Anggur Biru Metalik

2 0 0
                                    

Beni adalah seorang mahasiswa semester tiga dengan prestasi dan kecerdasan yang biasa saja. Karena bosan dengan kehidupan kampusnya yang biasa-biasa saja, akhirnya dia mencari hobi untuk mengalihkan kebosanannya dari dunia perkuliahannya yang terasa monoton. Dia memutuskan untuk menanam pohon cabai di halaman depan rumahnya. Setelah tiga bulan tibalah saatnya panen pertama. Ketika hendak memanen, Beni menemukan keanehan pada buah cabai yang dia tanam.

Kalau biasanya buah cabai berbentuk ramping memanjang dengan warna merah, orange, kuning atau hijau, tidak dengan buah cabai di hadapannya, buah cabai itu berwarna biru muda metalik berbentuk bulat menyerupai anggur. Buahnya lebat sekali hampir memenuhi seluruh pohonnya yang hanya setinggi satu meter. Padahal saat membeli bibit pohonnya dia telah memastikan kepada si penjual bahwa tanaman yang dia beli adalah bibit pohon cabai rawit.

Saat dia mencoba menyicipi rasanya, tidak dia temukan rasa pedas cabai sama sekali, yang dia rasakan justru perpaduan antara manis, asam, asin dan sedikit rasa segar yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. Pada akhirnya dia tak terlalu mempermasalahkan buah cabai aneh itu, toh rasanya masih segar untuk dikonsumsi. Begitu pikir Beni. Kini dia menjuluki buah aneh itu dengan nama Ambim, alias Anggur biru metalik.

Pertama kali menyantap ambim, dia terbayang betapa nikmatnya jika makan sambil ditemani minuman bersoda dingin yang sedikit asam dan segar. Tak lama kemudian datanglah Ringgo, salah seorang temannya dengan membawa minuman bersoda persis seperti apa yang baru saja dia bayangkan. "Wah, kebetulan yang mantap sekali", gumam Beni dalam hati.

Tak ingin menikmati Ambim sendirian, akhirnya Beni menawarkannya pada Ringgo. Ringgo yang baru pertama merasakanpun langsung menyukai buah itu. Akhirnya dia meminta beberapa buah Ambim untuk dibawa pulang.

Sepulangnya Ringgo, Beni kembali menikmati Ambim. Kali ini dia menikmati segarnya Ambim sambil membayangkan ditemani oleh Anita, wanita cantik primadona di kampusnya. Ajaibnya tak lama kemudian Anita benar-benar muncul di hadapannya. Anita berkata bahwa dia sengaja datang ke rumah Beni untuk mengembalikan buku yang dulu pernah dipinjamnya.

Antara takjub dan merasa aneh, akhirnya Beni memutuskan untuk menguji keajaiban buah itu sekali lagi. Dia mengkhayalkan keinginan yang sulit dicapainya selama ini. Ia menggigit Ambim sambil membayangkan mobil impiannya.

Tiiiiiiin!

Secara mengejutkan di depan rumahnya terparkir truk yang sedang mengangkut mobil Honda Jazz berwarna putih sesuai dengan yang dia inginkan. Seorang wanita turun dari truk itu dan menghampiri Beni yang sedang duduk di teras rumahnya. "Apa benar Anda yang bernama Beni Subeni? Selamat Anda berhasil memenangkan doorprize undian dari Bank Mutiara", ujar wanita itu sembari menyerahkan kunnci mobil impian Beni beserta dokumen kepemilikan kendaraan tersebut.

Beni semakin terpukau dibuatnya, antara senang dan tak percaya. Bagai mimpi di siang bolong. Berhubung dia ada jadwal kuliah siang itu, maka dia putuskan untuk pergi ke kampus dengan mengendarai mobil barunya sambil ditemani Anita sang gadis primadona kampus. Betapa bangga dan bahagianya dia dapat memamerkan mobil baru dan kedekatannya dengan Anita kepada teman-temannya.

Sesampainya di kampus, dia dihujani pandangan takjub dan tak percaya dari teman-temannya. Membawa mobil baru dan Anita yang duduk manis di sampingnya. Saat berada di kelas, dia menjelma bak selebriti kondang yang dikerumuni banyak wartawan kepo di sekelilingnya.

Banyak diantara teman-temannya yang bertanya tentang kedekatannya dengan Anita. Padahal setahu mereka selama ini Beni adalah pria yang susah menjalin hubungan dekat dengan wanita. Terlebih dengan wanita secantik Anita.

Bukannya menjawab pertanyaan teman-temannya, dia malah sesumbar dan berkata,"aku adalah pengabul keinginan, apapun keinginan kalian pasti akan kukabulkan". 

Mendengar itu teman-teman Beni menganggap bahwa Beni sudah gila karena mendapat dua rejeki nomplok dalam sehari. Namun Ferdi, salah satu teman Beni meminta satu hal padanya. Dia meminta ponsel baru kepada Beni karena ponsel lamanya sudah rusak dan tidak layak digunakan.

Dengan penuh percaya diri Beni menggigit Ambim yang dia bawa sambil membayangkan ponsel keluaran terbaru. Seketika itu juga tas punggung yang dia gendong berguncang seperti ada katak yang sedang meloncat-loncat di dalamnya. Dia bergegas membuka tasnya dan menemukan sekotak ponsel keluaran terbaru lengkap dengan box dan dokumen-dokumen pelengkapnya. Persis seperti jika kita membeli ponsel baru di toko-toko resmi. Ponsel itu dia berikan kepada Ferdi secara cuma-cuma.

Melihat keajaiban tersebut, teman-teman Beni menjadi kagum. Mereka berebut meminta kepada Beni agar keinginannya terkabul. Beni yang pandai melihat peluang pun memanfaatkan kesempatan tersebut. Dia memberi tarif pada setiap permintaan yang datang padanya. Satu permintaan seharga seratus ribu rupiah saja.

Dalam sehari saja dia dapat meraup untung sebesar satu juta rupiah. Sudah sepuluh permintaan teman-temannya yang dia kabulkan dihari itu. Ada yang meminta pacar, perubahan nilai-nilai semester sebelumnya, motor baru, kebaikan hati dosen pembimbing dan sebagainya. Beni membayangkan berapa banyak keuntungan yang akan dia peroleh dalam seminggu, sebulan atau setahun. Bayangan pundi-pundi rupiah menjadi tema utama imajinasinya saat itu.

Dari hari ke hari kabar bahwa Beni dapat mengabulkan segala permintaan pun semakin menyebar ke seluruh kampus. Makin banyak pula "pasien" yang dia tangani setiap harinya. Bahkan suatu hari ada salah seorang dosen yang menghubunginya secara diam-diam. Dosen tersebut meminta agar dirinya segera diangkat menjadi rektor karena dia telah berkali-kali mengajukan diri tetapi tidak juga terpilih sebagai rektor. Beberapa hari kemudian dosen tersebut secara mendadak resmi diangkat sebagai rektor, entah bagaimana caranya.

Ringgo yang dulu pernah meminta segenggam Ambim pun mendatangi Beni, dia meminta pertanggung jawaban. Pasalnya setelah mengetahui bahwa Ambim yang dia bawa dapat mengabulkan permintaan, Ringgo lantas memakan buah tersebut dan membayangkan motor baru yang dia impikan. Namun bukannya motor baru yang dia dapat, dia malah kehilangan motor lamanya di parkiran kampus. Selain itu dia juga menginginkan tubuh ideal berotot namun yang terjadi malah tubuhnya menjadi kurus kering karena terkena typus.

Beni yang tidak tahu menahupun menjadi bingung dibuatnya. Karena merasa tidak enak akhirnya dia membayangkan uang tunai sejumlah lima puluh juta rupiah sambil mengunyah Ambim yang ada ditangannya. Dia berikan uang lima puluh juta yang muncul dari dalam tasnya kepada Ringgo agar temannya itu tidak lagi sedih berlarut-larut.

Beberapa hari setelahnya Beni menyadari satu fakta. Rupanya buah aneh itu tidak bisa bertambah banyak meski telah dia sirami dan pupuk secara teratur. Kini sisa Ambim yang menggelantung di pohon hanya tinggal dua. Segera dia petik kedua buah itu dan memikirkan apa yang akan dia lakukan dengan keduanya.

Aha! Beni mendapat ide brilian. Satu buah akan dia gunakan untuk meminta uang tunai sebanyak satu triliun rupiah yang akan dia gunakan sebagai modal usaha. Satu lagi akan dia gunakan untuk meminta agar seluruh buah Ambim dipohon kembali dalam jumlah yang banyak.

Ambim pertama telah dia santap dan berhasil. Uang tunai sejumlah satu triliun rupiah tiba di rumahnya dengan diantarkan oleh seorang pria yang mengaku sebagai perwakilan dari Bank Mentari yang bertugas mengantarkan hadiah utama undian kepada pemenang. Lalu tibalah saatnya Beni memakan Ambim terakhir yang ada di genggamannya.

"Hahahahaha! Dasar manusia bodoh! Kau tidak akan bisa memperbanyak buah itu dengan cara apapun! Itu adalah buah setan. Jika seluruh buahnya habis maka apapun yang telah kau minta akan menghilang selamanya!", teriak seorang kakek berjenggot putih panjang dengan pakaian serba hitam di depan rumah Beni.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 17, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Don't Disturb Me!Where stories live. Discover now