Bagian 1: Prolog

3.2K 301 34
                                    

"Aaaa!! Aku ingin jadi Athy!!"

"Iya, 'kan? Bikin iri, 'kan?"

"Aku juga ingin menerima cinta tuan penyihir menara! Kyaa!"

"Athy dan Lucas adalah couple goals!"

"Iri deh~"

"Jadi Athy enak, ya?"

"Kau baca wmmap?"

"iya!"

"Biar kutebak, couple goalsmu AthyxLucas?"

"Hihi! Benar!! Mereka lucu banget, sih!"

"Iya, 'kan? Memang mereka udah cocok happy ending, sih!!"

Jika mendengar gadis-gadis yang berlalu lalang di depan bangsalku dan membahas tentang manhwa itu, ingin rasanya aku menyela.

Aku tidak suka dengan Athy.

Jika bisa berkata demikian, akan kukatakan dengan lantang ke seluruh penjuru dunia.

Bukan aku membencinya atau semacamnya, tapi tidak terlalu suka dengan perlakuannya pada tokoh favoritku. Bisa kalian tebak? Ya.. Izekiel Alpheus.

Lelaki berhati lembut dan bersurai abu-abu pucat. Iris emasnya yang sayu selalu menatap Athanasia dengan hangat. Dia memang seorang second lead male, tapi rasanya tetap tidak terima jika perasaannya digantung oleh Athanasia.

Jangan salah paham, begini-begini aku juga merupakan salah satu penggemar manhwanya.

Kembali pada diriku.

Biar kuceritakan sedikit tentang diriku. Walau aku tahu, tidak ada satu inci pun dari diriku yang menarik. Karena setiap hari, pagiku dimulai dengan wewangian obat-obatan.

Author's pov

Destiny. Gadis 15 tahun berparas imut yang kesehariannya harus dihabiskan di bangsalnya. Kulitnya putih bersih yang didominasi warna pucat pasi karena jarang terkena sinar matahari. Rambutnya berwarna hitam pekat yang jatuh turun hingga pinggangnya. Kedua iris abu-abunya menyiratkan bahwa dia sudah pasrah dengan kehidupannya.

Destiny menderita penyakit yang belum diketahui namanya. Membuatnya harus tinggal di rumah sakit. Gejalanya hanya demam, tetapi sekali demam, panasnya bisa mencapai hingga 43°.

Destiny menghabiskan hari-harinya yang membosankan dengan membaca webnovel di smartphone miliknya.

"Nona Destiny, saatnya minum obat."

Ucap seorang perawat yang memasuki ruang perawatan Destiny dengan mendorong medicine trolley. Troli itu dipenuhi dengan kotak-kotak obat dan jarum suntik yang menambah kesan horornya.

"Hari ini anda membaca apalagi?"

"Who made me a princess."

Balas Destiny, datar. Ia tahu bahwa pertanyaan-pertanyaan itu dilontarkan si perawat agar dia tidak terfokus pada obat-obatan pahit yang nantinya memekakkan lehernya.

"..? Bukankah itu cerita yang pernah nona baca? Kenapa diulang lagi?"

Perawat itu mulai mengeluarkan satu persatu obat dari kotak obat yang tersusun rapi di medicine trolley disana.

"..entahlah? Aku suka ceritanya."

Destiny memalingkan wajah.

"Benarkah? Mungkin saya akan mencoba membacanya lain kali."

"..Jangan."

"Eh? Kenapa? Bukannya tadi anda bilang ceritanya bagus?"

"Aku cuma tidak ingin mendengar ulasan orang-orang tentang cerita itu lagi."

"Begitu? Baiklah.."

Tanpa Destiny sadari, dia telah menenggak tiga pil yang diberikan perawat. Membuatnya cepat-cepat meraih gelas kaca yang berdiri tegak di atas meja kayu kecil sampingnya.

Glugh! Glugh! Glugh..!

Destiny menghela nafas lega setelah menenggak habis air putihnya.

"Aku benci ini."

***

— hai hai-! readers-san! ketemu lagi di work biruw yang baru~ Karena ini work yang hasil kegabutan biruw, jadi mungkin akan slow up! but hope you enjoy with it, minna~^o^~

#jangan lupa votenya! satu vote darimu, sangat berharga bagi biruw~!

𝐁𝐄 𝐖𝐈𝐓𝐇 𝐘𝐎𝐔; (𝐈𝐙𝐄𝐊𝐈𝐄𝐋 𝐗 𝐑𝐄𝐀𝐃𝐄𝐑)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang