Bab 28 - Kembali Ke Rencana Awal

Start from the beginning
                                    

Joshua manggut-manggut paham.

Menjadi seorang boss bukan sekadar menyuruh-nyuruh bawahan saja tapi turut serta membantu pekerjaan mereka juga. Begitulah filosofinya.

"Semua orang memang nggak kenal lelah saat bekerja ya? Ketika suka dengan pekerjaannya rasa lelah malah jadi nggak terasa," sambung Mbok Susi tersenyum simpul.

Sedetik kemudian, kepala Joshua seperti disorot cahaya bohlam. Terang sekali sehingga dua sudut bibirnya terangkat tinggi.

"Itu dia!" serunya.

Sementara Mbok Susi yang hendak beranjak dari kamar mengerutkan kening.

"Ha?"

"Itu dia Nek! Pekerjaan adalah hal yang paling universal dalam kehidupan. Semua orang pasti merasakan bagaimana lelahnya saat bekerja atau menganggur di kala sulit mencari akses pekerjaan. Ada pula yang bekerja demi uang dan ada pula yang bekerja karena memang senang melakukannya."

"Dan masih banyak hal yang bisa digali lagi jika membicarakan tentang pekerjaan. Dengan saya mengangkat tema relevan seperti itu, mungkin orang-orang akan menyukai puisi saya karena mereka merasakan hal yang sama!"

"Terima kasih banyak, Nek!"

Mbok Susi hanya tersenyum, menggeleng-geleng kepala, kemudian keluar dari kamar dengan perasaan tersanjung.

Antara Joshua berterima kasih karena Mbok Susi mengantarkannya makan malam atau karena ucapan wanita paruh baya itu barusan. Yang jelas, Joshua baru saja mendapat ide mentah untuk proyek puisi berikutnya.

Bodoh. Kenapa nggak terpikirkan dari awal? Seharusnya pengalaman kayak gitu bisa jadi bahan inspirasi, Joshua!

Joshua merutuki diri dalam hati.

Lalu tersenyum penuh kebanggaan. Lantas kembali menyerbu notebook mungil. Mencoret-coret inspirasi yang terlintas dengan girang.

***

***

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

***

Selama lima hari berturut-turut, pagi, siang, sore dan malam. Joshua asik berkutak dengan tumpukan kertas serta mengerahkan seluruh fokusnya untuk mengerjakan proyek tulisan kali ini.

Jemarinya gesit menari-nari tanpa kenal lelah. Kemudian dirasa coretan kasarnya sudah lumayan, barulah dia mengetiknya di lembar kerja MS. Word.

Sesekali dia terhenti untuk rehat sejenak akibat kantuk dan jenuh yang mendera. Lalu mencari inspirasi baru yang kemudian direalisasikan menjadi sebuah puisi.

Pepatah pernah mengatakan bahwa menunda-nunda waktu sama saja menunda-nunda kesuksesan. Itulah prinsip yang Joshua pegang erat-erat sampai sekarang.

Hingga di sela dia mengetik naskah, sekelebat bayangan masa lalu tiba-tiba muncul di benak.

Rupa Evans yang kelihatan muda, sekitar berusia 30-an tersenyum cerah padanya yang saat itu berusia 12 tahun.

Jendela Joshua (End)Where stories live. Discover now