2. Kenapa Malah Nismara Yang Disalahkan?

7.8K 484 7
                                    

  "Dasar temen dajzal, liat aja nanti gue ubek-ubek tuh muka satu-satu," dumel Nismara kesal. Bagaimana tidak, setelah mereka dikejutkan dengan pemandangan mbak kun-kun, ketiga temannya itu malah meninggalkannya tanpa sedikit pun hati nurani. Alhasil Nismara harus berakhir berjalan sendirian di tengah hutan ilalang tanpa cahaya lampu dan sendal jepit.

  Ngomong-ngomong sampai kapan Nismara harus melewati padang ilalang ini? Rasanya dia sudah berjalan sangat lama tapi entah mengapa Nismara tidak sekalipun melihat ujungnya, seolah Nismara hanya terus melangkah ditempat yang sama tanpa bergerak sedikitpun.

  Nismara terperanjat saat sebuah suara terdengar, secara otomatis menghentikan langkah. Sepasang telinganya terbuka was-was, mencoba mendengarkan lebih jelas kiranya suara apa itu. Rumput ilalang setinggi manusia di depannya itu bergoyang ringan, nampak seolah sesuatu yang menyeramkan sedang bersembunyi di dalamnya. Nismara mendekap dadanya erat-erat kemudian merapal doa dengan takut. Pandangannya mengedar, tidak ada siapapun selain dirinya. Ditambah dengan keadaan yang gelap gulita, ketakutan Nismara semakin menjadi-jadi.

  SREK!

  Oke, fix. Kalau sampai ada cewek berbaju putih keluar dari semak-semak sambil ngerangkak sudah dipastikan Nismara akan pingsan saja.

  GREP!

  “EMAK!!" Nismara menjerit saat sesuatu menahan pinggangnya dan menariknya ke tengah lautan ilalang. Kedua tangannya terulur mencoba menggapai apapun yang setidaknya mampu menahannya dari sesuatu yang terus saja menjeratnya. Sayangnya tak ada apapun yang bisa dia gapai selain batang ilalang yang tentu saja tidak bisa cukup diandalkan. Lagi, Nismara hanya mampu merutuki nasibnya.

  "Tolong! Tolong!" Nismara berteriak putus asa. Sungguh dia amat ketakutan sekarang, benaknya dipenuhi oleh beragam muslihat jahat dengan akhir yang maha tragis.

Sesuatu itu baru berhenti menariknya saat mereka sudah berada tepat di tengah-tengah rumpun ilalang. Nismara meringis, rasanya seluruh persendian yang menopang tubuhnya telah kehilangan kekuatannya. Nafasnya tercekat dan pandangan matanya mulai memudar namun sebelum Nismara benar-benar kehilangan pijakannya sesuatu yang terasa bagai tangan besar itu sudah lebih dulu menangkap tubuhnya. Memasukkannya ke dalam rengkuhan hangat.

  Tunggu, seharusnya hantu tidak memiliki tangan sehangat ini bukan?

  Bukannya menurut film-film hantu itu memiliki suhu tubuh yang amat dingin sehingga mampu membekukan manusia. Lalu ini apa? Nismara meneguk ludah, jangan-jangan...

  Dugaan Nismara benar saat sesuatu yang ternyata malah seseorang itu membalikkan tubuhnya, membuat mereka saling berhadapan. Nismara memicing sipit, di tengah kegelapan dia bisa melihat wajah seorang laki-laki dewasa yang balik menatapnya dengan pandangan sayu. Kedua lengannya melingkari pinggang Nismara erat-erat, tak memberinya sedikitpun celah untuk membebaskan diri. Samar-samar Nismara juga bisa mencium bau alkohol darinya. Sekali lagi Nismara terperanjat saat sepasang tangan besar laki-laki itu kembali merayapi punggungnya kemudian menekan tubuhnya sehingga mereka semakin tak berjarak.

  Terlebih saat laki-laki itu mulai mengecupi sisi lehernya dengan sensual. Tubuh Nismara bergidik ngeri, dia bisa merasakan nafas hangat yang menerpa permukaan kulitnya. Sampai tangan kiri laki-laki itu mengudara, melepas kancing piyamanya dengan brutal.

  "Gila ya lo? Lepasin gue!!" Nismara berontak keras, menjambak rambut laki-laki mabuk itu namun nihil, laki-laki itu malah semakin mengeratkan rengkuhannya, tak membiarkan celah sedikitpun. Sialan! Dia pikir Nismara itu wanita apaan?!

  "Lepasin gue kalau enggak gue bakal teriak!" Ancam Nismara. Dia lupa kalau sebenarnya dia sudah teriak-teriak sejak tadi sehingga berteriak sekali lagi sepertinya tidak berdampak lebih. “Lepasin gue! Lo belum tahu gue siapa, hah? Gue itu anaknya Abah Selamet, ketua RT kampung Jam—"

  Ucapan Nismara terpotong saat laki-laki itu tiba-tiba saja menawan bibirnya. Menyesapnya dengan liar sehingga aroma alkohol seketika membasuh seluruh rongga mulutnya. Nismara mematung. Dia tidak pernah mendapat perlakuan seintim ini dari siapapun, tidak bahkan Bang Herry, laki-laki yang dia cintai sekalipun. Beberapa lama Nismara mulai kehabisan nafas. Dia mengerang protes. Tapi laki-laki itu masih kukuh dengan kegiatan lancangnya.

  "HEI LAGI NGAPAIN KALIAN?!"

  Nismara terperanjat hebat, buru-buru mendorong tubuh lelaki itu dengan sekuat tenaga. Untungnya kali ini lelaki itu melepasnya dengan mudah. Nismara kemudian mendongak, mendelik lebar saat mendapati sekumpulan bapak ronda yang kini tengah menyorotkan senter ke arahnya. Nismara baru saja ingin melangkah maju saat salah satu dari mereka menangkap tangannya dan menariknya kasar.

  "Bawa mereka ke kantor desa Pak, penzina ini!!"

  Nismara mengernyit heran. Loh, bukannya mereka datang untuk membebaskannya dari dilecehkan seorang pemabuk? Bagaimana pun Nismara itu anak ketua RT jadi mereka pasti akan menyelamatkannya. Tapi kenapa tanggapan mereka berbeda dengan apa yang Nismara bayangkan? Seolah mereka malah menyalahkan Nismara.

  "Anak zaman sekarang sudah tidak punya akal!" Hardik bapak-bapak yang menyeret Nismara. Sisanya melakukan hal yang sama pada lelaki di belakangnya dengan cara tak kalah kasar pula. Selama proses itu Nismara hanya bisa bergeming heran.

  Ada apa ini? Kenapa malah dia yang diseret paksa seperti ini?

  Menyadari ada yang salah Nismara mulai berontak. “Loh, Pak kok malah saya yang ditarik-tarik gini?” Tanyanya tak paham.

  “Diam kamu, saya bakal kasih tahu Abah kamu kalau kelakuan anaknya seperti ini. Enggak punya otak, sia-sia orang tua kamu membesarkan kamu kalau ujung-ujungnya kamu malah menimbun dosa bersama laki-laki yang bukan muhrimnya!”

  Apa katanya? Menimbun dosa dengan laki-laki yang bukan muhrim?! Sepertinya ada kesalahpahaman disini, jelas Nismara tidak seperti itu. “Apaan sih?! Bapak salah paham, saya itu korbannya!” Teriak Nismara tidak terima.

  Namun lelaki paruh baya itu tampaknya tidak mempercayai perkataannya, dia malah semakin giat menyeret Nismara dan melontarkan berbagai kalimat hinaan. Nismara jelas berusaha untuk menjelaskan, dia tidak rela jika harus dicap sebagai pendosa saat Nismara hanyalah korban yang tidak bersalah. Dia yang dilecehkan, oke?

  Dan laki-laki itu, si biang kerok, malah menurut saja saat dua orang bapak-bapak menuntunnya menjauhi tempat perkara. Nismara berdecih tidak suka, semua ini gara-gara dia namun Nismara malah harus ikut disalahkan. Sungguh kenapa hidupnya bisa serumit ini?

Cakka dan Kata MerekaWhere stories live. Discover now