UTR 2

124K 14.2K 746
                                    

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Selamat membaca bagian 2 UTR, semua!

**

   "Aku hamil anak kamu, Tuan Ryan."

   Setelah kalimat itu keluar dari bibir mungil Geladis dan sampai ke rungu Ryan, reaksi Ryan selanjutnya adalah menurunkan pandangannya ke perut Geladis yang memang tampak agak besar dengan sorot mata sulit dijelaskan.

   Kegugupan Geladis semakin menjadi, terlebih ia tidak tahu arti tatapan dari Ryan itu. Apakah Ryan tidak percaya? Apakah Ryan akan marah? Apakah Ryan akan membatalkan pernikahan mereka? Pertanyaan-pertanyaan itu berputar di dalam kepala Geladis, menakuti Geladis yang mendadak merendahkan pandangannya menjadi ke ujung sepatu Ryan.

   "Maaf mengganggu, Tuan Ryan." Bram tiba-tiba datang memecah keheningan aneh di antara Ryan dan Geladis.

   "Sekretaris Tuan bilang Asgam sudah menemukan berkasnya. Rapatnya bisa dimulai 1 jam lagi, Tuan," terang Bram kemudian.

   Ryan berdehem dan Geladis menaikkan pandangannya ke wajah Ryan lagi yang sudah menghadap Bram. Ryan kedapatan mengangguk seraya memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana bahannya yang rapi.

   "Geladis, saya berangkat dulu. Insya Allah saya pulang cepat supaya kita bisa bahas hal ini," pamit Ryan yang kembali fokus pada Geladis.

   "Iya, Tuan Ryan." Geladis menyahut sekenanya. Agak merasa lega karena suara Ryan masih seramah dan hangat sebelumnya, bukannya seperti yang ia bayangkan tadi akan mendengar suara dinginnya karena tidak suka akan kabar kehamilannya.

   "Istirahatlah," pesan Ryan sebelum beranjak dari sana diikuti Bram selaku asisten pribadinya.

   Geladis mengikuti punggung tegap itu semakin mengecil dan hilang setelah pintu rumah ditutup pelayan. Tinggalkah Geladis seorang di sana, bersama beberapa pelayan di dekatnya. Mereka mungkin mendengar perkataan Geladis tadi namun tetap diam dengan kepala merendah. Salah seorangnya, seorang wanita di usia pertengahan 40 menghampiri Geladis.

   "Nyonya, mari saya antar ke kamar," kata pelayan itu mengejutkan Geladis yang tengah gundah.

   Tidak ada yang lebih mengejutkan bagi Geladis selain panggilan 'Nyonya' yang pelayan itu berikan padanya. Bukannya apa-apa, hanya Geladis merasa panggilan itu menggugupkannya. Pasalnya, seumur-umur Geladis tidak pernah mendengar seseorang memanggilnya dengan itu. Dan juga, seharusnya panggilan itu pantas ia pakai setelah resmi menikah dengan Ryan yang mana saat ini pernikahan itu belum terjadi.

   "Mari, Nyonya." Mendapati Geladis hanya diam di tempat, pelayan itu pun turun tangan langsung membantu Geladis bangun dengan memegangi kedua lengan Geladis dan mengangkatnya sampai Geladis berdiri dengan kedua kaki.

   Perlakuan khusus ini membuktikan bahwa mereka memang mendengar ucapan Geladis tadi. Melihat betapa profesional mereka bertindak, Geladis kagum akan kepandaian Ryan memilih pelayan di rumahnya.

   "Aku bisa jalan sendiri," cicit Geladis pelan ketika mereka sedang menaiki anak tangga menuju lantai 2.

   "Tidak, Nyonya. Biar saya pegangi." Pelayan itu memiliki usia yang jauh lebih tua dari Geladis, namun caranya menolak Geladis sangat-sangat lembut dan tidak sampai menyakiti hati Geladis.

   Mereka tiba di lantai 2. Geladis sudah menebak-nebak pintu mana yang akan ia masuki dari keempat pintu di hadapannya ketika pelayan yang masih memegangi tangannya itu malah membawanya ke tangga lagi, tangga menuju lantai 3.

Untuk Tuan RyanOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz