Latar Realita Negeri Alas Kaki

12 3 0
                                    

Pada suatu keji di negeri alas kaki, barisan sendal bangkit (sekali lagi) melawan hegemoni sepatu. "Rezim ini dzalim! Kembalikan kedaulatan kami! Kembalikan keluarga kami!" ucap aktivis sendal jepit shift hari Kamis depan istana negara.

Di lain tempat, di balik barikade sepatu bot, berdiri para pantofel menyinyir perlawanan ras tersebut. "Memang kenapa sih kok harus beramai-ramai? bisa tenang tidak? kami sedang sibuk memikirkan negara!" ucap mereka sembari bersemir diri.

Suasana negeri alas kaki memang demikian pelik. Jika anda merujuk pada sejarahnya, negara ini baik-baik saja—hanya pada buku pelajaran. Sisa pahit-pahitnya tidak ditulis di sana.

Burung kabarnya, sisi kelam negara sudah dihapus hujan yang (disengaja) turun.

Kembali ke hari Kamis #melawankeji , protes keras ini muncul semenjak semakin banyaknya sendal-sendal yang hilang selepas beribadah di berbagai tempat ibadah reformasi. Kehilangan tersebut disinyalir merupakan upaya kaum sepatu untuk membasmi kaum terbanyak di negeri alas kaki yang menghalangi mereka ke sana kemari.

Sementara itu, banyak sepatu sendal berdiam diri di rak masing-masing. Melihat situasi negara yang tak kunjung damai, mereka terpecah ke dalam berbagai fraksi. Sebagian mendukung sendal melawan rezim, sebagian menemani sepatu menjaga diri, sebagian sederhana hanya ingin pergi-pergi healing ke mana sesuka kaki.

*Menurut info orang dalam, sepatu hak tidak ikut memilih posisi karena alasan sederhana: mereka merasa punya hak atas apa yang mereka kehendaki. "Hidup elegan tanpa segan," moto hidup mereka.

Menurut analis hukum alas sepatu, pergulatan ini harusnya tidak terjadi sejak dulu jika mereka paham bahwa nenek moyang mereka sama-sama satu: sama-sama selembar daun tebal atau kayu tipis yang melindungi kaki.

Nasiblah yang membawa mereka ke dalam bentuk yang berbeda-beda, fungsi yang berbeda-beda. Demi menjaga negara, mereka tidak boleh menjadi alasan munculnya bencana busana.

Sementara negara sedang pelik, kabar keresahan negara ternyata ikut memupuk sepatu sneaker untuk membesar dan berpikir masa depan. Generasi sepatu sneakers ini kelak akan menjadi tonggak berdirinya negara dengan baik—meski sebagian sneakers merah berotak cerdas namun berfisik rapuh.

Kebaikan tidak selalu menang, memang. Tiap tahun, hegemoni ini memang semakin menjadi-jadi. Tapi kaum tertindas paham, bahwa tujuan utama mereka bukan saja kembalinya para kehilangan.

Tujuan mereka adalah mati di jalan kebenaran, daripada menjadi diam tanpa harapan.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 19, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Hegemoni SepatuWhere stories live. Discover now