-: ✧ :-゜10 ・.

1.4K 221 10
                                    

[Name] PoV
.
.
.
Saat ini kegiatan klub sudah selesai dan para anggotanya sudah diperbolehkan untuk pulang. Anak-anak klub musik yang lain sudah berhamburan untuk pulang, sementara aku masih terdiam di ruangan klub tanpa ada niat untuk beranjak pergi.

"[Name]? Kok masih disini? Gak pulang?" tanya Kiki.

"Nanti aja." jawabku.

"Tapi bukannya kamu gak boleh pulang telat ya? Ntar kalau dipukulin lagi gimana?" tanya Kiki lagi.

Sepertinya Sho juga sudah memberitahukan soal itu pada mereka ya.

"Gapapa. Udah biasa." jawabku yang masih fokus pada buku harianku.

Kiki tidak menyahuti ucapanku lagi, tapi dapat ku rasakan ia masih terdiam di depanku.

Awalnya aku membiarkannya begitu saja, tapi rasanya tidak nyaman juga saat merasakan tatapannya yang masih terus tertuju padaku.

Aku berhenti menulis di buku catatan ku lalu mendongak untuk menatapnya, "Kenapa? Gak pulang?"

Bukannya menjawab pertanyaanku, Kiki malah menarik kursi kosong yang berada tak jauh darinya lalu duduk di hadapanku.

"Lagi nulis apa sih? Keliatannya serius banget." tanyanya yang seperti sengaja mengalihkan pembicaraan.

"... Cerita." jawabku dengan suara pelan.

"Hee... Kamu suka nulis cerita?" tanyanya lagi.

Aku hanya menjawabnya dengan sebuah anggukkan.

"Aku boleh baca?" tanyanya lagi yang membuatku melayangkan tatapan datar padanya.

"Gak."

"Yahh kok gitu? Boleh yaa? Kan kita temen." ucapnya yang sepertinya mencoba untuk membujuk ku.

Mendengar ucapannya itu, sontak aku menghentikan kegiatan menulisku dan beralih menatapnya--maksudku, dia sudah tahu semuanya kan? Tentang Ayahku juga kan? Lalu kenapa dia masih menyebutku sebagai temannya?

"... Kenapa?" tanyaku pada akhirnya.

Kiki mengerjapkan matanya, "Apanya?"

"Kamu udah tau semuanya kan? Terus kenapa masih bilang kita itu temenan?" tanyaku ulang.

"Kenapa yaa...? Uhm... Bagiku itu gak ada hubungannya sih... Gimanapun masa lalumu, jujur aku gak peduli. Karena itu udah berlalu kan? Yang penting itu kamu yang sekarang, bukan kamu yang ada di masa lalumu. Terus soal Ayahmu, aku gak ngerti sih... Maksudku, kan yang bikin salah itu Ayahmu, terus kenapa malah kamu yang dibenci? Kenapa juga kamu malah ikut-ikutan benci sama diri kamu sendiri? Intinya, aku gak peduli sama masa lalumu atau dirimu di masa lalu. Yang pasti, aku mau berteman sama dirimu yang sekarang gimanapun kondisimu. Dan aku yakin, bukan cuma aku aja yang berpikir begitu. Aku yakin, Amu, Upi, Toro, dan Sho juga sama sepertiku." jelasnya panjang lebar.

Entah kenapa tiba-tiba mataku terasa memanas. Dan begitu aku menyadarinya, ternyata air mata sudah berjatuhan membasahi pipiku.

Aku sontak berusaha menghapus air mata yang terus bercucuran. Tapi anehnya, air mataku malah seakan tidak mau berhenti.

Kiki sedikit mengacak rambutku lalu tertawa kecil, "Terharu ya? Ciee yang terharu."

Aku memasang ekspresi cemberut walau mungkin tidak akan terlihat jelas karena tertutupi masker.

"Gak tuh, siapa juga yang terharu?" sangkal ku.

"Terus kalau gak terharu kenapa nangis?" tanyanya.

"Aku gak nangis, mataku cuma kelilipan." sangkal ku lagi yang tidak ingin mengakui bahwa aku memang menangis karena terharu.

Our Bond (WEE!!! x Reader) Where stories live. Discover now