Part 15

821 89 0
                                    

Menara Sihir

Sudah hampir setengah hari, pria itu mondar-mandir tidak tenang lalu menatap cermin di hadapannya setiap 5 menit. Ia menggumam pelan dan melipat tangannya yang berbalut perban tipis.

"Astaga, sampai kapan aku harus menunggu gadis itu mengirimkan pesannya untukku?"

Sementara tiga orang yang sedari tadi memperhatikannya saling berpandangan dengan rasa penasaran. Salah satu dari mereka memberanikan dirinya untuk bertanya tentang hal yang mengganggu pikiran tuan yang mereka layani tersebut.

"Siapa yang engkau tunggu, tuan?"

Pria itu membalikkan tubuhnya dan menghela napas panjang seakan malas untuk membuka mulutnya.

"Gadis. Itu."

Ketiga orang itu saling berpandangan lagi dan mencoba memutar otak untuk mencari tahu siapa yang tuan mereka maksud. Dengan ragu, salah satu dari mereka menerka arti dari perkataan Victor, "Apa mungkin, gadis yang selalu anda lihat dari cermin itu?", jawabnya sambil menunjuk cermin di belakang Victor. Pria itu mengangguk lemas dan mengarahkan tangannya untuk menutup cermin itu dengan sehelai kain putih, membiarkan bayangan dirinya yang semula terpantul nyata kini tertutup oleh kain tersebut.

"Kau benar"

Ketika Victor hendak melangkahkan kakinya keluar dari ruangan tersebut, hembusan angin yang datang tiba-tiba membuatnya mengurungkan niat dan berjalan mendekati jendela ruangan itu. Ia mengambil sepucuk surat yang muncul entah darimana. Kemudian dengan cepat ia segera membuka surat tersebut dan menampakkan senyum lebar yang lama-kelamaan semakin pudar ketika ia membaca isi surat itu hingga akhir. Ia meremas surat tanpa nama yang kini berubah menjadi abu tak bersisa.

Ketiga orang itu masih saling berpandangan dan mencoba menebak apa yang ada dalam isi surat tersebut. Kabar? Perintah? Atau malah ancaman?

"Uvy, Koru, Qie pergi dan beritahu Samara untuk pergi menemuiku sekarang"

Mereka segera menuruti perintah Victor dan mengundurkan diri dari ruangan itu. Rupanya benar, tuan mereka ternyata menerima surat perintah dan bukan surat dari gadis yang tuan mereka tunggu.

****

Kekaisaran Atlante, Ruangan Pribadi Kaisar

Seorang pria yang telah berumur itu mengambil tongkatnya dan meletakkan mahkotanya tepat disamping bantal tidurnya. Takhta itu telah berumur, perlahan mengikis jiwanya yang ikut menua bersama dengan singgasana megah yang telah ia tinggalkan satu jam yang lalu. Terlelap dalam lelah yang berkepanjangan, pria itu bermimpi tentang badai yang akan menerpanya.

Bunga tidur kala siang itu mengguncang pikirannya. Bagaimana jika keponakannya sendiri membunuhnya dan mengambil takhtanya?

Konsekuensi terburuk yang harus ia terima adalah merelakan mahkota itu jatuh pada putra semata wayangnya yang tidak memahami apapun selain wanita dan emas.

Apa ia bisa mempercayai gadis itu?

Apakah senjatanya tidak akan memakannya?

Pria itu terbangun untuk waktu yang cukup singkat, terlelap dalam mimpi yang buruk tak akan membuatnya beristirahat. Ia hanya bisa mengenakan mahkota itu dan duduk di singgasananya sampai putranya itu mampu mengetahui apa yang harus dilakukannya sendiri.

Tiba-tiba seekor burung hinggap di jendela besar dengan gorden yang menjuntai hingga ke lantai. Lantas, burung itu mendekat kemudian sampai ke sudut ranjang menghadap sang raja yang tertidur. Burung itu hendak mencengkeram selimut yang tengah menyelimuti sang kaisar. Namun belum sempat burung itu menariknya, sang kaisar terbangun dan berteriak histeris.

The Villainess Wants To Meet A Good EndingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang