Bab 14 - Masalah Yang Ganjil

78 33 4
                                    

Penantian mereka tak sia-sia. Para pemuda Kedai Sejahtera bersorak-sorai mengucapkan syukur kepada Tuhan, karena doa-doa yang mereka panjatkan telah terkabul.

Gelora kemenangan pun serasa tumpah meruah ke seluruh penjuru ruangan, masing-masing merayakan dengan cara mereka tersendiri. Dari yang unik hingga yang heboh sampai ada yang absurd.

Joshua menarik kedua lengan dari atas ke bawah serta diselingi kata yes berulang kali. Tak mau kalah, Hendra dan Dodit dengan wajah yang sangat cerah saling berpelukan kemudian melompat-lompat kegirangan selayaknya dua bocah yang baru saja mendapatkan mainan baru.

Beda dari yang lainnya, Umar sendiri yang bersikap netral, walaupun pada kenyataan dia secara diam-diam tengah berpesta-pora.

"Wahh nggak nyangka setelah kejadian kemarin, gaji kita dinaikkan sama Pakde," kata Hendra, menyengir sambil mengibas-ngibaskan amplop putih di genggaman.

Joshua, Umar dan Dodit mengangguk setuju.

"Ya, ini nggak menutup kemungkinan karena banyak dari kita yang konsultasi sama Pakde. Padahal dulu, kita sedikitpun nggak pernah diberi ruang untuk masalah kayak gini," sambut Umar dengan sangat entengnya.

Tak lama kemudian, sepenjuru ruangan memberi perhatian penuh kepada Marzuki setelah pria itu keluar kembali dari ruangannya.

Usai membagi-bagikan amplop berisi uang tunai ke semua karyawan, tampaknya ada hal lain yang hendak dibicarakan oleh pria tersebut.

Para karyawan berkumpul lalu membuat barisan berbanjar, mereka dengan seksama memperhatikan.

Sinar mentari berlalu menyusuri seisi ruangan yang menanti-nanti Marzuki untuk bersuara.

"Terima kasih atas kerja keras kalian semua sebagai bentuk kontribusi dalam membangun bisnis kedai ini. Saya mohon maaf apabila keluhan-keluhan kalian selama ini nggak saya ditindak lanjuti dari dulu dan terima kasih bagi beberapa dari kalian yang sudah meluangkan waktu berkonsultasi pada saya."

Setelah mengucap beberapa patah kata, bagaikan disambar petir di siang bolong, mereka terbelalak tak percaya atas pernyataan yang tiba-tiba keluar dari mulut boss mereka.

"Akan tetapi, saya mohon maaf sebesar-besarnya. Saya nggak sanggup lagi menggaji kalian semua berlima belas."

Senyap di antara mereka kian tercipta, tak ada satu orang pun yang berani bersuara apalagi mengajukan protes.

"Oleh karena itu, saya akan mem-PHK sebagian dari kalian untuk beberapa waktu ke depan. Nama-nama yang saya sebutkan, harus meninggalkan kedai. Di antaranya adalah ...."

Marzuki mengeluarkan secarik kertas dari dalam saku kemejanya kemudian menyebutkan satu per satu nama yang tertera dalam kertas.

Mereka semua bergeming dengan syok.

Hanya Joshua saja yang bersikap seolah tidak terjadi apa-apa karena mengingat percakapannya dengan Marzuki beberapa hari silam.

"Setelah gaji kalian cair, saya akan melakukan pemutusan hubungan kerja untuk beberapa hari ke depan terhadap masing-masing dari kalian yang terpilih. Agar dapat menekan pengeluaran lebih untuk kedai sejahtera ini."

Sekitar delapan orang sudah mengundurkan diri dari tempat kemudian berkemas-kemas barang bawaan tanpa terkecuali. Pergi meninggalkan jejak di sebuah kedai sederhana yang telah lama mengabdikan mereka dan tentu saja mereka tak akan pernah menginjakkan kakinya kembali.

Sepeninggal tujuh orang yang tersisa yang terbilang cukup beruntung. Terutama Joshua, Hendra, Umar dan Dodit yang terpilih sebagai karyawan tetap.

Jendela Joshua (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang