JEALOUS

32 0 0
                                    

Tiga orang telah menunggu di meja makan ukuran besar. Mereka menggunakan tempat itu hanya bagian tengah, kanan kiri dibiarkan kosong duduk berhadapan. Suasana kekeluargaan sangat terasa dan jarang sekali terjadi. Selain Hugo tinggal di apartemen sendirian terkadang Vihana tidak ikut sarapan bareng karena belum pulang olahraga. 

Ibu menyambut anak ke tiga tersenyum sakura menarik tangannya menududukan di kursi sebelahnya. Mengisi piring secara bergantian. Belum ada yang mau bicara selain mata mereka mengikuti aktivitas ibu. 

Indira juga masih menutup mulut rapat melakukan pekerjaannya hingga selesai. 

"Kata bibi kamu suka makan itu," celetuk Ayah.

Suara ayah menarik perhatian, Hana mendongngak menatapnya. "Apa, Yah?" 

 "Tuh," tunjuk Ayah pake dagunya. 

"Ini gatot, Yah. Kalau di Surabaya pake kelapa." Jelasnya sambil mendekatkan makanan berwarna hitam ke sebealah piringnya. Kemudian di taruh lagi. 

"Enak ko, Sayang. Ayah aja habis satu bungkus," sela Ibu. Melihat ke arahnya merasa heran karena makanan itu dikembalikan lagi ke meja. 

"Yang ini rasanya ada manis-manisnya, Na," kata Ayah menyela ucapan Indira. 

"Nggak mau, Yah. Hana mau ke kantor nanti giginya hitam," balasan menohok tanpa pengaman. 

Butuh satu detik meja makan penuh gelak tawa Ridwan Xavier bersama suara Indira. Saat seperti inilah yang selalu jadi keinginan keluarga Xavier. Di mana setiap mement ada gelak tawa tanpa privasi. Dari Vihana lah mereka mendapatkannya. 

"Sudahlah Ayah ini sudah siang. Hana mau ke kantor." 

"Kamu, Go. Mengganggu kesenangan Ayah," ucap Ridwan sedikit kesal diganggu putranya. 

"Habiskan sarapannya, nanti telat." 

Hana melirik patuh. Ia merasa ada yang berbeda lirikannya berubah fokus pria di depannya begitu tampan juga seksi. Harum maskulin memabukan melewati hidung bangir Vihana. Ia memutar bola matanya lalu menyipit-nyipit mengingat nama yang jauh dari jangkauan khayal.

Satria baja hitam?

Osaka? 

Nooooo! Itu nama kota di Tokyo. 

Isidamura! Hais, itu nama cewe. Vihana menggeser ponselnya untuk melakukan pencarian, tapi kepergok Ayah. 

"Hana, makan dulu." 

"Iya, Yah," sahutnya patuh." 

Sial!

Uhug! Kenapa mahkuk di depannya begitu tampan, sih. Ayah pake lihat lagi jadi gagal deh. Ia pun merencanakan sesuatunya setelah selesai sarapan nanti.

Semua aktifitas di meja makan tidak luput dari pengamatan Hugo. Ia merasa geli dengan tingkah Vihana pagi ini juga Ayah Ibu yang terlihat sangat bahagia. Ia tidak salah bilang setuju bawa Vihana pulang demi membahagiakan Ibu. Melihat kenyataan Ayah Ibunya senang ia pun turut senang. 

Hugo menyimpul senyum. Segera mengejar Vihana ke ruang tamu. Ia memijit hidung Hana sedang mengenakan sepatu sambil melihat ponsel nama yang dicarinya belum tampak di layar kaca.

Hugo berjongkok membantunya. "Kalau seperti itu kapan selesainya," tegur Huga sebal.

Sebuah anggukan tak peduli yang jelas ia kepayahan mencari nama Takeshi Kaneshiro. Ohh.... Mirip dia. Senyum kecil lolos dari bibir merah. Tangannya terus menggeser ke bawah. Menarik Hugo melogok menempelkan dahinya sampai bersetuhan. Napas harum meniup-niup pipi Vihana menoleh. Hugo tak membiarkan moment itu berlalu nguar sia-sia. Melumat bibirnya langsung sebelum Vihana membuka mulut memekakan telinga. 

BERDAMAI DENGAN MASA LALUWhere stories live. Discover now