"Dih! Ngapain, sih?"

"Jampi-jampi. Gue doain lo bucinin gue. Bakal gemesin kayaknya." Kayaknya aminin, deh, tapi kasian juga kalo misalnya cintanya nggak berbalas. Tega amat, ya, gue?

"Jangan mimpi!"

Yeee, si Modar. Nggak capek, apa, galak-galak mulu? "Mimpi itu keberhasilan yang tertunda. Lo nggak tau, ya, udah berapa banyak orang yang sukses berkat impiannya? Sebab mimpi mendorong obsesi hingga membuat orang gencar dengan apa yang mereka mau."

"Debat sama lo nggak ada habis-habisnya. Udah, ya, gue mau urus absen dulu."

"Cieee, udah izin-izin segala sama gue. Tuh, kan, gue bilang apa? Lo udah mulai--"

"Maksud gue, siniin buku catatan gue! Kan, lo yang pegang!"

"Ups." Juwita spontan mendengkus. Malu-maluin amat, lo, Juwita. "Kirain."

"Sini, cepetan!"

"Iya, deh, iya. Ck. Bentar, gue masukin kantong tadi." Juwita melepaskan belenggu kotak P3K dari pergelangan tangan sebelah kanan sebelum meletakkannya di atas rumput. Namun sebelum melepas belenggu pada pergelangan tangannya yang lain, mendadak Juwita mendapatkan ide.

Idenya adalah dengan bersikap seolah-olah ikatan pada tangannya memang tidak segampang itu untuk dilepas. Tujuannya tak lain tak bukan adalah untuk mengundang gosip yang menjadi hal yang super gampang baginya saat keduanya tengah berada di tempat umum.

Benar saja, aksi Justin pada detik berikutnya segera menarik perhatian yang lain, padahal aktivitas mendirikan tenda belum selesai.

"KYAAA! JUSTIN SAMA JUWITA!"

"Woi! Nggak takut dihukum tentara, ya, kalian?!"

"Heh! Pacaran terus! Bikin uwuphobia aja!"

"AAAAAA! Kemaren Saskara, trus Justin! Lo suka sama siapa, sih, Juw?"

"Jadi pengen jadi Juwita juga, padahal gue lebih cakep dari dia."

"Nggak ada gunanya lebih cakep kalo Juwita yang lebih femes dari lo! Gimana, sih?!"

"Iya, ya. Tapi kok gue merasa tersinggung, ya?"

"Ada apa ini?" Tiba-tiba terdengar suara lantang dari balik kerumunan, sukses mengagetkan sebagian besar murid hingga terhenyak. Tanpa disuruh, mereka yang berdiri paling dekat segera mundur agar yang bersuara lantang tadi bisa masuk ke dalam kerumunan.

Ternyata Pak Yunus juga berada di sana, tepatnya di belakang tentara. Melihat Juwita yang sedang berdiri di sebelah Justin dengan posisi lengan yang saling bersentuhan satu sama lain membuat beliau mendadak seperti terkena serangan bintitan gara-gara mengedipkan matanya beberapa kali demi memberi kode.

Juwita mengernyit selagi berusaha memahami apa maunya Pak Yunus sementara yang ditatap bertingkah heboh seperti cacing yang baru saja disiram dengan air panas.

"Bapak kenapa? Kepanasan, ya?" tanya tentara selagi murid-murid mengambil kesempatan untuk kembali mendirikan tenda. Mereka jelas tidak ingin mendapat risiko terkena sanksi prematur gara-gara menunggu untuk diperintah.

"Hng... nggak, Pak. Eh, tapi... iya, sih. Agak gerah di sini."

"Bisa gitu, ya? Padahal banyak angin." Tentara itu berujar sebelum menyisir setiap sudut yang bisa dipantaunya dengan tatapan menyensor. "Lima belas menit lagi kita mulai, ya! Pastikan pasaknya terpasang dengan benar! Nggak lucu, kan, kalo roboh malam-malam pas kalian tidur. Bisa bahaya nanti!"

"SIAP LAKSANAKAN, PAK!" puluhan murid merespons secara kompak, bertepatan dengan kedatangan Anulika dan Saskara di belakang duo Juwita dan Jeremy.

"Mereka rada telat gara-gara barang bawaan, Pak. Nanti biar saya saja yang menginstruksikan apa yang udah Bapak sampaikan tadi, ya." Pak Yunus segera menjelaskan saat tentara menatap penuh selidik kepada yang baru saja datang.

Juwita diam-diam menatap ke arah Anulika dan Saskara. Sejauh yang dia perhatikan memang tidak ada hal mencurigakan, tetapi tetap saja, Juwita bertanya-tanya sebesar apa damage yang dirasakan oleh Saskara ketika berjalan bersama yang mana adalah crush-nya.

Nggak cuma itu. Gue juga bertanya-tanya tentang gimana rasanya memendam perasaan dalam durasi yang lama, ketika bahkan nggak ada yang berinteraksi sama lo.

Saskara... Saskara... andai aja gue kenal lo lebih awal, apakah garis takdirnya bakal sama? Atau... tunggu.

Juwita menutup mulutnya sendiri saat ada argumen yang mampir ke dalam pikirannya. Saking lebaynya, aksinya berhasil menarik perhatian Justin dan cowok itu menatapnya dengan alis yang mengernyit dalam.

Kalo gue ngenal Saskara lebih lama, apa mungkin kami bakal jadian di masa sekarang, trus tau-taunya gue bakal masuk dalam silsilah keluarga Pak Yunus! Woah! Ini benar-benar--

"Heh! ngelamunnya bisa nanti-nanti, nggak? Bentar lagi disuruh kumpul, nih!" Justin mengomel sebelum menyenggol tangan Juwita sebagai isyarat bahwa dia perlu melepas tali kantong pada pergelangan tangannya.

"Iye, iye."


Bersambung

Her Crush is My Dad [END]Where stories live. Discover now