Bab 12

29.6K 960 72
                                    

"Permisi...."

Suara seorang pria membuat ketegangan Gisca perlahan berubah menjadi ketenangan. Itu artinya, ada orang lain antara dirinya dengan Saga. Siapa pun orang itu, setidaknya bisa menyelamatkannya.

Padahal Gisca hampir saja mengambil sapu atau apa pun yang bisa digunakannya untuk memukul Saga.

"Ah sial, harusnya tadi tutup pintunya," gumam Saga yang bisa terdengar oleh Gisca.

Sementara itu, Gisca secepatnya keluar ke depan kamarnya, menghampiri pria yang berdiri di sana. Ia berharap pria tersebut bisa membebaskannya dari Saga. Sungguh, Gisca sangat ketakutan sekarang sehingga seperti orang linglung yang tidak tahu harus berbuat apa.

"Iya?" tanya Gisca pada penjaga indekos. Ya, rupanya orang yang memanggilnya adalah pria yang Gisca yakini merupakan penjaga tempat ini. Meski baru bertemu satu kali, tapi Gisca lumayan hafal wajahnya.

"Tadi ada kurir nganterin ini," jawab penjaga indekos seraya menyerahkan bingkisan yang Gisca yakini berisi makanan. "Gisca, kan?" tanyanya memastikan.

"Maaf, tapi dari mana?"

"Saya nggak nanya karena saya kira kamu yang order."

Gisca langsung menoleh ke arah Saga. Entah kenapa ia merasa bukan Saga orangnya. Gisca lebih cenderung menduga kalau makanan ini dikirim oleh Barra.

"Coba cek aja, barangkali ada nama pengirimnya," saran penjaga indekos.

"Oke, nanti aku cek sendiri. Makasih, ya."

Penjaga indekos itu lalu menoleh ke arah dalam kamar Gisca, tepatnya ke arah Saga, "Tapi sori, buat tamu yang ada di dalam, kosan ini memang bebas, tapi kalau malam ada aturannya. Ini udah hampir jam sembilan, jadi...."

"Tenang aja. Sebentar lagi mau pamit pulang, kok," potong Saga. "Tolong biarkan kami bicara lima menit lagi," lanjutnya.

Sebagai isyarat membiarkan, penjaga indekos itu bergegas meninggalkan mereka berdua.

Seketika Gisca merasa bodoh. Kenapa tadi lidahnya seakan kelu. Seharusnya ia mengatakan kalau pria yang mengunjunginya ini sudah membuatnya tak nyaman sekaligus ancaman yang membuatnya takut. Kenapa sesulit itu untuk bilang?

"Aku kasih kesempatan buat kamu berpikir untuk bersedia menjadi pacarku."

"Enggak! Aku nggak mau," jawab Gisca cepat.

"Kamu harus mau, karena kamu harus bertanggung jawab atas putusnya hubunganku dengan Sela."

"Hah? Maksudnya apa?"

"Sela memutuskan mengakhiri hubungannya denganku lalu membiarkan kita berdua dekat. Dia sangat pengertian, bukan? Jadi, ini waktu yang tepat untuk kita berdua saling mencintai."

Gisca tidak mengerti semua ini. Sampai dinihari tadi, Sela dan Saga masih sayang-sayangan. Kenapa tiba-tiba sekarang sudah putus?

Tunggu, bahkan seharusnya Sela datang ke sini untuk membicarakan sesuatu dengannya. Sesuatu yang Sela janjikan via telepon tadi. Anehnya, kenapa jadi begini?

"Aku tahu kamu bingung, Sayang. Untuk itu seharusnya kamu dengar ini." Saga lalu mengeluarkan ponselnya dan memperdengarkan sesuatu pada Gisca. Sesuatu yang ternyata suara Sela.

"Gisca, sebelumnya aku minta maaf banget. Aku udah lelah dengan semua ini. Aku ingin bebas dan melepaskan diri dari sesuatu yang membelenggu hidupku. Untuk itu, aku menyerahkan Saga sama kamu. Aku tahu aku jahat, tapi kesempatan untuk menyerahkan tongkat estafet ini nggak datang dua kali. Jadi, semoga kamu bisa menjalani hari-hari dengan nyaman. Aku yakin kamu akan terbiasa nantinya."

Teman tapi KhilafWhere stories live. Discover now