Kencan buta

26 1 0
                                    

Malam ini hujan turun lumayan deras, menciptakan butiran-butiran air yang mengalir di kaca jendela kamar seseorang. Secangkir teh kembali mengepulkan asap, menemani sang pemilik kamar yang sedang asyik memandangi pesona kota dengan hamparan lampu serta derasnya hujan.

"Hallo ma!"

"I'm fine, kita berdua udah makan kok."

"Tugas kuliah lancar dong pastinya, mama gimana hari ini? lagi ngapain sama ayah?" Elsa tersenyum, asik bercengkrama dengan wanita di seberang telepon. Rutiniasnya setiap malam.

Bagi siapapun yang melihatnya, kehidupan sepasang anak kembar itu bisa dikatakan cukup sempurna. Sejak kecil mereka dilimpahkan kasih sayang serta perhatian yang begitu banyak dari orang tuanya. Ayah mereka juga sangat menyayangi mamanya, hingga Elsa dan Ethan tumbuh besar dalam lingkaran kehangatan. Bahkan dari segi ekonomi, mereka berdua adalah anak yang sangat berkecukupan.

Sewaktu-waktu mereka selalu bertanya dalam benak, sebenarnya mengapa tuhan begitu adil dan baik pada keluarga mereka? Seperti yang semua orang ketahui, terkadang kesempurnaan jauh lebih menakutkan daripada menjadi normal.

Setelah puas saling menanyakan kabar, pembicaraan anak gadis dan mamanya itu terhenti seiring dengan habisnya isi cangkir teh di genggaman si anak gadis.

Elsa kemudian berdiri untuk meletakkan gelasnya ke dapur. Terdengar suara game dari kamar kakaknya saat ia melewati kamar itu. Ia jadi teringat pembicaraan mereka saat makan malam tadi,

"Again, masakan lo makin sini makin enak aja," mulutnya penuh, namun ia tetap memaksakan untuk tersenyum kepada Elsa.

"Lo pasti bosen kalo gue selalu bilang makasih," Elsa tertawa sejenak, hampir tersedak jika saja ia tidak buru-buru minum.

"Anyway, belanjaan yang tadi makasih ya. Lo bener-bener penyelamat gue disetiap datang bulan"

"Tuh kan, makasih lagi." Ethan meletakkan lebih banyak daging lagi ke piring adiknya.

"Bener kan? pasti bosen karna gue bilang makasih terus," Elsa nyengir, memakan daging di piringnya.

"Tapi kan emang harus bilang makasih. Mama bilang kalo orang lain berbuat baik dan perhatian sama kita, ya kita harus bilang makasih." lanjut Elsa.

"Tapi kan gue abang lo."

Hening, Elsa menghabiskan isi piringnya.

"Kayaknya emang udah kewajiban gue, jadi lo gaperlu makasih Sa."

Memilih hanya mengangguk saja, Elsa kemudian membereskan piring bekas mereka lalu berniat menyucinya ke dapur.

"Tunggu, Sa!" Tahan Ethan

Elsa memberhentikan langkah kakinya,

"Buku diary lo sa, itu maksu--"

"Aduh, perut gue sakit lagi. Malem ini lo aja yang cuciin piring ya." Ucap Elsa yang terkesan buru-buru, ia kemudian langsung meletakkan piring kotor di wastafel. Sebelum akhirnya masuk ke kamarmya membawa secangkir teh panas.

Elsa memejamkan matanya, mengutuki diri sendiri karna telah ceroboh membuat Ethan membaca apa yang ia sembunyikan. Sudahlah, malam ini ia akan tidur cepat saja.

*****

Hari ini cukup santai bagi Ethan. Dosen yang seharusnya memberikan materi ternyata tidak hadir karna beberapa alasan. Akhirnya yang ia lakukan hanyalah mengaduk es kopi di sebuah cafe yang berada tidak jauh dari bangunan kampus.

"Suara gelas lo ganggu konsen gue than" ucap laki-laki berkacamata, ia sibuk mengetik di laptopnya.

"Santai ngapa, itu kan bisa lo lanjutin di apart."

"Gaada waktu, masih banyak buku yang harus gue baca."

"Gila, sejak tk lu emang udah ambis parah sih." Ethan menggeleng-geleng, lebih tepatnya kasihan melihat temannya itu seperti tidak menikmati masa muda sedikitpun.

"Lo gak ada nyari pacar, yun?"

Ya, laki-laki berkacamata itu bernama Jeyun. Ia adalah orang yang kemarin menarik tangan Elsa di koridor.
Jeyun dan sepasang anak kembar itu adalah sepupu. Sejak kecil mereka sudah bersahabat.

"Dari tk, sd, smp, sma, sampe sekarang lo pernah liat gue ada niatan deketin cewek gak?"

Ethan menggeleng, "Lo kayaknya sih ga normal yun"

"Sialan, ga gitu. Gue mau kejar yang harus gue capai dulu. Cewek nomor 2."

"Padahal hari lusa belum tentu masih ada loh." gurau Ethan, ia lalu tertawa.

"Jangan doain gue mati lah."

Selagi Ethan tertawa, segerombolan mahasiswi masuk ke dalam cafe tersebut. Duduk jauh terpisah dari meja Ethan dan Jeyun. Dan diantara segerombolan itu, salah satu dari mereka sudah tersenyum menatap Ethan bahkan saat baru membuka pintu.

"Lo deket ya sama Selen, gue liat-liat seminggu ini lo sering di kantin sama dia." fokus Jeyun tetap pada laptopnya.

Ethan mengangkat bahunya, "I don't know, dia suka nyamperin gue. Dan yaa orangnya asik juga. she's just a friend."

"Oh gue kira lo sengaja deketin dia, soalnya Selen keliatan kaya tipe lu banget"

"Cih, tau darimana lo?"

"Mantan lo ga satu Than, modelannya ya kayak Selen semua."

Ethan hanya menggeleng.

"Abang," suara yang sangat dikenal mereka berdua tiba-tiba berdiri tepat di samping Ethan.

Ethan menoleh menatap adiknya yang kini wajahnya terlihat berbeda daripada saat pagi tadi.

"Abang pulang duluan aja, gue mau pergi main sama temen-temen, ya?"

"Kemana?"

"Kencan buta"

Jeyun menahan tawanya. Sebaliknya, Ethan menatap Elsa sebal.

"Apaan banget sih? mana make up lo tebel begitu."

"Oh ini, di makeup-in temen hehe" Elsa memamerkan senyum dimple-nya.

Sebenarnya tidak ada yang salah dengan make up tebal yang diucapkan Ethan tadi, malahan sejujurnya kembarannya itu terlihat cantik sekali.

"Gaboleh." Geleng Ethan,

"Loh kok gitu? gue kan udah bikin janji. Nanti kasian lah orangnya nungguin. Lagipula di cafe sebrang sana kok."

"Izinin aja sih, lo posesif bener jadi kembaran." timpal Jeyun.

"Yaudah, gue izinin."

Elsa tersenyum senang, mengacak pelan rambut Jeyun dan abangnya sebagai permintaan terima kasih.

"Aish, diem saa" sebal Jeyun.

Ethan mendengus, "Tapi--"

"Tapi...?" bingung Elsa

"Gue ikut."


*****
#next?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 17, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

reverie of youTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang