'1'

60 21 12
                                    

POV : Dewangga Atmadja.

*Terbiasa*

Yang membuat kecewa itu bukan orang lain tetapi ekspetasi kita sendiri lah yang membuat kecewa.

✨DEWANGGA  ATMADJA✨
__________________

Matahari mulai terbit meninggalkan gelapnya malam, dingin nya malam pun telah berganti dengan hangat nya cahaya matahari. Namun kedinginan di dalam rumah gw yang mewah ini belum juga berganti dengan kehangatan selayak nya rumah pada umumnya.

Sebuah hal yang terbiasa dilakukan akan menjadi kebiasaan bukan? begitupun dengan hal yang dilakukan keluarga gw yang udah terbiasa mengawali pagi dengan perdebatan yang berujung perang dingin dan ya korban nya gw sama Dinar lagi dan lagi.

"Perusahaan pusat aman?" Tanya papah seraya melirik bunda.

Bunda mengangguk tanpa menatap papah, disitu mood gw sama Dinar udah mulai buruk, baru aja duduk dan mau mulai sarapan tapi percakapan yang merusak hari telah mulai dilontarkan.

"Ingat jangan sampai ada masalah lagi karena itu bikin MALU-!!" Tegur papah.

Spontan bunda menghentikan gerak tangannya yang sedang memotong daging, bunda menatap papah di sertai kekehan kecil yang bikin bulu tangan gw merinding.

Sumpah gw rasa nya mau cepat-cepat selesai sarapan terus berangkat kerja, begitupun dengan Dinar yang sedari tadi hanya menatap piring nya dan fokus menghabiskan sarapannya.

"Malu?? Perlu di ingat yang membuat onar itu karyawan dibawah pimpinan siapa?? jelas-jelas dibawah pimpinan kamu mas, kebiasaan kamu yang selalu menyalahkan aku di setiap masalah yang gak aku lakuin itu mau sampai kapan?"

Suara bunda kedengaran agak lirih, Dinar yang menyadari getaran di suara bunda pun mulai menatap bunda begitupun dengan gw.
Gak tau kenapa pagi ini bunda keliatan agak lemas bahkan tatapanya sendu.

Papah yang mendengar ucapan bunda hanya mengangkat bahu nya seakan-akan ucapan bunda itu angin lalu, gw sakit liat nya. Ya walaupun bunda sebelas duabelas sama papah cuman terkadang bunda nunjukin perhatiannya ke gw dan Dinar.

"Hanya itu? Respon kamu hanya itu?Mas.. Aku tau kita nikah karena dijodohkan, tapi bisakan anggap aku istri mu? jika tidak bisa setidak nya jangan bermain perempuan di belakang ku..."

What? Main perempuan? Siapa?Papah? Gila. Ini terlalu gila untuk diketahui dan di bahas di pagi hari.

Papah melahap suapan terakhirnya sebelum menatap tajam bunda. Dengan senyuman yang menyeramkan dan tatapan tajam nya papah mulai angkat bicara.

"Haii aku bermain perempuan di belakang mu? Untuk apa? memiliki mu dan kedua anak ini saja udah merepotkan, bagaimana aku menambah beban ku lagi?"

Jleb.

Sumpah sakit. Sakit banget. Gw bisa melihat jelas tatapan kecewa bunda dan Dinar ke papah, tapi lagi lagi papah seperti menganggap respon kekecewaan kami tuh angin lalu.

"Kami Merepotkan? Kami beban?Kamu segampang itu berbicara seperti tidak memiliki perasaan. Asal kamu tau,Dewangga dan Dinar sudah melakukan yang mereka bisa. Setidak nya akui mereka sebagai anak mu jika kamu tidak mampu mengakui ku istri mu mas."

Cukup. Gw gak bisa liat tatapan sendu bunda.

"Bunda..cukup. Papah gak bermaksud gitu kok, iya kan pah???" Tanya gw dengan penuh harapan. Gw benar-benar berharap Papah ngerti isyarat gw untuk menghentikan debat ini.

Dewangga Atmadja [HIATUS SEMENTARA]Where stories live. Discover now