B untuk BHAHAHA

2 3 0
                                    

Rissa keluar dari kamar nya dengan menggerutu, membahas hal-hal yang tidak penting sendirian, kalian seperti Rissa juga tidak?

Punya kebiasaan untuk bicara sendiri, kebiasaan ini seperti nikotin, membuat kecanduan hingga terasa kurang bila tidak melakukannya. Aneh tapi nyata.

Padahal tidak ada lawan bicara tapi rasanya sedang berdebat dengan orang lain.

"Iya kan, yang namanya seorang adik itu harusnya dimanja, disayang, di segala-galakan oleh kakaknya? Apakah di babukan termasuk definisi seorang adik?" Ujar Rissa pada dirinya sendiri. "Iyaa-iyaa saya tau tugas seorang kakak itu berat, tapi jadi seorang adik juga berat." Rissa emosi sendiri. "Ahh udah lah, ngapain gue debat sendiri, mending kalo masuk tvOne, mata Najwa sekalian, ya kalo nggak mas--"

Rissa menghentikan ucapannya, kepalanya ditoyor dari belakang, Rissa sangat terkejut, hingga membuatnya tidak bisa berkata-kata selain menghembuskan nafas berat.

"Gila lu?!" Seru seseorang, siapa lagi kalau bukan Rian kakaknya.

"Lu! Wahh! Lu yang gila! Double gila! Hilang akal pikiran dan hati nurani!" Teriak Rissa.

"Kebanyakan nonton drama lu, alay." Balas Rian dengan menyentil jidat Rissa.

"Ahshh!" Teriak Rissa kesakitan dengan memegang jidat dengan kedua tangannya. "Mamah!!!"

Rissa berlari ke arah Yuni yang sedang duduk dimeja makan. Rissa merengek sambil memperlihatkan jidatnya yang semu merah.

"Mah, liat! Marahin bang Rian dong, mah!" Ujar Rissa sambil menggoyangkan tubuh Yuni.

"Iya nanti dimarahin." Balas Yuni membuat Rissa sedikit lebih tenang dari kehebohannya.

Rissa menjebikan bibir bawahnya, ingin terlihat agak imut walaupun sebenarnya mengerikan.

Kurang ajar, orang gue beneran imut.

Maaf Rissa. Tapi kejujuran diatas segalanya, fakta tetaplah fakta.

"Nanti tolong ambilin tupperware mamah bekas kemarin ya!" Titah Yuni pada Rissa yang sekarang sedang panas dingin mendengar kata tupperware.

"Mampus, tupperware tahan banting gak ya, kemaren gak sengaja ke banting." Batin Rissa meringis.

"Tupperware tahan banting kan mah?" Tanya Rissa pada Yuni, membuat sudut mata wanita paruh baya itu melesat seperti peluru.

"Kenapa? Tupperware mamah kamu rusak ya?!"

Rissa meneguk ludah, seluruh bumi ini tau bahwa yang namanya emak-emak pasti lebih menyayangi tupperware-nya dibanding anak sendiri, rusak satu aja gak jajan sebulan.

Terlebih ras terkuat dibumi masih dipegang oleh emak-emak, senjatanya bisa apa aja yang ada didekatnya, jangankan sapu, handuk yang lagi dipegang aja bisa jadi pecut :) Impresif bukan?

"Nggak lah, nanya doang." Jawab Rissa menyembunyikan kegugupannya dengan sedikit tertawa. "Tunggu dulu besti, kalo gue mau ngambil tupperware mamah, gue harus ke rumah tetangga dong, HAH GILA AJA, KALO KETEMU COWOK KEMAREN GIMANAA??!!" Batin Rissa mulai ramai diikuti kobaran-kobaran api.

"Berangkat dulu ya, mah. Assalamualaikum." Ujar Rian setelah menyalimi tangan Yuni.

"Waalaikumsalam." Jawab Yuni. "Kamu kok gak berangkat?" Tanya Yuni pada Rissa yang masih tepekur memikirkan keselamatannya dari amukan Yuni juga dari cowok yang kemarin.

"Nasib ... Nasib." Rissa menenteng tas nya lalu menyalimi Yuni. "Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam." Jawab Yuni sambil mengelengkan kepalanya.

***

Tiba digerbang sekolah, Rissa merapikan dulu penampilannya, dia merogoh saku rok-nya kemudian mengambil ponsel, dia bercermin dilayar ponsel itu.

"Jodoh kan bisa dateng dimana aja." Ujarnya.

Selesai berkaca, Rissa kembali berjalan di lorong, hari pertama masuk sekolah sebagai anak SMA, ternyata lumayan seru juga ya, apalagi melihat cowok-cowok yang ganteng berlalu lalang, tipe Rissa banget.

"Uhh, my tipe." Ujar Rissa melihat kakak kelas yang baru saja berpapasan dengannya.

Rissa memberhentikan langkahnya, ini dia, kelas sepuluh IPA 6, awalnya Rissa bingung mau pilih IPA atau IPS, hasil psikotesnya juga lumayan bagus, bisa masuk kesemua jurusan, tapi akhirnya Rissa memilih kelas IPA, alasannya ingin menchallenge diri sediri seperti orang-orang yang berkompetisi di televisi.

"Akhirnya, jadi gini rasanya menchallenge diri sendiri, seru juga." Ucap Rissa terkekeh.

Padahal challenge nya belum dimulai sama sekali. Ibaratnya kamu baru lolos audisi, belum bertanding apalagi melakukan challenge, dah lah pengen nangis.

"Assalamualaikum!" Kata Rissa mengucap salam dengan lantang.

"Waalaikumsalam." Jawab manusia-manusia penghuni kelas IPA 6.

Rissa langsung menghampiri orang-orang dan menyaliminya seperti sedang halal bihalal, tak pernah lupa untuk berkenalan.

"Haii."

"Tas nya bagus bestie!"

"Hei! Gue Rissa, double s ya!"

Seperti itu lah contohnya, Rissa tidak bisa menahan diri untuk tidak bicara, kalau tidak bicara rasanya bibir, pikiran dan hati sangat gatal.

Rissa duduk di meja ujung dan paling belakang, letak meja yang selalu jadi incaran Rissa dari SMP. Tidak sia-sia dia bangun pagi, akhirnya bisa dapat meja terakhir.

"Sebelah kanan jendela, sebelah kiri meja cogan, depan juga cogan, surga sekolah ini." Bisiknya sambil tertawa sendiri.

Tapi seketika tawanya memudar, Rissa dengan cepat membalikan badan, dia menutupi setengah wajahnya dengan rambut dan buku.

"Hah kok? Ya Allah kenapa harus? Ahh mati gue!" Seru Rissa sendiri.

"Lo?" Tanya seseorang sambil menghampiri Rissa.

Hal itu sontak membuat tubuh Rissa mengerjap kaget. "Tenang Sa, dia gak kesini kok." Ucap Rissa mencoba menenangkan dirinya sendiri.

"Hei!" Seru seseorang itu yang kini telah berada di depan meja Rissa. Dia kemudian mengambil buku yang Rissa pegang untuk menutupi sebagian wajahnya.

"Ahhh." Teriak Rissa histeris. "Gue minta maaf, demi pantat gue copot gue gak ada niatan maupun rencana ataupun pikiran picik, dan gue juga gak mesum." Ujar Rissa dengan cepat dan lancar selancar jalanan aspal yang masih baru.

Cowok yang tengah berdiri didepan Rissa kini terdiam mengernyitkan dahi. "Maksudnya?" Cowok itu menaikan satu aslinya, bingung. "Buku lo kebalik," lanjutnya sambil mengembalikan buku Rissa dengan posisi semestinya.

Tiba-tiba Rissa tertawa sambil bertepuk tangan. "Yeay!! Selamat!" Rissa mengambil tangan cowok itu dan berjabat tangan. "Gue lagi sosial eksperimen dan lo orang pertama yang ngeh kalo buku gue kebalik, yeay!! Selamat!!" Ujar Rissa sambil tertawa lebar membuat mimik wajah cowok itu kikuk hingga tidak bisa berkata-kata.

"Oke udah, silahkan duduk." Ujar Rissa sambil mempersilahkan cowok itu duduk di bangku, depan mejanya.

"Freak." Bisik kecil cowok itu.

Rissa menghembuskan nafas lega, agaknya cowok itu tidak mengenalinya.

Luar biasa permainan semesta, mengapa cowok tetangga itu bisa se-sekolah dan sekelas dengan Rissa, untung saja dia tidak mengenali wajah Rissa yang kemarin memukul dan menyundul bagian aset-- ahh membicarakannya saja sudah bikin malu.

Rissa kembali mengeluarkan ponsel dari dalam saku rok nya. "Jodoh bisa dateng dimana aja." Lanjutnya.

Benar apa yang dibilang cowok tadi, Rissa kamu benar-benar freak.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Feb 01, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

COMEDY RELATIONSHIPWhere stories live. Discover now