PART 7 ||

159 7 1
                                        

Seminggu berlalu, Sarella menjalani hari - harinya seperti biasa tanpa gangguan Kafka. Entah kemana perginya laki - laki itu karena semenjak mengantarnya pulang seminggu yang lalu, Sarella tidak pernah melihat keberadaan Kafka. Sarella tentu saja berayukur tentang hal itu, setidaknya ia bisa kambali menjalani hari - harinya seperti sebelum ia mengenal Kafka.

Tapi ada yang mengusik Sarella. Berita perjodohan antara Kafka dengan Sania masih menjadi berita hangat di sekolahnya. Padahal sudah lewat seminggu, tapi para murid masih saja membicarakannya. Bukan apa - apa, Sarella hanya tidak merasa nyaman dengan pertanyaan - pertanyaan teman sekelasnya menyangkut dirinya dengan Kafka, padahal Sarella susah berulang kali mengtakan bahwa antara dirinya dengan Kafka tidak ada hubungan apapun.

"Hai."

Sarella mengalihkan pandangannya dari buku yang ia baca saat seseorang menyapanya. Sarella menherutkan alisnya mencoba mengingat siapa laki - laki di depannya. Tapi tidak lama setelahnya Sarella langsung mengembangkan senyumannya. "Kamu..."

"Sama - sama." Ucap laki - laki yang tak lain dan tak bukan adalah prang yang membawa Sarella ke uks sewaktu ia pingsan seminggu yang lalu. "Boleh gue duduk di sini?"

Sarella menganggukan kepalanya, "Boleh, lagipula ini kan perpustakaan sekolah, jadi siapa pun boleh duduk disini."

Laki - laki itu tersenyum, lalu langsung duduk di depan Sarella. "Okee, thanks. Btw nama gue Ivan. Lo?"

"Aku Sarella. Ohh iya, aku mau ngucapin makasi banyak karena udah nolongin aku waktu itu. Dan maaf juga karena nolongin aku kamu jadi.."

"Santai aja kali, gue juga kalo liat pacar gue pelukan sama cowo lain pasti marah."

Sarella menggelengkan kepalanya. "Dia bukan pacar aku."

Ivan hanya menganggukan kepalanya. Laki - laku itu sedikit mengerti jika gadis di depannya ini tidak nyaman jika harus membahas hal itu. "Lo ngga ke kantin?"  Tanya Ivan mengalihkan pembicaraan.

Sarella menggeleng sebagai jawaban. Ivan mengetuk - ngetukan jarinya di meja, karena tidak tau harus membahas apa. "Lo ngga nyaman ya gue disini?" Tanya Ivan hati - hati.

Lagi - lagi Sarella menggeleng. "Bukan gitu, aku cuma gugup aja, soalnya jarang banget ada yang mau ngomong sama aku." Ucap Sarella mencoba menjelaskan.

Ivan terkekeh mendengar ucapan Sarella. "Pawang lo terlalu galak, makanya ngga ada yang berani deketin lo."

"Maksud kamu?"

Ivan hanya tertawa sambil menggelengkan kepalanya. "Ngga usah dipikirin. Gue mau balik dulu, cowo di belakang lo udah ngeliatin gue. Masih untung kayanya gue karena dia belum bikin muka gue hancur." Ucap laki - laki itu lalu pergi meninggalkan Sarella.

Sarella yang mendengar ucapan Ivan, langsung saja membalikan badannya. Dan benar saja, ada Kafka di belakangnya yang sedang menatapnya nyalang. Jantungnya tiba - tiba berdegup kencang. Setelah seminggu laki - laki itu tidak menunjukan batang hidungnya, kini Kafka tepat ada di belakangnya. Berada satu ruangan dengnnya.

"Kenapa kaget?" Tanya Kafka saat sudah duduk disampingnya.

Sarella hendak berdiri, tapi Kafka menahannya. "Gini kelakuan lo kalo gue ngga ada?"

Sarella menatap Kafka bingung. "Maksud kamu apa?"

"Serius lo nanya maksud gue apa?" Kafka mendekat, mengikis jarak antara dirinya dengan Sarella.

Orang - orang yang melihat itu langsung saja pergi dari perpustakaan tanpa diminta. "Kak, jangan gini?"

"Kenapa?"

KAFKAWhere stories live. Discover now