"Hmmm Akhhh, aku cepetin," desah Geo merasakan dirinya sebentar lagi keluar.

"Fuck off about our infectious diseases! I just need your penis." Tasha berbicara di luar nalar karena serangan penis Geo terus menusuk dalam vaginanya.

"Faster baby, sebentar lagi aku sampai"

"Akkhh mphhhh" Tasha menjerit tidak karuan. Dengan sekuat tenaga ia berusah agar tetap berdiri. Badannya kini kian menempel pada dinding. Geo yang tampak kesetanan mempercepat gerakan maju mundur menghujam vaginanya tanpa ampun.

"Aku mau keluar...."

"A--ku juga," desah Geo lalu menyemburkan cairan putih di vagina Tasha. Mereka mencapai klimaks bersama-sama. Setelah itu, Tasha yang sudah lemas langsung ambruk ke lantai. Untung saja Geo sempat memeluknya. Mereka kini tergeletak di lantai yang dingin sambil berpelukan menatap langit-langit kamar yang kosong. Hanya ada suara jantung yang berdegup kencang yang menghiasi ruangan. Kenikmatan sebelumnya tinggal kenangan dan kini hanya tinggal rasa lelah

"Aku mau kita kaya gini terus," lirih Tasha sambil menatap Geo. Gairah di mata mereka tidak lagi terlihat. Kini yang tersisa hanya kesedihan dan penyesalan. Mereka kalah dan telah melanggar perjanjian mereka sendiri. Tasha dan Geo belum bisa melupakan perasaan cintanya.

****

Jika harus memilih tinggal di rumah atau kosan. Naira lebih memilih pilihan kedua, bukannya ia tidak suka rumahnya. Ia sangat menyukai rumah terutama kamarnya yang lebih nyaman dibandingkan kosan. Tapi kalau di rumah, badan serta hatinya terasa remuk. Ia harus mengajak Ceril bermain dan disuruh suruh bagaikan babu oleh mamanya.

Belum lagi Ceril kalau main selalu memberikan bekas luka di tangan atau wajahnya. Maklum saja, Ceril itu autis. Ia tidak tahu hal hal yang dapat menyakiti orang lain. Jangankan orang lain, jika Naira lengah sedikit saja mungkin Ceril melakukan hal yang dapat membahayakan dirinya sendiri seperti menggigiti jari hingga berdarah bahkan memukul-mukul kepalanya sendiri.

Jam 12 malam kurang, Naira baru bisa santai merebahkan badan di kasur kesayangannya. Ia menghela nafas panjang merasa hari ini sungguh berat.

Pikiran isengnya muncul, ia melimpir ke lemari untuk mengambil rok pendek kesukaannya. Lalu memotret diri di kasur dengan paha terekspos.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Komentar-komentar berbau nakal itu tidak membuat Naira risih

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Komentar-komentar berbau nakal itu tidak membuat Naira risih. Ia senang dan jadi senyum-senyum sendiri membacanya. Seketika rasa lelah, sepi dan sedihnya hilang.

Selain komentar postingannya yang penuh, bunyi notifikasi drag messagenya terus bermunculan. Foto itu layaknya'umpan', bagi pria berhidung belang dan hiperseksual yang mengirimkan pap aneh-aneh.

Mereka berpikir Naira sedang turn on dan ingin mencoba peruntungannya. Naira sudah tahu pola mereka. Mereka adalah tipe laki-laki tidak modal yang hanya bermodal "nanti kita sama-sama enak'.

Saat sedang asik rebahan sambil tertawa-tawa karena salah satu komentar pengikutnya yang sangat lucu. Tiba-tiba layar Naira menampakkan panggilan masuk dari Geo. Sontak Naira terbangun dan diam sejenak. Ia menarik nafas sejenak kemudian mengangkatnya.

[Lama banget angkat telponnya.Lagi ngapaain si?] suara Geo terdengar kesal namun lucu dari ujung sana.

"Ada apa telepon?" Naira menjawab dengan ketus.

[Kok galak? Ini Naira yang tinggal satu kosan sama Geo itu 'kan? Yang tadi post pakai rok mini di di twitter]

"Gak jelas banget si Kak! Gue tutup ya..."

[Eh...jangan dong.]

"Lagian gak jelas. Ada apa si telepon gue?"

[Kangen gak? Malam ini tidurnya peluk guling dulu ya, besok baru kita pelukan lagi] goda Geo sambil tertawa kecil. Pipi Naira mendadakan merah. Kenapa ia jadi salah tingkah seperti ini,

"Gue si mendingan peluk guling daripada meluk lu!" bentak Naira berusaha menutupi perasaanya.

[Ah yang benar? Bukannya sedih gak ada gue?]

"Tolong ya rasa percaya dirinya di kurangin dikit aja."

[Terus maksud postingan lu di twitter apa? ]

"Cie Kak Geo peduli."

[Serius Naira, lu kenapa sedih?"] Nada bicara Geo berubah 18O derajat. Ia benar-benar peduli dengan Naira. Setelah melihat tweet Naira di berandanya, ia khawatir. Takut Naira kenapa-napa.

[Nai...?] Geo bersuara karena tidak ada jawaban dari Naira.

"Gapapa, hormon kali bentar lagi mau dapet." Nada bicara Naira di telepon berubah.

[Lu dimana sekarang?]

"Di rumah."

[Shreloc, gue kesana ya]

Geo merasakan hal yang berbeda.
Naira terdengar sedang menutupi sesuatu. Sudah terbayang di benaknya, wajah Naira yang sedang sedih.

Sedangkan, Naira belum bersuara lagi. Ia membeku di tempat. Ternyata Geo sepeduli itu dengannya.

Selagi menunggu jawaban, Geo bangkit dari kasur meninggalkan Tasha yang masih terlelap di sampingnya. Ia ambil celana di sofa dan mengenakannya dengan gusar.

[Geo...aku mau minum, tenggorokan ku sakit banget] Naira yang tengah termenung mendengar suara perempuan dari ujung sana.

"Itu siapa?"

Tidak ada jawaban dari Geo. Ia malah menonaktifkan mikrofon teleponnya. Naira merasa ganjal, apakah itu suara ibu Geo? Namun suaranya mirip suara perempuan yang masih muda. Ia menunggu sekitar lima menit, lalu Geo berbicara lagi.

[Nai nanti gue telpon lagi ya]

Tiba-tiba panggilan terputus. Naira melempar teleponnya asal ke arah kasur. "Geo Tai!" Ia kecewa dan kesal , Geo tidak memperdulikan dirinya. Ia hanya basa-basi.

***

TBC

Positif!Where stories live. Discover now