7 : Kuntilanak melahirkan?

Mulai dari awal
                                    

"Terus lo, kok mau dingeret sampe sini, bloon!?"

"Seru aja, kek lagi di film-film hindia lari-laei gitu, kan romantis."

"Gila, romantis apaan, lo sampe ngos-ngosan tadi!"

"Gapapa deh, asal sama oppa!" jawabanya dengan sangat manja.

"Sebenarnya gue kesini, cuman mau ngasih tau ke kelian berdua," terang Daki, yang kata-katanya masih di gantung.

"Ngasih tau, apa?" tanyaku dan Melondra, kompak.

"Ngasih tau... kalo kiko enak tau."

"BAJINGAM LO DAKI BOLOTAN!"

"PULANG LO SANA!"

"ESMOSI GUE LAMA-LAMA!"

"Jamet pesbuk, nih biasa," tutur Melondra sangat terlampau tenang.

"LO JUGA PULANG DEH, GUE DEPRESI DEKET KALIAN!"

"Depresi? Minum baygon, Depresi hilang, nyawa melayang," terang Daki lagi benar-benar membuatku beristighfar dalam hati. MASYAALLAH, maaf salah ASTAFIRULLAH.

"PERGI GAK LO, BER---

"Oeek-Oeeek"

Belum sempat melanjutkan perkataan ku. Suara bayi yang baru lahir, terdengar jelas di telingaku, membuat ku menghentikan ucapan ku yang gantung, seperti hubungan kalian. Keadaan ausnyi sesaat, aku yaki dua orang gila yang ada di samping ku juga mendengarnya.

"Emak lo melahirkan?" tanya Daki tiba-tiba, membuatku melotot tajam.

"Lho, Mamah lo hamil, lagi Chi?" tanya Melondra ikut-ikutan.

"Kagak, anjing!" jawabku ketus.

"Ooeekk-Ooeek!"

Suara bayi tersebut makin terdengar jelas. Ku jelajahi seluruh tempat dengan mataku yang setajam silet. Mataku yang selalu ternodai ini, berhnyi di suatu rumah kosong, yang beberapa bulan sudah ditinggalkan. Sedangkan Melondra dan Daki, mengikuti ekor mataku, menatap ke arah rumah kosong itu.

"Suaranya kayaknya dari sana," tuturku.

"Lihat yuk, siapa tau ada bayi kesasar," saran Melondra.

"Emang bayi udah bisa jalan sendiri, ke rumah itu?" di bio Daki.

"Siapa tau terbang, di bantu kupu-kupu."

"Lo berdua mending diem, deh!" tegurku.

Suara bayi tersebut kembali terdengar. Sayub-sayub ku dengar, suara tangisan menyeetai tangis si bayi. Aku sedikit merinding dan menggaruk ceruk leherku yang tidak gatal.

"Ada suara perempuan nangis, juga?" tuturku.

"Jagan-jangan kuntilanak, melahirkan, ayoo kita bantu, pasti dia kesulitan."

"Ndasmu!"

"Malu, liat?" tanyaku lagi, walaupun aku sedikit takut, tapi rasa penasaranku juga tidak bisa si bendung.

"GAK!" "AYOK!" jawab Daki dan Melondra secara kompak, dengan jawaban yang berbeda.

"Eh, jangan dong, gimana kalo itu beneran kuntilanak melahirkan?" tidur Daki, wajahnya sudah terlihat takut.

"Elu, bencong yah?" tanya Melondra sangat asal.

"Ndasmu!"

"Kok kek perempuan, penakut?"

"Ndasmu, lah, siapa yang takut!"

"Elu."

"Kagak! Gue kagak takut!"

"Udah-udah, ayok gue penasaran ini," tuturku, dengan segera menggeret, tangan meraka satu-persatu.

"Yok."

"Gue enggak ikut," seru Daki, pas tas saja berat di tarik.

"Gak ada, enggak-enggak! Ikut lo!" sentak Melondra, membantuku menggeret Daki.

Semakin mendekat, aku semakin yakin bahwa asal suara memang dari rumah kosong ini. Saat sudah di halaman rumah, bukan hanya suara sanga Bayi yang terdengar jelas kini suara tangisan perempuan juga lebih terdengar jelas, seperti sedang menahan sakit.

"Woy lah, gue takut anjirr, lo berdua aja sana, ngapain narik-narik gue?" seru Daki, yang saat ku lihat kakinya sudah gemetar.

"Jangan cupu deh!"

"Masuk, nih?" lirik ku pada Melondra yang di jawab cepat dengan anggukan kepala.

Kakiku menepak palan, sambil menggandeng Daki yang ingin kabur. Walaupun sedikit gemetaran, itu sama sekali tidak membuatku mengurungkan niat untuk memasuki rumah itu. Aku mendadak ragu saat sudah di ambang pintu.

"Permisi," ucapku pelan, tidak dipungkiri akupun merasa takut sama seperti Daki.

Saat itu juga, suara tidak terdengar lagi. Akankan makhluk itu tau akan kedatangan kami. Sepertinya iya. Kulihat lagi Daki. Kini celananya sudah basah, aku yakin anak itu ngompol, sangking takutnya. Tapi itu sama sekali tidak membuatku melepaskan gandengan, untuk membiarkan Daki pergi.

"Jorok lo!"

"Ooeekk-Ooeek!"

"AAAAKKKKHHHH!" Terima Daki, dengan suara melengking, yang memekakkan gendang telingaku, saat suara sang bayi kembali terdengar.

"AYOK PULANG, WE!"

"PULANG AYOK!"

"HIKS!"

"BUNDA!"

"KEPERJAKAAN ZAKY MAU DIAMBIL, BUNDA!"

"Heh! Gila lu ya, siapa yang mau ngambil keperjakaan elu! Najis banget!" tuturku, sinis.

"Tenang, Chiki gak akan ngambil keperjakaan elo," terang Melondra terhenti, "Tapi gue, hahah," sambungnya lagi, membuatku mau muntah.

"HIKS! BUNDA!"

"Santai-santai, aku ngambilnya kalo kita udah nikah," ucap Melondra lagi.

"Emang siapa yang mau nikah sama elo?" cibik Daki sepertinya tertekan.

"Elu, lah, siapa lagi?"

"AAAA! BUNDA! TOLONGIN ZAKY!"

"OOEEKK-OOEEK!"

Suara itu kembali terdengar. Membuat kedua orang yang asik berdebat tadi diam seketika. Langsung saja ku geret mereka memasuki pintu yang hanya beberapa cm lagi dari depan kami.

"ASTAGA!" kaget ku. Setelah melihat apa yang ada did akan sana. Walaupun aku hanya menyebutkan kepala ku saja, tapi itu sudah terlihat jelas.


.

.

.

DUNG! DUNG!

ENENG OPO YO?

APA YANG ADA DI DALAM RUMAH KOSONG TERSEBUT?

APAKAH BENAR KUNTILANAK MELAHIRKAN?

ATAU ADA HAL LAIN?

Cus lanjutt part sebelah, jangan lupa, vote yah.................

👻👻👻👻👻👻

Alumni RSJTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang