PROLOG

1.2K 122 6
                                    


PROLOG

Pria bersurai kuning tua itu terpaku dihadapan seseorang. Miya Atsumu, dengan bibirnya yang mendadak gagap. Ia tak mampu berucap satu patah katapun disaat itu.

Doppelganger. Rumornya, kalau manusia bertemu sosok yang serupa dengannya- maka itu adalah pertanda bahwa dia akan mati dalam waktu dekat.

Sesaat kemudian, Atsumu menyerngit. Ia menepis segala asumsi menyeramkan yang muncul didalam kepalanya sendiri.

"Atsumu, ya...?" Tanya pria berambut abu. Wajahnya itu memang mirip dengan Atsumu, akan tetapi tidak dengan ekspresi yang dipasang pada wajahnya.

Raut sendu, seolah menjadi ciri khas seorang Miya Osamu.

"Ya..."    Atsumu menjabat tangan Osamu yang terulur kepadanya. Meskipun ia harus memandangi uluran tangannya itu selama beberapa detik terlebih dahulu.   "Lo siapa?".  Tanya Atsumu kemudian.

Osamu tersenyum tipis, lalu menjawab...   "Gue Osamu, Adek lo!"   Katanya lalu kegirangan.

Lagi-lagi, Atsumu tidak dapat mencerna kalimat itu dengan cepat. Dirinya mengerjapkan mata berkali-kali, dan enggan untuk mempercayainya.

Tapi, dilihat bagaimanapun- kemungkinan bahwa Osamu adalah adiknya memang benar. Mereka berdua begitu mirip bak seorang anak kembar.

"Turut berdukacita... Tapi, papa pasti seneng ngeliat kita ketemu." Gumam Osamu.

Mendengar ucapan yang menggantung, Atsumu berusaha mengurai sendiri semuanya. Ia cukup yakin kalau dirinya tidak pernah mempunyai seorang adik. Dalam keluarga Miya, Atsumu adalah putera semata wayang yang dimiliki oleh keluarga tersebut.

Paras yang begitu seiras, serta usia yang sebaya membuat Atsumu ragu untuk mempercayai ucapan Osamu.

Bisa saja, Osamu adalah penipu yang sedang memanfaatkan keadaan. Ia mencari celah untuk masuk dan mengaku-ngaku sebagai bagian dari keluarga Atsumu.

Mungkin saja, Osamu tahu. Bahwa Atsumu tidak memiliki siapapun lagi untuk bertanya mengenai kebenaran tersebut.

Tidak, terkecuali bertanya kepada bunda yang sudah lebih dulu pulang kerumah.

"Bisa kita pergi dari sini? Matahari mulai naik." Osamu menutup wajahnya dengan salah satu tangannya. Paparan matahari yang sudah berada tepat diatas kepala itu membuatnya pusing seketika.

"Ah, ayo... Masih ada yang mau gue tanyain." Atsumu segera mengajak Osamu untuk beranjak dari deretan kompleks pemakaman. Keduanya berjalan beriringan menuju mobil milik Atsumu yang terparkir dekat dengan gerbang keluar.

Suasana didalam mobil masih belum terasa nyaman, sebab sirkulasi dari pendingin mobil belum tersebar secara merata.

Didalam perjalanan pulang, Atsumu hanya sibuk dengan kemudi yang ia genggam. Sesekali matanya melirik, memeriksa Osamu yang duduk tenang disampingnya.

Atas situasi yang baru saja terjadi, Atsumu dapat mengansumsikan- bahwa Osamu tahu lebih banyak mengenai dirinya.

Sedangkan, Atsumu sendiri tidak pernah mengenal sosok Osamu.

Atsumu tak kunjung mengajak Osamu bicara di sepanjang perjalanan. Rasa gelisah yang ada didalam hatinya bercampur dengan ketidakkaruan atas penasarannya.

Usai berbelok memasuki garasi, Atsumu mematikan mesin mobilnya- lalu mengajak Osamu untuk segera masuk kedalam rumahnya.

"Bun..?" Atsumu menghentikan langkahnya, tepat beberapa meter dari bundanya yang tengah duduk termenung sambil memandang sebuah album di sofa ruang tamu.

Sang ibunda menoleh, kemudian segera berdiri usai mendapati sosok pemuda yang berdiri tepat disamping Atsumu.

Dengan langkah kecil yang sedikit berjingkat itu- bunda menghampiri Osamu. Kedua tangannya langsung membelai wajah Osamu, hingga timbul lesung pipi pada wajah sang bunda.

Sontak, Atsumu memiringkan kepalanya. Ia tidak mengerti mengapa bunda-nya bersikap, seolah sudah mengenal Osamu.

"Kamu sudah dewasa, ya..."    Kata Bunda, yang langsung menarik tangan Atsumu juga Osamu untuk segera duduk bersamanya di sofa.     "... Bagaimana kabar ibumu?"    Pertanyaan bunda membuat Osamu tertunduk lesu.

"Dia bunuh diri."    Osamu merogoh saku pada blazer yang ia kenakan, kemudian memberikan satu amplop putih yang berisikan sebuah surat. Sebuah hal klise yang ditinggalkan banyak orang ketika sudah merencanakan kematiannya.

Bunda menerima surat tersebut. Dengan ragu, ia membacanya- sampai tak terasa bahwa air matanya sudah berlinang.

"Ya... Pasti sangat tidak adil untuknya." Bunda melipat kembali secarik kertas tersebut, kemudian memasukkannya kembali kedalam amplop dengan rapi. Ia mengembalikannya kepada Osamu, lalu berkata untuk menjaga peninggalan ibunya dengan baik.   "... Tapi bunda juga nggak bisa menerimanya masuk kedalam keluarga kami."   Kalimat bunda menggambarkan pola pikir wanita yang tegas. Biarpun begitu beliau tidak berteriak, suaranya lembut sekali.

"Boleh jelasin nggak... Ini tuh ada apaan sih?" Atsumu yang sedaritadi menyimak, akhirnya memutuskan untuk angkat suara. Sejujurnya, ia tidak senang apabila ada orang yang membicarakan sesuatu- tapi dirinya tidak dapat bergabung dalam topik pembicaraan tersebut.

Jelas, Atsumu tidak tahu apa-apa.

"Ah... Dia adikmu. Namanya,  Miya Osamu." Bunda segera menyambar beberapa tumpuk album yang sedaritadi ada disampingnya, kemudian membuka satu persatu halaman album tersebut.   "... Dia anak dari istri kedua papa-mu."   Jelas bunda, dengan tawa-nya yang mengembang.

Atsumu masih tidak berkomentar apapun. Ia sibuk melihat satu persatu foto yang tersusun rapi didalam album. Disana, hanya ada foto dua anak laki-laki. Setiap halaman yang dibalik, menunjukkan perkembangan keduanya dari bayi hingga usia sekitar empat tahun.

Meskipun semua foto itu cukup untuk membuktikan ucapan bunda, Atsumu masih sulit untuk menerimanya. Ia bahkan terlalu kecil disaat itu, sampai-sampai disetiap lembar foto, Atsumu selalu tersenyum.

Untuk saat itu, Atsumu belum memutuskan harus bagaimana selanjutnya. Semua yang terjadi terasa begitu tiba-tiba baginya, dan Atsumu memerlukan waktu untuk bisa beradaptasi.

Meskipun bunda terlihat seperti sudah berdamai dengan keadaan, Atsumu sendiri sadar- bahwa ia tidaklah sebijaksana bundanya. Yang bahkan masih menyambut anak tiri-nya, Osamu, dengan sebuah senyuman indah.

Bunda adalah, wanita tertulus yang ada didalam hidup Atsumu.

Usai mengetahui fakta dimasalalu yang terjadi diantara keluarganya, Atsumu tidak bisa menerima Osamu dengan mudahnya.

Dimata Atsumu, sosok Osamu hanyalah benalu. Andai saja ia tidak lahir ke dunia, andai saja ibunya tidak menjadi istri kedua dari ayahnya, mungkin bunda tidak perlu menahan sakit hatinya dalam jangka waktu yang lama.

Atsumu sendiri menyesal karena selalu merasa keluarganya utuh, dan baik-baik saja. Dirinya tidak pernah peka, jikalau bundanya terus memakai topeng setiap hari.

Dirinya tahu, bahwa adakalanya senyum yang ditampilkan oleh bunda hanyalah kepalsuan belaka.

"Osamu, bukannya lo harus banyak minta maaf? Terlebih, atas kelakuan ibu lo di masalalu." Celetuk Atsumu, membuat suasana diantara mereka bertiga menjadi suram.

To be continued-

To be continued-

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
You and Me - Miya Twins [ END ] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang