SEBUAH KESALAHAN

93 2 0
                                    


Hari pertama menginjakan kaki di kota Metropolitan tentunya sangat berbeda dengan Kota Surabaya. Yang asri dingin dan damai. Perjalanan kereta malam membuatnya ngantuk dan lelah. Tangannya diseret teman seperjalanan menuju sebuah pusat perbelanjaan. Dengan alasan untuk membeli keperluan sebelum ke kontrakan yang ia sewa dua tahun lalu. 

Vihana tersenyum bahagia takkala memperhatikan setruktur bangun yang tampak sangat mewah, tinggi juga sangat ramai padahal hari itu baru hari senin. 

Ia lupa akan tujuan masuk ke sana dengan melihat-lihat segala barang dan harga selangit mulutnya tak berhenti bergumam takjub. Saat badanya mulai lelah ia duduk di bangku yang tersedia di lobi-lobi, sambil memutar bola matanya mencari sosok sahabat sekotanya. 

Ia baru menyadari jika dirinya terpisah dari sahabatnya. Mencari kesana kemari terkadang berlari kecil, membuat badannya kian lelah mencari jalan alternatif dengan bertanya pada para pengujung. 

Vihana dengan malu-malu bertanya pada Satpam. Berbekal informasi itu bergegas mencari tempat yang ditunjukan padanya. 

Setelah beberapa kali memutari tak juga tempat itu Ia temukan. Rasa was-was kian menderanya, Ia kembali duduk di kursi dingin sebelum melanjutkan pencarian. 

Matanya terbelalak melihat pertengkaran sejoli di siang bolong ditambah kepalanya yang pusing. Hatinya yang ketakutan ada orang sibuk bertengkar nalarnya mendadak mati lalu mendekatinya. 

Vihana berpikir mungkin saja jika dia menganggu pertengkaran itu akan berhenti seketika, tapi tenyata perkiraan gadis itu meleset. 

                                           *  *  *

Perempuan itu terus berteriak tak terima hubungannya hancur. Ia ingin kembali memperbaiki hubungan dan berjanji apapun permintaannya akan dituruti. Mulutnya terus berkata menyudutkan, menyalahkan yang jelas dia yang salah. 

Hugo sudah lelah atas penghianatan itu menutup telinganya. Memang perasaannya telah mati sejak setahun yang lalu. Hugo bertahan karena janji padanya untuk menikahi walau tanpa lagi getar-getar di dadanya. 

Mungkin dengan cara menikahi perasaan itu akan kembali bergetar, namun sayang yang terjadi kali ini di luar perkiraan, sebuah pengianatan.

Satu-satunya keinginan Hugo saat itu membungkam barang beberapa menit untuk bicara, kekasihnya tak memberi waktu mengacuhkan permohonan Hugo yang sederhana ini. Melupakan fakta penghianatan ini perempuan itu yang memulai.

Keduanya terus saja bertengkar tak ada yang mau mengalah, bahkan saat seorang gadis mendekati mereka tidak ada yang peduli. Mereka mengacuhkan setiap pertanyaan yang dilontarkan gadis itu. Padahal Ia sangat membutuhkan jawaban.

Gadis itu pun tidak tahu apa yang sedang mereka ributkan. Tanpa malu di tengah-tengah keramaian pusat perbelanjaan. Mereka sibuk dengan ke egoisan masing-masing. 

Sementara dirinya sedang kesulitan dengan segala ketakutannya. Inikah wajah Kota Jakarta yang sebenarnya? 

Miris sekali ketika dia harus menyaksikannya dengan mata dan kepalanya sendiri.

"Mas'e ..., Mbak'e di mana ruang informasi, yah?" 

Tak ada jawaban lalu gadis itu berjalan lebih dekat lagi dan lebih dekat lagi agar didengar keduanya.

"Mas'e ..., Mbak'e pusat informasi di mana, ya?" 

Lagi-lagi pertanyaan itu tidak mendapat jawaban dengan mendongkol gadis itu maju mengulurkan tangannya ke arah lengan tubuh tinggi mejulang di hadapanya.

Sebal akan pertengkaran memalukan tiada kesudahan itu dan jawaban yang diinginkan tidak mendapat respons. 

Bahkan ditonton ratusan orang lebih gadis itu berniat melerai, dengan terus menghapus jarak. Rasa ingin menoel tubuh salah satunya tanpa gadis itu sadari sebuah tamparan bertegangan tinggi mendarat di pipi gadis tak berdosa itu. 

BERDAMAI DENGAN MASA LALUWhere stories live. Discover now