02. Perkara Delivery Makanan

496 62 58
                                    


Aji duduk di teras, siang-siang begini komplek rumah terasa lebih sepi. Padahal biasanya ada bocil-bocil yang suka ribut di jalanan depan atau main sepak bola di lapangan besar belakang rumah. 

Tapi hari ini tumben sepi.

Aji bosan, sudah main game sampai pegal. Ini entah perasaannya saja atau bagaimana, tapi liburan kali ini terasa lebih lama.

Padahal biasanya satu kedipan mata saja habis.

Laki-laki itu mendecak bosan, menyilangkan kaki di atas kursi sambil memandang ke arah pohon mangga.

"Makan lotis kayaknya seger," ucapnya jadi ngiler.

Siang ini super terik, panasnya sampai membakar kulit. Aji yang niatnya keluar rumah mau ngadem cari angin sepoi-sepoi sejuk, sama saja tetap kepanasan.

"Tapi mangganya nggak ada," lanjutnya manyun kecewa.

Aji jadi menghela napas panjang, mengipasi diri pakai kipas portabel yang ia ambil diam-diam dari kamar Lian. Akhir-akhir ini kegiatan si bontot itu di siang hari pasti molor, kalau nggak molor ribut ngajak kakak-kakaknya cari kuliner.

Memang banyak maunya, dikira kakak-kakaknya punya uang yang tidak ada limitnya. Tapi, abang pasti iya-iya saja.

Padahal mereka semua itu kere kalau tidak dapat suntikan dana dari papa.

Panjang umur. Baru dibatin, Loka langsung muncul dari sebalik gerbang. Dia menenteng satu totebag putih sedang, satu tangannya lagi memegang sepotong semangka segar.

Kaos oblong hitam laki-laki itu sudah hampir nyeplak badan, keringatnya bercucuran. Bahkan rambut pirang yang pagi tadi katanya keren abis, siang ini sudah lepek tak berbentuk.

"Abang dari mana?" tanya Aji bingung, perasaan tadi tidak kedengaran ada orang keluar rumah.

"Dari rumah pak RT," jawab Loka lalu duduk di kursi seberang Aji, napasnya masih ngos-ngosan.

Alis Aji terangkat. "Ngapain? Belah semangka?" tanya Aji nyindir, kakaknya itu bawa semangka dingin tapi tidak bagi-bagi.

Padahal Aji dari tadi ngiler melihatnya.

"Mau?" tawar Loka menyodorkan semangka yang tinggal setengah, tapi Aji menggeleng jual mahal.

"Enggak."

Gengsinya emang nomor satu.

"Habis bantuin beres-beres buat tempat tinggal yang mau KKN," katanya. "Ternyata yang kemarin rame-rame itu mereka, tinggal di rumah pak RT."

"Kok, ganti tempat? Bukannya kemarin nggak di situ?"

Loka menelan semangkanya lebih dulu. "Rumah yang kemarin, kan, udah dijual. Udah ada yang beli juga. Jadi ganti di kosannya pak RT," katanya memberitahu.

Aji manggut-manggut mengerti. "Yoksi, ketua karang taruna komplek Citra Jaya," katanya membuat Loka membusungkan dada bangga tersenyum jumawa.

"Mau ini nggak?" tanya Loka memberikan totebag putih tadi, pada Aji yang sebenarnya tidak terlalu penasaran.

"Apa?"

Serangkai Kata [New Version]Where stories live. Discover now