"Inget banget, sih," tawa Haikal dan dibalas cengiran Orchid. "Ada di kamar Bunda. Entar Abah ambilkan."

"Abah beliin Dea apa?"

"Gak banyak. Abah cape ah jalan-jalan. Tapiii Abah belikan yang barang-barang kartun kesukaan Dea."

"Yang mana?"

"Rapunjabi."

"Hah?" Orchid menolehkan kepalanya pada sosok tinggi gagah itu. Alisnya bahkan menyatu dengan kening mengerut. "Apa Rapunjabi?"

"Eh? Yang rambutnya panjang itu. Yang tinggal di menara. Piara kadal."

Orchid seketika tertawa kecil, begitu juga dengan Rasyana. "Itu mah Rapunzel, Abah!"

Menyadari kesalahannya, Haikal ikut tertawa. Ia sejak tadi sudah duduk di samping Orchid sembari mengarah pada gadis muda itu. "Yah... itu weh. Meni sama kitu."

"Gak banyak katanya, Dey. Cuman satu koper besar aja," tawa Rasyana menunjuk Haikal dengan bibirnya. "Kalah-kalah Bunda sama Teh Risa. Tengah malem video-call Bunda cuma mau tanyain Dea dibeliin apa."

"Serius, Bunda?"

Rasyana mengangguk dan tersenyum senang. "Kopernya aja gambar Rapunjabi."

"Rapunzel." Koreksi Abah, menyomot Roti goreng dari plastik.

"Ih, dia sendiri yang nyebut Rapunjabi duluan," ejek Raysana.

"Kalo gitu, Dea mau mandi dulu. Tunggu Dea yaaaa!" Orchid menyuap potongan terakhir rotinya dan segera bangkit.

"Sok. Pake air hangat, ya." Suruh Abah.

Orchid mengangguk siap dan segera menuju kamarnya. Meninggalkan Rasyana dan Haikal. Hingga gadis itu menghilang dibalik pintu kamarnya, barulah tatapan Haikal teralih pada yang lain.

Pandangan sendu itu menarik perhatian Rasyana yang sudah selesai dengan masakannya.

"Kunaon, Bah?" Tanya Rasyana lembut, mengusap lengan suaminya.

Haikal menggeleng dan balas memegang tangan Rasyana. Sebelah lainnya mengusap dua sudut matanya.

"Kok bisa anak secantik itu dijahatin? Sakit hati sekali hati liatnya."

"Kalau memang gak bisa merawat lagi, sok atuh, sini Abah yang merawat. Senang Abah. Anak cantik, anak baik begitu."

"Rasanya, kalau enggak menghargai aja, sudah Abah bawa Dea, Bun, ke sini. Abah yang rawat, Abah yang sekolah keun, Abah yang ngejaga."

Rasyana dapat merasakan rasa sakit yang dirasakan Haikal. Ia juga sangat mencintai Orchidea seperti anaknya sendiri. Haikal lebih lagi. Dari awal mengenal gadis ceria itu, Haikal lebih dulu menjatuhkan hati. Memperlakukannya seperti Risa.

Haikal paham, Orchidea mengalami Daddy Issue. Gadis itu kekurangan kasih sayang dan perhatian dari ayahnya, tidak, bahkan kedua orangtua Dea seolah membuang gadis itu. Namun enggan melepaskannya bebas.

Setiap kali Raskal membawanya di malam hari, pastilah keduanya mendapati luka pada wajah atau tubuh gadis itu. Awalnya Raskal menutupi, hingga Rasyana sendiri yang melihatnya. Pernah sekali Haikal mengajaknya berbicara tentang hal itu. Namun Orchid tampak enggan, dan hingga kini, mereka tak pernah membahasnya lagi. Hanya mengobati, menenangkan dan memberikan pelukan hangat mereka. Seperti malam tadi, Rasyana hanya bisa menahan tangis dan mengusap puncak kepala Orchid. Mengatakan bahwa ia adalah gadis yang kuat.

Sudah sejak dulu, sejak mereka masih sekolah menengah pertama Orchid menjadi bahan pelampiasan amarah orangtuanya, entah karena hal apa. Gadis itu hanya bisa menahannya. Keluarga Raskal pun baru mengetahui itu sejak mereka SMK. Itu sebabnya, Haikal sangat menjaga gadis itu. Menyuruh Raskal berusaha sekuat mungkin melindungi gadis rapuh tersebut.

Yang disyukuri Haikal dan Rasyana adalah hubungan keluarga mereka yang cukup baik dengan Orangtua Orchid. Itu sebabnya mereka tak pernah ingin ikut campur dalam masalah tersebut. Agar, setiap kali diperlukan, mereka bisa membawa Orchid ke rumah mereka. Lusi tidak masalah, berpikir jika sejak dulu pun Rasyana senang mengajak Orchid menginap atau sekedar jalan-jalan.

***

"Dea jangan tiduran sambil baca buku gitu. Nanti tangannya makin sakit!"

Raskal menatap pantulan bayangan Orchidea yang sedang tiduran diranjangnya melalui layar PC lebar itu. Orchid yang sedang membaca buku sembari telungkup itu berdecak kecil, dan membawa tubuhnya untuk duduk.

"Kamu ngapain, Kal?"

"Inikan weekend, jadinya aku ngedit foto yang bakal disetor ke Bang Aldy."

"Banyak?"

Raskal merenggangkan badannya. "Enggak terlalu, semalam udah dikerjain sebagian." Orchidea hanya mangut-mangut mendengarnya.

"Raskal, ponsel kamu nyala," Orchid menoleh kala sebuah panggilan terlihat pada layar ponsel Raskal.

"Siapa?"

Gadis itu meraih ponsel Raskal didekatnya. "Elona Aurorae," keningnya mengerut. "Siapa?"

Sebelum Orchid menyebutkan pertanyaan kedua itu, Raskal sudah bangkit dan mendekati Orchid. Mengambil ponselnya dan menatap nama tersebut dengan senyum kecil. Ia mengacak rambut Orchid pelan, dan kemudian memegang kening gadis itu.

"Demamnya sudah turun. Nanti ke rumah sakit sama Abah, ya?"

Orchid ikut memegang keningnya saat Raskal menjauhkan tangan. "Enggak demam, tuh."

"Iya, semalam kamu demamnya. Aku sampe beliin Bye-bye fever tengah malam. Mana ujan lagi."

"Terus kamu ujan-ujanan?" Orchid mendongakkan kepala pada Raskal yang memainkan ponsel. Sepertinya ia menolak panggilan tersebut.

"Enggak, aku naik mobil." Orchid mendengus karena jawabannya. Raskal memasukan ponselnya dalam saku celana dan membungkukkan tubuh agar sejajar dengan gadis itu. Ia menunjuk kening Orchid dengan telunjuknya. "Aku paling gak suka ngerawat orang sakit. Jadi, kamu lebih baik cepet sembuh, neng."

Orchid mendorong Raskal mundur dan menarik tubuhnya sendiri. Lantas gadis manis itu memeluk bantal dan tubuhnya sendiri.

"Aku gak sakit, tuh. Ngapain ke rumah sakit."

Raskal menarik tubuhnya untuk berdiri tegak lagi. Ia mengambil salah satu tangan Orchid dan menunjuk perban yang menutupi pergelangan.

"Kalau gak di obatin, Ligamen tangan kamu bisa robek."

Orchid menarik tangannya, dan menyembunyikan di balik bantal. "Gak ah, abis-abisin uang Abah aja."

"Kalau begitu pake uang aku."

"Aku gak mau. Buat apa diobatin, kalau nantinya bakal terluka lagi, sih?"

"Dea..."

Orchid menolak tangan Raskal yang mencoba untuk menggapainya.

"Kali ini kamu gak bisa lindungin aku, Raskal. Rumah aku beda sama rumah kamu. Mereka sendiri yang sakitin aku," gadis itu tersenyum manis. "Sekuat apapun kamu coba jadi rumahku, sejatinya aku pasti kembali ke sana."

"Kalo gak bisa jadi rumah, bukan berarti aku gak bisa jagain kamu, kan?"

Raskal mengusap rambut Dea dan tersenyum kecil. Ponselnya kembali berdering, nama yang sama kembali terlihat.

Elona Elmira's calling...

"Aku angkat telpon dulu. Kamu jangan pake baju aku terus, Dey. Bubun udah beliin baju banyak banget di kamar kamu sendiri." Anak lelaki itu menggeleng kecil sembari berlalu. "Dikira anak berbi kali, demen banget dandanin orang."

***

[Sweet] RevengeWhere stories live. Discover now