23. Ayo Bercerai!

22.2K 850 62
                                    

"Aku mau tinggal di rumah Ibu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Aku mau tinggal di rumah Ibu."



Pergerakan Sabda mengancingkan kemejanya terhenti ketika Shanum tiba-tiba berkata demikian. Pria itu membalik tubuhnya menghadap sang istri. Sebelah alisnya terangkat.



"Kenapa? Apakah kamu tidak nyaman tinggal di rumah ini?"



Jelas tidak nyaman. Sabda pulang tengah malam tadi. Meskipun pria itu sudah berada di rumah, hatinya mendadak dipenuhi kegelisahan. Belum lagi Shanum mencium bau parfum lain dari kemeja sang suami. Shanum tidak setenang biasanya, selalu ada perdebatan kecil di antara mereka.



Entah ini salah Shanum yang terlalu takut menghadapi kenyataan, atau salah Sabda sendiri yang tak tahu malu. Intinya, wanita itu sudah tidak nyaman lagi berada di sana.



Dia harus memikirkan alasan yang bagus supaya Sabda mengizinkannya pergi. Shanum bisa saja pergi tanpa izin dari pria itu. Hanya saja, Sabda masih seorang suami yang harus dihormati. Jadi, Shanum tidak punya pilihan.



"Aku hanya ingin tinggal dengan ibu. Tidak apa-apa kalau kamu tidak mengizinkanku menetap di sana, setidaknya biarkan aku tinggal di sana sementara."



"Nggak bisa. Kalau kamu pergi, siapa yang akan merawatku di sini? Ibu juga sudah sering mewanti-wanti kita untuk pergi ke rumahnya bersama, bukan sendiri. Apa karena kemarin aku pulang terlambat makanya kamu kesal?"



"Sudahlah."



"Padahal aku sudah sukarela pulang ke rumah setelah mendengar rengekanmu sepanjang hari di telepon. Apa lagi yang kamu inginkan?"



Sabda mengatakannya tanpa merasa bersalah. Dia pulang karena pusing mendengar ocehan Shanum yang terus memintanya kembali. Rencana Sabda untuk pulang esok hari dimajukan karena Shanum terus marah-marah di telepon.



Sabda kembali memutar tubuh menghadap cermin. Pria itu menyelesaikan kegiatannya mengancingkan kemeja. Dia masih semangat untuk pergi bekerja setelah kemarin berjalan-jalan dengan Rania selama seminggu.



Shanum berusaha untuk memupuk sabar. Jika dia tahu menikah dengan pria seperti Sabda hanya akan menambah beban pikiran dan masalah yang tak kunjung selesai. Sejak awal dia tak seharusnya mengikuti kata hatinya untuk menjadikan pria itu sebagai suami.



Untuk apa menikah dan punya suami jika pada akhirnya dia tetap memikirkan dirinya sendiri tanpa peduli perasaan Shanum sebagai seorang istri? Bahkan sekarang pria itu seolah melupakan janjinya. Apa yang harus Shanum harapkan dari pria itu?



So, apakah sekarang Shanum menyerah?



Jawaban Shanum, iya, karena memiliki suami seperti Sabda seperti tak ada gunanya. Selama ini dia sudah berupaya untuk sabar dan mempercayai Sabda kembali, tapi respons lelaki itu masih sama. Seolah menarik ulur perasaannya. Entah apa yang Sabda inginkan, tapi tampaknya Shanum sekarang mulai hilang kesabaran.

Surga yang Terabaikan (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang