Prologue - ii

180 26 14
                                    

"Abis ngapain deh? Sampe segini parahnya lukamu, Kak." Dengan penasaran, takut, juga heran, Yumi membersihkan goresan merah di permukaan wajah milik Chan menggunakan sebuah kapas putih.

Sama seperti orang pada umumnya, Chan belum menjawab, melainkan masih meringis akibat luka di wajahnya sedang ditangani oleh Yumi. Bahkan ketika Yumi telah usai mengurusi luka-luka yang bertebaran di wajah Chan, dirinya masih meringis menahan sakit.

"Aku ambil minum dulu bentar." Setelah merapikan kotak P3K, Yumi bangkit lalu menyiapkan minuman untuk Chan.

Kini Chan yang tengah sendiri di ruang tamu, sedang memeriksa keadaan wajahnya dari ponsel yang ia bawa. Bagian bawah layarnya sedikit retak akibat pertengkaran tadi.

Bukan. Bukan Chan yang berkelahi dengan anak lain. Justru Chan ingin melerai kedua insan yang tengah beradu di lapangan, namun ia ikut gagal bersama teman yang ingin ia lindungi. Saat Chan jatuh, ponsel yang tersembunyi di dalam kantong celana jadi ikut retak. Tapi untunglah tidak pecah.

Chan mengaktifkan ponselnya, lalu ia mengecek apakah layar sentuhnya masih berfungsi. Ketika telah bersyukur karena ponselnya masih dapat digunakan, Chan mendapati Yumi berada di depannya sedang membawa segelas minuman.

"Nih."

Tanpa basa-basi, Chan mengambil lalu meneguk minuman itu, dan hanya dalam sekejap langsung habis tak tersisa. Yumi hanya tertawa. Itu memang salah satu kebiasaan Chan yang dianggapnya lucu.

Yumi membenarkan posisi duduknya. Lalu kembali mempertanyakan apa yang mengganggu di pikirannya. "Tadi abis ngapain? Nggak mungkin kan kalo dicakar kucing jalanan?"

Merasa minumannya membasahi sebagian bibir, Chan berniat mengelapnya. Karena lupa, bibirnya yang terluka tidak sengaja mengenai tangan, hingga Chan kini berteriak kesakitan.

"Harusnya kamu tadi kasih sedotan," masih meringis, Chan sempat-sempatnya mengomeli Yumi.

"Bukannya makasih, malah ngomel," gerutu Yumi sambil memuncungkan mulutnya.

Ini hanyalah perdebatan normal, dan akan berakhir begitu saja. Mereka berdebat hanya sebentar lalu lupa lagi. Jika terjadi lagi besok, akhirannya juga akan sama. Saling minta maaf, lalu melupakan.

"Iya-iya maaf. Aku juga nggak inget sampe serinci itu," ucap Yumi sambil kembali mengobati luka di bibir Chan.

"Ya, kamu kan kerja di cafe. Masa gini aja masih amatir?"

"Ya mana aku tau kalau kakak bakalan ngelap bibir kaya barusan?"

"Ah udahlah."

"Lah, siapa yang mulai duluan?"

Seperti adik kakak, mereka bertengkar tidak ada habisnya. Meskipun mereka akan melupakan pertengkaran itu di kemudian hari, pasti ada salah satu yang ngambek dan juga mengalah.

Keduanya sama-sama diam. Chan merasa bersalah karena telah memulai pertengkaran dengan Yumi. Sedangkan Yumi merasa bersalah karena tidak bisa menahan emosi padahal Chan sedang sakit.

"Maaf."

Kata itu terlontar bersamaan dari mereka berdua. Chan tersenyum, sementara Yumi tertawa.

"Kenapa kakak minta maaf?" Masih dianggap lucu, Yumi bertanya.

"Kamu kan lebih kecil dari aku. Tapi aku masih berani marahin kamu. Bukannya keterlaluan? Makanya aku minta maaf," jawabnya dengan malu. "Kamu sendiri kenapa minta maaf?"

Yumi tersentak. "Jangan pura-pura nggak tau deh, kak. Jelas lah aku merasa bersalah. Kakak lagi luka-luka kaya gini, berani-beraninya aku ngelawan kakak. Maaf ya."

Chemistery || Lee Know Where stories live. Discover now