"Oh ini?" Andrea mengangkat kantong plastik itu. "Minum buat Bian."

"Lo beliin?"

"Dia nitip." sahut Andrea.

"Nitip apa bucin?" goda Jingga.

"Nitiplah. Mana ada gue bucin. Bucin tuh Mauren. Tuh liat." balas Andrea kemudian menunjuk sahabatnya yang lain tengah mengelap keringat sang pacar di pinggir lapangan futsal.

Jingga bergedik ngeri. "Geli gue."

"Halah lo juga kalo pacaran pasti gitu."

"Amit-amit."

"Hai, Ji!" seru Ardan berjalan mendekati mereka yang membuat atensi kedua cewek itu teralih.

Ardan memang dekat dengan Jingga. Dulu keduanya bertetangga dan satu sekolah saat di Bali. Namun, kemudian kelas 2 SMA, Jingga pindah dan menatap di Jakarta. Keduanya lalu ditemukan lagi di kampus yang sama. Bedanya, Ardan hanya merantau, tidak menetap.

"Andrea." lanjutnya menyapa Andrea ramah.

Andrea mengangguk sembari tersenyum menanggapi.

Jingga berdehem membuat Ardan kembali menatapnya.

"Lagi break ya?"

"Iya."

"Nih, kuncinya." ujarnya sambil menyodorkan kunci motor milik Ardan. "Makasih banget. Sorry ya jadi ngrepotin lo."

"Santai kali, Ji. Terus motor lo gimana?"

"Masih di kampus. Paling besok gue bawa ke bengkel."

"Atau mau nanti ke bengkel? Gue anterin." tawar Ardan yang langsung ditanggapi gelengan oleh Jingga.

"Nggak ah. Makin ngrepotin. Gapapa, besok aja. Udah makasih banget lo pinjemin motor tadi."

Andrea hanya menyimak sambil mengecek ponselnya.

"Ngga, Dan. Gue ke dalem dulu ya." pamit Andrea yang dibalas anggukan oleh keduanya. Kemudian dia berlalu memasuki tempat futsal untuk menemui Bian, pacarnya.

"Aduh panas banget deh siang ini." ejek Jingga sambil mengibas-ibaskan telapak tangannya seolah sedang mengipasi dirinya yang kepanasan.

"Apa sih, Ji!" balas Ardan tidak terima.

"Sok sokan mencintai dalam diam. Akhirnya kebakaran sendiri kan." cibir Jingga.

"Gue santai kok."

"Apa iya?" goda Jingga sambil mencolek bahu Ardan.

"Iyaaa."

"Yang bener?" Jingga semakin menggoda Ardan sambil menaik turunkan alisnya.

"Stop it," desis Ardan tidak tahan dengan cibiran Jingga.

"Lihat deh, Ar." Jingga menunjuk dengan dagunya ke arah Andrea dan Bian yang tengah berbincang dan sesekali tertawa.

Ardan memperhatikan mereka dengan tatapan miris. Miris untuk dirinya sendiri.

"Mending lo move on deh. Mereka keliatan bahagia banget. Nggak ada harapan buat lo." ucap Jingga sangat menohok hati Ardan.

LoserWhere stories live. Discover now