Langit cerah membias cahaya kala gadis kecil itu melongokkan kepalanya keluar jendela. Taburan kerlap kerlip cahaya bintang membuatnya senyumnya mengembang. Dia ingat sebuah cerita dari bapaknya yang memberinya nama Bintang Anyalani.
"Nama mu bukanlah sebuah harapan bagi bapak dan ibu mu, nama mu adalah suka cita atas penyatuan kasih sayang kami berdua. Kamu, Bintang Anyalani adalah setitik cahaya jelita yang akan selalu menerangi jalan ke arah tujuan kami." Kata Bapaknya saat itu.
Senyumnya perlahan memudar kala ia mengingat kejadian dua kali pertengkaran hebat bapak ibunya.
Bintang masih tetap mendongak dan menatap bintang-bintang yang bertaburan di angkasa. Ingatannya akan senyum dan tawa bapaknya saat bermain dan bercanda dengannya membuat matanya berkaca-kaca. Bapak yang selalu siap membela dan memahami keinginannya telah pergi lebih dari dua minggu. Sosok yang selalu ditunggunya di teras rumah itu datang setelah ia selesai mandi dan rapi tidak pernah muncul kembali. Bahkan berulang kali ia berlari hingga ke jalanan kampung menunggu hingga petang, beliau tidak pernah nampak.
Gadis itu secara perlahan kehilangan keceriaannya, sinar yang terang itu perlahan meredup. Gadis kecil itu sama sekali tidak mengetahui bahwa dirinya mulai berubah.
"Bintang, sayang, kamu udah makan?" Tanya ibunya saat memasuki kamarnya.
"Belum bu, Bintang belum lapar." Jawab gadis kecil itu tanpa menoleh ke ibunya.
Ibunya memeluk dengan mesra dan mencium pipinya.
"Dulu saat ibu hamil kamu, ibu selalu melihat bintang-bintang di teras rumah. Jutaan titik cahaya yang menghiasi angkasa membuat ibu merasa damai. Itulah kenapa Bintang menjadi namamu. Ibu selalu damai saat melihat mu sayang." Kata ibu yang ikut melongok ke atas bersamanya.
Mata keduanya berkaca-kaca, entah apa yang ada di kepala mereka. Mereka berdua menatap langit tanpa berkata-kata. Keduanya larut dengan isi kepala masing-masing diiringi suara jengkerik. Bintang memeluk pinggang ibunya sambil terisak. Ingin ia bertanya, di mana Bapak? tapi mulutnya tidak mampu berucap sepatah katapun.
------------------------------
"Nenek!!!"
"Kakek!!!"
Bintang langsung berhambur memeluk kedua orang tua sepuh yang menjadi kakek neneknya saat ia melihat mereka sepulangnya dari sekolah. Dengan gembira ia mencium tangan mereka yang adalah bapak dan ibu dari ibunya. Setelah ia melihat sekelilingnya, terlihat ibunya yang berwajah muram. Mata ibunya sembab, sepertinya habis menangis.
"Bintang, kamu masuk ke dalam kamar dulu ya nak, ganti baju, jangan keluar kamar dulu, nanti nenek temani Bintang." Pinta neneknya dengan lembut.
Bintang hanya menganguk. Sambil sesekali melirik ke arah ibunya yang sedang menunduk sambil terisak, gadis kecil itu berjalan memasuki kamarnya.
"Ada apa ya di luar?"
"Kenapa ibu menangis?"
Pertanyaan-pertanyaan lumrah dari seorang anak kecil yang rasa penasarannya masih tinggi muncul di benaknya. Dengan wajah yang agak kebingungan, Bintang segera menaruh tas sekolah dan hendak berganti baju. Terdengar suara keras kakeknya yang membuatnya kaget,
"Akan sampai kapan kamu mempertontonkan kekerasan di depan Bintang???!!!" Seru kakeknya.
"Yang dulu pernah membuatnya sakit berhari-hari dan ternyata itu tidak membuat kamu dan Sutanto menyesalinya tapi malah semakin menjadi-jadi!!"
Kembali suara bentakan kakeknya terdengar, nama bapaknya pun ikut disebut oleh kakeknya yang sedang murka.
"Hiks..hiks..hiks."

KAMU SEDANG MEMBACA
Hilang Dalam Terang
Non-Fictionkisah gadis remaja ditengah problematika keluarga yang membuatnya mengalami banyak tekanan.