Enam: Trauma Rin

20 3 0
                                    

JIKA pagi-pagi sebelumnya adalah pagi yang sepi dan sunyi, bagi Rin paginya kali ini adalah sebuah ketakutan yang pernah ia rasakan sebelumnya. Ia duduk meringkuk dan merangkul kedua lututnya dengan tangan di sudut ranjang dalam sebuah kamar hotel.

Matanya memerah dan menyembap, seolah ia baru saja menangis semalaman, meski memang itu yang semalam ia lakukan. Mata coklatnya menatap awas ke sekeliling dan terlihat menggigil ketakutan dalam balutan selimut dan rambutnya yang acak-acakan tak keruan.

Ia seperti orang yang tak pernah merasakan kebahagiaan.

Sementara di sampingnya, terbaring seorang pria yang memunggungi Rin. Terlelap dan belum juga bangun dari tidur lelapnya sejak beberapa jam lalu setelah Shubuh. Sebuah hal yang sama sekali tak pernah ia terapkan selama hidupnya, tidur di saat matahari sudah muncul di ufuk timur. Meski sebenarnya ia tak berniat untuk tidur, sama sekali.

Lama kelamaan, ia mengernyit. Tanda ia akan bangun.

“Rin ….”

Ia bergumam perlahan dan berusaha mengumpulkan nyawanya perlahan bersama kesadarannya. Ia memutar posisi tidurnya dan mengerjapkan mata untuk menyempurnakan pandangan. Saat mata hitamnya itu berhasil membingkai Rin yang meringkuk gemetar ketakutan di sudut ranjang, ia sontak bangun. Memegangi kepalanya, berharap rasa pusing yang menyergap karena mendadak terbangun akan menghilang.

“Rin?”

“Ah!” pekik Rin terkejut ketakutan karena sentuhan tangan Johan di lengannya.
Mata perempuan bersurai panjang itu hanya menatap awas ke Johan, tetapi ia lebih terlihat seperti ketakutan dan bingung.

“Hei, kenapa, Sayang? Rin?”

Rin hanya bergeming. Kemudian menggeleng ragu dan tatapannya diselimuti ketakutan, bahkan air mata sudah membendung dan siap untuk meluncur kapan saja. Johan yang sudah sadar sepenuhnya itu kini menjadi bingung tak mengerti, ia hendak merangkul istrinya, dan Rin selalu terkejut ketika mendapati sentuhan darinya. Ia berpikir apa yang telah ia lakukan kemarin, bagaimana detailnya, dan ia merasa tak ada yang salah dengan segala memorinya tentang ia dan Rin di kamar itu.

Ia melakukan semua kelembutan yang ia bisa, berharap segala rasa yang ia terima juga mencapai pada tahap yang gadis tercintanya itu terima. Johan tak berharap akan disambut dengan ketakutan Rin kala melihatnya seperti itu pagi hari ini.

“Rin, maaf, am I do something wrong? Apa ada sesuatu yang salah?”

Rin menggeleng.

“Apa aku menyakiti kamu?”

Rin menggeleng.

Johan berusaha merangkul Rin dalam pelukannya dan menenangkan gadisnya. Namun, perempuan itu meronta dan enggan masuk dalam pelukannya. Ia menghela napas, menatap iba sekaligus khawatir kepada istrinya. Andaikan ia tahu bahwa kemesraan mereka berdua sebagai insan yang saling jatuh cinta semalam adalah hal yang akan melukai Rin-nya sedemikian hebatnya, ia lebih baik tidak melakukannya walau Rin meminta.

“Rin, maaf.”

Rin menatap suaminya itu. Kemudian segera memeluknya dengan badan gemetar, seolah baru saja sadar bahwa ia memiliki tempat untuk bersandar. Sembari menggeleng-gelengkan kepala sebagai jawaban atas permintaan maaf Johan, ia menangis sesenggukan tanpa air mata yang tertahan.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 06, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

DEAR ALLAH, Why Always Me?Where stories live. Discover now