8 : Bukan kuntilanak

21 3 0
                                    

"Kalo gak mau di manfaatin, jadilah orang yang tidak berguna"

...

Perempuan dengan daster yang sudah bercucuran darah, dan peluh kringat yang sudah membanjiri seluruh tubuhnya. Kini hanya bisa tergeletak lemah, dengan memangku anak yang sepertinya baru saja di lahirkan. Terlihat jelas pusar-nya belum di potong dan bercucuranya darah di sekujur tubuhnya.

Aku hanya bisa menutup mulut, sangking terkejutnya. Terlihat jelas, wanita mudah itu tengah menahan sakit. Raut wajahnya tidak bisa berbohong, ia benar-benar menahan sakit yang hebat.

"Chi? Beneran kuntilanak melahirkan?" tanya Melondra yang masih di luar pintu, menggandeng tangan Daki.

Aku menggeleng cepat, dan memberi kode, agar mereka ke sini, denga melambaikan tanganku. Dengan segera Melondra menggeret tangan Daki, dengan susah payah, karna anak itu benar-benar tidak ingin ikut.

"Yaampun!" teriak, Melondra membuat sang bayi kembali menangis, dan gadis muda yang seperti hanya satu atau dua tahun lebih tua dari kami menoleh.

Ia hanya berekspresi datar dan melirik bayinya yang penuh darah. Sedangkan Daki, memberanikan membuka matanya untuk melihat apa yang terjadi sebenarnya.

"Alhamdulilah, mataku ternodai, ya Allah," ucapnya yang membuatku dan Melondra melotot kaget.

"Astaghfirullah!" koreksi Melondra yang sepertinya tau Daki salah berucap.

"Mending lo keluar deh!" suruhku pada Daki.

Anak itu segera menggeleng kuat, "Tadi yang bawa gue ke sini siapa? Enak aja nyuruh-nyuruh pulang!"

"Bukannya elo, tadi mau pulang?"

"Enggak, gak jadi!"

"Pulang gak, atau lo gue buat gak perjaka lagi!" ancam Melondra, yang membuatku meringis.

"Gak papa!" tantang Daki sungguh membuatku mengehela nafas kasar.

Aku berusaha mengabaikan kedua anak didik Dora itu, dan berjalan perlahan mendekati perempuan yang tengah lemah tak berdaya itu, laku berjongkok tanpa ragu di hadapannya.

"Kak, ayok, ikut kami ke rumah sakit," tawarku.

Ia menggeleng lemah, ia tatap anaknya dengan penuh arti, sedangkan aku bingung harus bagaimana.

Mataku tak sengaja melihat ke arah tas berwarna hitam di sampingnya, terlihat ada baju putih Abu-Abu disana. Aku sangat yakin perempuan muda ini adalah anak SMA, tapi tidak tau jelas ia kelas berapa.

"Kakak, hamil di luar nikah?" tanya Melondra yang tiba-tiba sudah ada di samping ku.

Aku dengan sengaja menyenggol lenganya, memberitahu bahwa pertanyaannya sangat tidak sopan. Tapi aku melupakan jika Melondra memang minim kesopanan, sama sepertiku.

"Pasti kebobolan, lain kali hati-hayi Kak," peringat  Daki yang jadi ikut-ikutan.

"Shutt! Kalian jangan ngomong gitu!" tuturku galak.

"Aku boleh rekomendasi namanya gak?" tanya Daki.

"Apatuh?" sambung Melondra.

Aku yakin kedua anak didiki Dora ini akan membuat ulah, dengan kata-katanya.

"Dini," ujarnya.

"Kok Dini?" tanya Melondra.

"Di luar nikah," sambung Daki lagi.

Ku lihat perempuan muda itu sedikit tersenyum. Aku tidak tau mengapa, bukankah ia seharusnya marah?

"Abbas Asan, juga bagus," ucap Melondra.

Alumni RSJWhere stories live. Discover now