7

967 191 13
                                    

Mémoire

.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

.

Malam hari setelah kejadian memilukan yang menimpah [Name], Izana memutuskan untuk menemani gadis itu.

"Aku meminta Kakucho untuk membeli makan malam," ujar Izana, dibalas anggukan oleh [Name].

Tampak canggung bagi keduanya, [Name] masih terbawa suasana duka. Izana sendiri tidak mengerti, ia tidak pernah merasa hal demikian dengan ibunya. Karena itu pula, ia hanya bisa terdiam dan sesekali mengelus punggung gadis itu atau sekedar membawa tubuhnya ke dalam dekapan.

"Tadi, aku membeli sesuatu," celetuk Izana membuka percakapan.

Ia merogoh saku celana untuk mengambil sebuah jepit rambut. "Aku membeli ini untukmu, akan ku pakaikan."

Tubuh mereka sedikit merapat, Izana memasangkan jepit itu dengan penuh hati-hati.

"Jepit rambut?" gumam [Name].

"Ya."

[Name] meraba jepit yang sudah terpasang indah di surainya. "Terimakasih, Izana-san."

Izana menangkup wajah puan dihadapannya. "Sudah kuduga, kau akan terlihat manis bila memakai ini."

Kalimatnya membuat [Name] tersipu.

"Aku membeli beberapa cup ramen instant." Suara seseorang langsung menyadarkan kedua insan dimabuk cinta.

"Beberapa?" tanya [Name].

Izana menjelaskan, "Beberapa anak Tenjiku akan berkunjung."

"Aku akan membantumu menyiapkan ramen itu, Kakucho-san."

"Tidak perlu, [Name]-san. Aku bisa melakukannya sendiri, kau istirahat saja di sini bersama Izana." Sang dahayu mengangguk paham.

Jarak antara dapur dan ruang tamu lumayan jauh. Izana tersenyum tipis saat menyadari Kakucho berniat memberi waktu berdua bagi mereka.

[Name] tersentak kaget kala sebuah kepala menekan pahanya. "Izana-san?"

"Ini memang bukanlah waktu yang tepat, tetapi aku ingin bercerita padamu."

"Kau bisa bercerita sesukamu."

"Sebelum itu, elus aku." Tangan [Name] dibawa menuju surai milik Izana.

Dengan malu-malu gadis itu mengelusnya.

Kekehan pelan pun dikeluarkan Izana. "Kau sangat manis," pujinya.

"Jangan memujiku! Itu memalukan."

"He ... aku jadi semakin ingin memujimu."

"Hentikan, bukankah kau ingin bercerita?"

"Ah, kau benar."

Keadaan terasa sunyi. Jari-jari [Name] masih senantiasa mengelus pelan surai Izana.

"Aku tidak memiliki keluarga. Seorang wanita yang kuanggap ibu ternyata bukanlah ibuku, lalu dia berkata bahwa ibu asliku ternyata seorang pelacur. Ayahku sendiri tidak ku ketahui keberadaannya." Izana menutup kedua mata saat tangan [Name] mengelus rahangnya.

"Beberapa tahun lalu, seorang lelaki bernama Shinichiro menemuiku dan berkata bahwa ia adalah keluargaku. Kau tahu? Saat itu Aku sangat senang saat mendengar bahwa aku masih memiliki keluarga." Ia tersenyum tipis, mengingat segala momen menyenangkan bersama Shinichiro.

Matanya mendadak dingin. "Tetapi, semua berakhir sama. Tidak ada yang namanya keluarga di sisiku. Shinichiro tidak memiliki hubungan darah denganku. Ia juga lebih memperhatikan adik laki-lakinya." Tangan [Name] seketika berhenti.

Izana beranjak dari posisinya, kemudian membawa [Name] bersandar di bahunya. "Aku sudah bercerita mengenai hidupku, sekarang kau bisa bercerita tentangmu."

"Kalau begitu, elus aku juga."

Tawa kecil yang terdengar merdu menjadi candu di pendengaran [Name]. "Ha'i ha'i, Hime-sama juga ingin dimanja rupanya."

Tangan Izana langsung mengelus surai [Name] dengan lembut.

"Sebagai besar sudah kau ketahui. Aku lahir dalam keadaan cacat lalu ayah meninggalkanku dengan ibu. Selama membesarkanku, ibu sering berlaku acuh terkadang ketus hingga tak jarang aku berpikir bahwa beliau membenciku. Tapi, hati ini tidak pernah memiliki niat untuk mengurangi rasa sayangku padanya. Aku sangat menyayangi ibu, melebihi diri ini sendiri."

Tarikan sudut bibir berhasil menahan air mata yang hendak keluar.

Izana memperbaiki posisi duduknya hingga kedua insan ini saling berhadapan.

"Aku ingin mengatakan satu hal." Izana memegang bahunya dengan lembut.

"Aku menyukaimu."

[Name] tersenyum. "Aku juga menyukaimu."

Izana tak bisa menahan senyuman serta debaran.

"Sebagai teman."

Seketika senyumannya luntur.

•••

Pict: https://pin.it/5miVdwH

Mémoire | Izana X Reader Where stories live. Discover now