32. Teknik Pembangkit Jiwa

2 0 0
                                    

"Lurecia!" Fulla membuyarkan lamunan gadis itu.

Lurecia meminta Rion memapah tubuh Fulla dekat dengan Leonidas. Gadis itu memandang Fulla dengan sendu dan dibalas anggukan oleh pria berkacamata itu.

"Gunakan aku saja!" Tiba-tiba Jade mendekati Lurecia. Namun, dengan tegas Fulla menolaknya.

"Semakin lama kau berpikir, Leonidas akan tewas, Lurecia!" Fulla menegaskan.

Dengan ekspresi kalut, Lurecia meraih tangan Fulla dan menempelkan tangannya yang lain ke tubuh Leonidas yang mulai mendingin.

"Commutationem!" lirih Lurecia. Bersamaan dengan itu cahaya hijau menyelimuti tubuh gadis itu, serta Fulla dan Leonidas.

Secara perlahan, luka di tubuh Leonidas mulai menutup dan menghentikan pendarahannya.

"Hentikan! Kau bisa membunuh Fulla!" Jade memprotes tindakan Lurecia. Gadis itu sadar dengan apa yang tengah terjadi.

Lurecia terdiam. Dia tetap melanjutkan kegiatannya, meskipun bulir air mata mulai berjatuhan. Rion dan yang lain menatap Jade penuh tanya.

" Tolong, Hentikan dia. Fulla akan mati jika ini diteruskan." Jade mulai terisak. matanya menatap penuh harap pada Rion dan lainnya yang masih terpaku.

"Apa maksudmu, Nona Jade?" tanya Millia cepat.

"Itu adalah teknik pembangkit rahasia keluarga Villalon yang dimiliki oleh nenekku. Dialah generasi terakhir yang bisa menggunakan teknik ini. tak aku sangka gadis ini bisa ...," sekat Jade di tengah tangisnya.

Semua yang mendengarnya seketika terdiam. mereka tak bisa berkata apa pun. Namun, semua setuju, Fulla punya alasan yang kuat untuk meminta Lurecia melakukan teknik tersebut.

"Tolong, henti---"

Tepukan halus di bahunya membuat Jade menoleh. Ia melihat bawahan sang kakak, Martel, menggelengkan kepalanya penuh arti. Jade tak kuasa menahan tangisnya. Gadis itu berlutut dan menangis begitu pilu di pelukan Martel. sementara, yang lain hanya bisa terdiam dengan pemikirannya masing-masing. Suasana haru begitu terasa di ruangan itu.

Lurecia terus menyalurkan magisnya seraya menatap Fulla sang mentor yang menatapnya balik dengan sendu. Senyuman tak pernah lepas dari bibir pria berkacamata itu.

"Maafkan aku, Fulla," lirih Lurecia di tengah tangisnya.

Fulla mengangguk lemah seraya mengeratkan genggamannya pada jemari Lurecia. Kondisi Leonidas, di luar dugaan begitu mencengangkan. Luka yang dialaminya hampir menutup sepenuhnya dan tubuh pemimpin Vandescar itu mulai menghangat kembali.

"Luar biasa, kau berhasil, Lurecia," bisik Caira menyeka matanya yang basah.

Gadis itu tak menjawab. Air mata terus mengalir deras di wajahnya. Ia merasakan tubuh Fulla mulai mendingin, pertanda energi kehidupannya sudah mencapai batas.

"Jangan pernah menyesal dan menyalahkan dirimu atas semua ini, Lurecia...." Bersamaan dengan itu, mata Fulla terpejam dengan wajah dihiasi senyum yang menawan.

"Fula...!" jerit Lurecia histeris.

***

Hujan membasahi kawasan pemakaman wilayah Vandescar sore itu. Pemakaman Fulla sudah berjalan dengan baik, meskipun isak tangis terdengar dari rombongan Rion Angel ataupun para penduduk Vandescar yang ikut melepas kepergian Fulla Alastor Villalon.

Gelap mulai turun dan gerimis masih mengguyur kawasan pemakaman yang mulai sepi. Tampak sosok berjubah hitam berdiri mematung di depan pusara Fulla yang dihiasi beraneka bunga. Sosok berjubah itu membuka kerudungnya dan menampilkan raut wajah Lurecia yang tampak masih menyimpan duka atas kepergian mentor sekaligus gurunya itu.

Alcholyte Saga : Tujuh AstralisWhere stories live. Discover now