarashalom.

ATTACHEDWhere stories live. Discover now