Gadis Pingitan

8 2 0
                                    

Hai namaku Winda. Aku adalah seorang gadis kesepian yang malang. Mengapa aku berkata demikian? Karena kedua orang tuaku tidak pernah mengizinkanku untuk keluar rumah, bermain bersama teman-teman menikmati hari-hari sebagai seorang remaja. Diusiaku yang menginjak dua puluh tahun ini apakah wajar pola asuh seperti itu? Kurasa tidak. Aku sudah cukup dewasa untuk mengambil keputusan, menentukan tindakan dan membedakan baik dan buruk. Tapi mengapa mereka terus memingitku seperti ini?

Aku dipingit di lantai dua rumahku. Dengan rantai besi panjang yang mengikat kedua kakiku. Aku hanya dapat berjalan sepenjang rantai itu. Tempat terjauh yang dapat kupijak adalah kamar mandi di sisi belakang lantai dua dan teras balkon di sisi depan. Mengenaskan sekali bukan? Coba kalian bayangkan bagaimana rasanya jadi aku? Membosankan? Ya, itulah yang kurasakan setiap hari.

Terlebih kedua orang tuaku juga sangat sibuk bekerja, mereka hanya bisa menemuiku di hari minggu, hari dimana mereka tidak bekerja. Mereka selalu datang bersama seorang wanita yang mereka panggil 'Bu Dokter'. Entah apa yang dilakukannya dengan menanyaiku berbagai pertanyaan konyol tiap kami bertemu. Akupun sering tidak menghiraukannya dan menjawab setiap pertanyaan-pertanyaan itu sesukaku.

Setelah menanyaiku, wanita itu selalu berbincang dengan kedua orang tuaku di lantai satu. Aku sering samar-samar mendengar kata gangguan jiwa, belum sembuh, terguncang. Apa maksudnya? Apa aku mengalami gangguan jiwa sehingga harus diikat seperti ini? Apakah aku pernah membahayakan nyawa seseorang? Seingatku tidak!

Setahun lalu sebelum diikat seperti ini, aku adalah seorang gadis biasa yang sangat menyukai olahraga MMA, pertarungan beladiri campuran yang sangat populer itu. Aku adalah seorang atlet berbakat yang sering memenangkan pertandingan dengan meng-KO lawan-lawanku. Apakah kehebatanku itu yang menyebabkan aku harus diikat seperti ini? Hey aku tidak gila! Aku hanya sedikit tomboy!

Sepulangnya wanita itu, mama dan papaku selalu menemaniku mengobrol dan menceritakan banyak hal. Mulai dari cerita-cerita mengharukan sampai cerita-cerita lucu yang membuat hariku berwarna. Setelah beberapa saat, mama dan papa pamit untuk pergi ke bawah dan akan kembali menemuiku minggu depan. Kembali aku dirundung kesepian. Padahal aku masih ingin berbincang lama dengan mereka, mengapa mereka tidak memahami hal itu?! Ah entahlah! Lebih baik aku pergi menonton TV di kamarku karena kartun kesayanganku akan segera dimulai.

Hahaha! Kartun minggu pagi adalah hiburan terbaik yang selalu kunanti. Namun menjelang siang hari kebosanan kembali menghampiriku. Seluruh acara di TV berganti menjadi acara berita yang serius dan memuakkan. Kuputuskan menuju teras balkon sekedar menghirup udara segar dan melihat-lihat suasana.

"Orang gilaaa, orang gilaaa. Hahahaha", sorak segerombolan bocah padaku saat melintas di depan rumahku. Dasar anak-anak tidak punya sopan santun. Mereka pikir itu lucu? Akan kutunjukkan pada mereka hal yang lebih lucu dari itu. Segera kuambil beberapa kerikil putih yang ada pada pot bunga di dekatku. Kulemparkan kerikil-kerikil itu ke arah mereka. Hahahahaaa! Merekapun lari ketakutan sambil menangis dan memegangi kepala mereka yang benjol. Lucu sekali bocah-bocah itu.

Keesokan harinya, kembali aku menikmati suasana dari teras balkon. Pagi itu aku melihat banyak sekali siswa-siswi SMA yang melintas di jalanan depan rumahku. Maklum, di dekat rumahku ada banyak rumah kos yang mayoritas ditinggali oleh siswa-siswi dari SMA dan SMK favorit yang terletak tidak jauh dari sini. Murid-muridnya banyak yang berasal dari luar kota. Aku dulu juga bersekolah di SMA itu.

Aku melihat seorang siswa yang sedang berjalan sendiri. Seragam putih abu-abu dengan topi terbalik, kemeja yang dikeluarkan dan sepatu berwarna merah putih. Dia terlihat seperti siswa nakal yang pemberani. Mengingatkanku pada mantan kekasihku dulu. Aku jatuh cinta padanya!

Aw! Sial, dia melempar gumpalan kertas tepat mengenai kepalaku. Lalu dia menyuruhku untuk membuka gumpalan kertas itu dengan isyarat tangan. Oh? Rupanya ini sebuah surat. Kubuka dan kubaca tulisan di dalamnya "Aku cinta kamu", itu yang dia tulis untukku. Waw? Apakah ini surat cinta? Segera kuberlari mengambil pena yang ada di dalam kamar, kutulis balasan untuknya di kertas itu,"Aku juga cinta kamu". Tidak lupa kukecup surat itu hingga membekas merah bibirku di sana.

Siswa itu masih setia menungguku di bawah sana. Kulempar gumpalan kertas itu padanya. Hap! Dia menangkap gumpalan kertas itu lalu membaca isinya. Dia tersenyum manis padaku lalu beranjak pergi ke sekolah. Aku terus menungguinya di teras balkon dengan sabar.

Hingga sore harinya kembali kulihat pangeranku berjalan seorang diri di jalanan depan rumahku. Dia tersenyum dan kembali melempar surat padaku,"aku ingin berdua denganmu". "Naiklah, hanya ada aku di atas", dengan cepat aku membalasnya. Aku juga ingin menghabiskan waktu berdua dengan lelaki yang aku cintai. Melakukan apapun yang kami mau, pasti menyenangkan sekali. "Oke, tunggu aku nanti malam", balasnya menutup percakapan romantis kami via surat sore itu.

Tak mau menyiakan waktu yang ada, aku segera mempercantik diri. Mandi, me-roll rambut, memilih baju terbaik, parfum terbaik, make up terbaik, aku juga minta kepada bibi untuk menyediakanku camilan dan minuman yang lezat untuk menjamu pangeranku. Aku beralasan kepada bibi bahwa aku ingin makan banyak malam ini untuk mengusir bosan.

Tepat pukul sembilan malam pangeranku datang. Dia memanjat pagar tinggi rumahku dan melompat ke halaman samping rumahku. Segera kuulurkan tali panjang ke bawah agar dia dapat naik ke balkon. Tali itu aku buat dari sprei dan selimut yang aku sambung hingga menjadi tali panjang dan kuat. Dengan sigap pangeranku naik ke atas menggunakan tali tersebut. Sesampainya di atas kami segera membereskan tali tersebut agar keberadaan kekasihku tak diketahui oleh siapapun. Isi pikiran kami sangat kompak sebagai sepasang kekasih.

Kami pun segera masuk ke dalam kamar dan berpelukan erat sekali, saling cumbu dalam-dalam dan bercinta sepanjang malam. Betapa bahagianya kami malam itu. Kami benar-benar saling mencintai. Jika orang-orang sering menyebutku gila namun tidak dengannya. Dia menerimaku apa adanya sebagai seorang manusia seutuhnya. Sebagai kekasih sejatinya.

Ingin sekali kuberteriak pada orang-orang,"Hey lihat! Aku bukanlah orang gila! Kalian saja yang tak mampu menerima cara pandangku terhadap dunia! Sedang kekasihku mampu memahamiku!". Namun aku tidak akan benar-benar berteriak seperti itu, karena aku bukan orang gila yang berteriak di tengah malam.

Disela momen kami menikmati malam di teras balkon, tiba-tiba pangeranku bertanya,"sayang, maukah kau menjadikan cinta kita abadi?", akupun serta merta menjawab,"kau tidak perlu bertanya sayang. Aku pasti mau".

Lalu pangeranku mengeluarkan dua bilah pisau kecil dari dalam saku celananya,"ayo sayang kita lakukan bersama agar cinta kita sehidup semati", ujarnya penuh keyakinan. Aku yang terkejut pun langsung memeluknya. Aku tak menyangka dia akan melakukannya secepat ini,"sayang, tak kusangka kau sepemberani ini. Sudah lama aku menunggu seorang lelaki sejati sepertimu. Lelaki yang akan menyatakan ikrar cinta sehidup semati", ucapku penuh rasa haru.

Kuambil sebilah pisau kecil itu dan kuucap janji suci untuk cinta kami,"aku mencintaimu dihidup dan matiku", diapun melanjutkan,"entah surga atau neraka, kita akan saling mencinta".

Kutempelkan pisau kecil itu di lehernya, dan dia menempelkan pisau kecil itu di leherku. Dingin kurasa ketika ujung tajam pisau itu menempel di leherku. Aku tersenyum dan mulai menghitung,"satu...", "dua...", dia melanjutkan. Dan,"tiga...".

SRET!

Secara bersamaan kami menyayat leher satu sama lain. Sayatan panjang dan dalam yang tidak hanya kami lakukan sekali, namun berkali-kali sampai salah satu diantara kami roboh terlebih dahulu. Tiada duka, tiada lara. Hanya tawa bahagia yang kami lalui bersama.

Ini kisah cintaku, bagaimana kisah cintamu?

Don't Disturb Me!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang